Type Keyword(s) to Search
Harper's BAZAAR Indonesia

Berbeda dari Restoran Biasa, Ini 6 Alasan Anda Perlu Mencoba Berkunjung ke SUBO Jakarta

Listening bar ini memiliki keunikannya tersendiri terutama bagi Anda pencinta musik dan audiophile

Berbeda dari Restoran Biasa, Ini 6 Alasan Anda Perlu Mencoba Berkunjung ke SUBO Jakarta
Foto: Courtesy of Raditya Satyoputra

Listening bar sudah menjadi bagian dari budaya Jepang sejak tahun 1950-an. Seiring berjalannya waktu, listening bar semakin menjalar ke berbagai penjuru dunia dan beruntung sekali sekarang kita bisa menikmatinya di Jakarta. Pada dasarnya, tempat ini bukan sekadar spot untuk bercengkrama sambil menyantap sajian. Suguhan utama listening bar adalah pengalaman mendengarkan musik dengan kualitas audio terbaik.

Ialah SUBO Jakarta yang belum lama ini muncul di kawasan Cipete, Jakarta Selatan. Tempat ini merupakan perwujudan ide dari pasangan Intan Anggita dan Aria Anggadwipa bersama Arif Liberto rekannya untuk menghadirkan listening bar dari ruang yang paling nyaman tempat mereka menyimpan turntable dan piringan hitam dari Substore milik Intan. "Kami bertiga membuat ini hanya dengan menaruh soul kita dalam seni. Jadi orang-orang bisa merasakan apa sih passion kita? Mengapa kita sangat suka dengan musik? Jadi kita bisa mengomunikasikannya dengan rasa, bukan lagi pakai bahasa," jelas Intan.

SUBO sendiri diambil dari kata berbahasa Yunani yakni Summum Bonnum yang berarti the highest good. Kami mengerti bahwa pemilihan kata tersebut bukan tanpa sebab. Simak alasan yang membuat SUBO Jakarta menarik untuk dikunjungi guna melepas penat dan mencapai puncak kesenangan. 


1. Tempat yang tidak biasa

Foto: Courtesy of @bubumaika on Instagram @subo.jkt
Foto: Courtesy of Instagram @bubumaika on @subo.jkt

Tidak ada penanda yang menunjukkan di mana SUBO berada ketika Anda mengitari area Cipete. Alamatnya pun baru bisa Anda dapatkan setelah melakukan reservasi setidaknya H-7. Sebabnya, SUBO Jakarta bertempat di basement rumah milik Intan dan Aria. "Kalau bisa nggak share alamatnya di publik karena ini memang rumah tinggal. Kami bukan pengen misteri sebenarnya, tetapi supaya terjaga saja. Siapa yang mau datang, ya atas izin kami. Jadi kita bisa kenalan dulu di awal," jelas Intan.

Listening bar ini buka setiap hari kecuali pada hari Selasa dan Rabu serta memiliki pembagian sesi jam tertentu yakni pukul 13.00-15.00, 16.00-18.00, dan 19.00-21.00. Setiap sesinya terbatas maksimal untuk 12 orang. "Bukan hanya karena pandemi, tetapi memang mendengarkan musik kalau terlalu banyak orangnya juga tidak nyaman," tambah Intan. 

2. Suasana yang homey

Foto: Courtesy of @bubumaika on Instagram @subo.jkt
Foto: Courtesy of Instagram @bubumaika on @subo.jkt

Lupakan suasana ingar bingar bar dengan lampu yang gemerlap. Berkunjung ke sini nyatanya tidak jauh berbeda dengan bertamu ke rumah teman. Sesampainya di gerbang tujuan, Anda kemudian akan diarahkan menuju basement. Di balik pintu berukuran standar, Anda akan disambut dengan suasana homey dan vintage dengan lampu temaram yang menyinari ruangan termasuk jajaran vinyl penuh warna. Keramahan Intan dan Aria pun bisa Anda temui di sana. Keduanya tak segan untuk berbagi cerita tentang musik, buku, fashion dan hal lain yang mereka suguhkan. 


3. Surga bagi para pencinta musik

Seperti listening bar yang biasanya, SUBO Jakarta merupakan ruang yang menawarkan experience untuk mendengarkan musik dengan cara yang terbaik. Intan mengungkapkan bahwa mereka ingin mengirimkan vibrasi tertinggi supaya orang-orang juga bisa mengapresiasi musik sebagaimana penciptanya menciptakan musik tersebut. Selain itu, tempat ini juga menjadi wadah untuk mengapresiasi dan terus memperkenalkan bentuk rilisan fisik para musisi (dalam hal ini piringan hitam) mengingat sekarang kita cenderung memilih mendengarkan lagu dari platform digital.

Foto: Courtesy of Instagram @noveliasuseiko on @subo.jkt
Foto: Courtesy of Instagram @noveliasuseiko on @subo.jkt


Musik dapat dinikmati dari turntable berbeda yang tersedia yakni Garrard 401, Lenco, dan Thorens TD 125 yang masing-masing memiliki kelebihan serta kualitas berbeda-beda. Tak ketinggalan, SUBO Jakarta menyimpan gramophone dari tahun 1930-an yang juga bisa Anda lihat langsung.

Foto: Courtesy of Instagram @subo.jkt
Foto: Courtesy of Instagram @subo.jkt

Aria yang sebelumnya bekerja sebagai DJ bersama sang istri akan menyiapkan playlist setiap harinya. Bila tertarik untuk mendengarkan lagu dari album-album vinyl kesukaan Anda yang ada di sana, Anda diizinkan untuk request satu atau dua lagu di sela-selanya. 

Foto: Courtesy of Instagram @bubumaika on @subo.jkt
Foto: Courtesy of Instagram @bubumaika on @subo.jkt

Koleksi piringan hitamnya pun tampak beragam dari musik barat, Indonesia, hingga Jepang dengan rilisan mulai tahun 1950-an. Musisi dan album pilihan bisa Anda temui di sana, misalnya seperti album Animals (1977) dan The Wall (1979) dari Pink Floyd, Rocks milik Aerosmith tahun 1976, Half a Person dari The Smiths di tahun 1987, hingga koleksi lokal seperti album Titiek Puspa dari tahun 1960 dan Djanger Bali komposisi musisi Indonesia. Bukan hanya pajangan, Anda juga bisa membeli vinyl yang ditandai khusus.


4. Omakase

SUBO Jakarta memiliki menu makanan signature yang akan selalu ada setiap kali Anda berkunjung ke sana yakni Mie Ayam Shitake dan Nasi Lidah Asap. Sisanya? Surprise yourself dengan mempercayakan menu di hari itu kepada sang juru masak.

Foto: Courtesy of Instagram @darisuduttaman on @subo.jkt
Foto: Courtesy of Instagram @darisuduttaman on @subo.jkt

Minuman yang tersedia pun menarik untuk dicoba. Salah satu signature-nya adalah Channel of Mating berupa segelas racikan kopi cold brew dengan aroma harum kayu manis. Selain itu, Anda bisa memesan local wine, bir, dan mocktail coffee.


5. Menikmati musik sambil membaca buku? Mengapa tidak

Foto: Courtesy of Instagram @subo.jkt
Foto: Courtesy of Instagram @subo.jkt

Selain vinyl yang bervariasi, Anda akan menemui rak di salah satu sisi ruangan yang berisikan buku-buku dengan beragam topik mulai dari biografi, desain, fashion, dan tentu saja tentang musik. Beberapa buku yang sempat tertangkap oleh pandangan kami di antaranya adalah Abbey Road to Ziggy Stardust karya Ken Scott dan Bobby Owsinski, Blood and Glitter dari fotografer musisi legendaris Mick Rock, Claudia Schiffer oleh Karl Lagerfeld, dan Shout!: The True Story or the Beatles tulisan Philip Norman. Cobalah membacanya sembari duduk di sofa hitam yang mereka sebut sebagai sweet spot.


6. Fashion upcycling dan downcycling

Meskipun sajian utamanya berupa musik, di sana Anda juga akan mendapati etalase Setali Indonesia yang didirikan oleh Andien Aisyah dan Intan. Intan mengungkapkan bahwa pada dasarnya tidak ada konsep untuk menggabungkan elemen fashion dan musik di sini. Ia hanya ingin menuangkan kecintaannya sebagai pegiat daur ulang dan barang bekas. 

Foto: Courtesy of Instagram @subo.jkt
Foto: Courtesy of Instagram @subo.jkt

Di lantai atas SUBO Jakarta pun tersedia studio daur ulang yang membuka workshop privat bagi siapa saja. "Terbuka untuk umum, janjian saja. Workshop ini sifatnya privat one-by-one karena upcycling dan downcycling nggak semudah itu sehingga harus dijelaskan tujuan dan ceritanya terlebih dahulu," jelas Intan. 

Pengunjung SUBO Jakarta juga memiliki privilege untuk mendonasikan pakaian mereka untuk didaur ulang dengan biaya Rp 300.000 per 15 kilogram pakaian.

Sebagai tambahan, Intan menyampaikan jika nantinya SUBO Jakarta berencana untuk membuka rooftop di tempat yang sama sehingga pengunjung bisa mendapatkan bonus experience yakni sambil menikmati citylight dengan suasana berbeda.


Tertarik? Apabila Anda berencana untuk berkunjung ke sini, jangan lupa untuk terus menerapkan protokol kesehatan seperti memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Selamat menikmati.

(Foto: Courtesy of SUBO Jakarta (Raditya Satyoputra), Instagram: @subo.jkt)