Bagaimana Para Desainer Meredefinisikan Mode dan Seni

Menabrak kelaziman lewat tampilan sarat makna dan kenaifan seni.

Layout: Aldelin Varissa Yeo


Pakaian berbicara melalui siluet, menyampaikan ide lewat tekstur. Di titik inilah fashion bertemu dengan seni, sebagai jalinan yang tak terpisahkan. Dalam dunia yang didominasi tren dan konsumsi cepat, para desainer seperti Rei Kawakubo, Alexander McQueen, Rick Owens, Elsa Schiaparelli, dan Miuccia Prada berdiri sebagai penanda bahwa fashion bisa dan harusnya menjadi lebih dari sekadar gaya.

BACA JUGA: Menapakkan Identitas Indonesia di Panggung Mode Dunia

Rei Kawakubo dengan labelnya, Comme des Garçons, tak pernah merasa harus menjelaskan karyanya. Ia menciptakan busana yang tidak membentuk tubuh, melainkan mendistorsinya. Koleksi Body Meets Dress, Dress Meets Body (1997) membuat orang bertanya, apakah ini busana atau seni instalasi? Dan pada tahun 2017, ketika Met Gala mengangkat tema “Rei Kawakubo / Comme des Garçons: Art of the In-Between,” museum mode paling glamor di dunia itu akhirnya mengakui bahwa Rei tidak bermain dalam kategori desain biasa. “Perfection is ugly,” merupakan salah satu quote ternama darinya. Di balik bentuk-bentuk ganjil itu, tersembunyi dunia visual yang meditatif.

Foto: Courtesy of Dok. BAZAAR

Hal yang sama ada pada karya Alexander McQueen, hanya saja lewat nada yang lebih dramatis. McQueen tak segan membawa kekerasan sejarah, kecantikan gelap, dan kelembutan yang terluka ke atas panggung runway. Dalam koleksi VOSS (2001), ia menaruh penonton di luar kotak kaca cermin, memaksa mereka melihat pantulan diri sebelum melihat model. Sebuah gestur yang terasa seperti komentar tentang konsumerisme dan obsesi pada citra.

Foto: Courtesy of Dok. BAZAAR

Alexander McQueen dan Rei Kawakubo berbeda dari segi bahasa visual, tapi mereka sama-sama tidak ingin menyenangkan. Di sisi lain, Rick Owens mengambil pendekatan yang lebih kontemplatif. Siluet-siluet gelapnya menyerupai pahatan brutal, serba hitam, serba sunyi. Rick pernah berkata, “I don’t want to please. I want to provoke.” Seperti Rei, ia meruntuhkan bentuk. Seperti Alexander, ia ingin mengguncang, tapi dilakukannya dengan minimalisme yang spiritual.

Foto: Courtesy of Dok. BAZAAR

Jika Rei adalah filsuf abstrak, Alexander penyair tragedi, dan Rick pematung eksistensial, maka Elsa Schiaparelli adalah pemimpi surealis. Ia pernah menciptakan gaun dengan lobster karya Salvador Dalí, topi sepatu, dan jas dengan motif tangan menjulur. Imajinasi liar ini kini dilanjutkan oleh Daniel Roseberry, yang menyulap runway menjadi semacam galeri mimpi dengan contoh dada berlapis emas, telinga sebagai aksesori, mata ketiga menghiasi gaun couture. Tak jarang selebritas di karpet merah atau di ajang fashion apa pun dipertontonkan layaknya seni berkelas tinggi memilih Schiaparelli untuk tampil bukan hanya sebagai bintang, tapi sebagai karya seni hidup.

Foto: Courtesy of Dok. BAZAAR

Miuccia Prada membawa semangat yang berbeda, lebih intelektual dan lebih konseptual. Ia menolak kemewahan klise dan menghadirkan estetika yang canggung namun penuh makna. Melalui Fondazione Prada, ia mempertemukan seni rupa, arsitektur, dan mode ke dalam satu wacana besar, bahwa fashion bisa berpikir. Benar adanya apa yang dikenakan seseorang hari ini adalah pernyataan budaya. “Fashion is instant language,” tutur Miuccia.

Foto: Courtesy of Dok. BAZAAR

Foto: Courtesy of Dok. BAZAAR

Apa yang menyatukan mereka bukanlah bentuk, tapi sikap. Rei dan Schiaparelli bermain dengan keanehan bentuk, Alexander dan Rick menyentuh kedalaman emosional, Prada menawarkan pemikiran yang tajam dan subtil. Mereka semua, dengan caranya masing-masing, menjadikan fashion sebagai cabang seni yang hidup. Mereka menegaskan bahwa tubuh bisa menjadi medium ekspresi artistik yang paling jujur.

Foto: Courtesy of Dok. BAZAAR

Met Gala, sebagai pesta tahunan mode dan seni, telah menjadi panggung global di mana gagasan- gagasan ini diperlihatkan. Tak sekadar karpet merah, acara itu adalah momen ketika haute couture memasuki ruang museum, dan selebritas menjadi patung-patung hidup yang menceritakan pesan visual. Dan menariknya, para tamu yang paling mencuri perhatian sering kali adalah mereka yang mengenakan Comme des Garçons, Schiaparelli, atau Prada. Tak hanya berpakaian, tetapi menghidupkan ide.

Para desainer ini mengingatkan kita untuk melambat dan benar- benar melihat. Fashion bukan hanya tentang apa yang Anda pakai, tapi mengapa Anda memilih untuk memakainya. Dan saat seni bertemu mode, Anda dapat menemukan makna lebih dari sekadar sepotong busana.

BACA JUGA:

Menyusuri Jejak Karier Warren Hue

Merasakan Pengalaman Tren Sleep Tourism di 5 Resort Ini

Baca artikel Bazaar yang berjudul "Memahat dari Pecahan Pola" yang terbit di edisi cetak Harper's Bazaar Indonesia - Oktober 2025; Penulis: Geofanny Tambunan; Disadur oleh: Syiffa Pettasere.