Type Keyword(s) to Search
Harper's BAZAAR Indonesia

Diam Membisu atau Gerakan Tak Terkontrol? Kenali Skizofrenia Katatonik

Walaupun tidak familier, mengenal skizofrenia katatonik menjadi penting untuk meningkatkan kesadaran kita seputar kesehatan mental.

Diam Membisu atau Gerakan Tak Terkontrol? Kenali Skizofrenia Katatonik
Courtesy of Freepik

Kesadaran orang tentang kesehatan mental saat ini meningkat. Ini menjadi sebuah keuntungan karena topik gangguan kesehatan mental sudah tidak tabu lagi untuk diperbincangkan. Namun, ada salah satu gangguan mental yang masih jarang diperbincangkan adalah skizofrenia. 

Gangguan mental serius ini memengaruhi cara seseorang berpikir, merasakan, dan berperilaku. Skizofrenia banyak jenisnya, dan salah satu yang cukup jarang dan unik adalah skizofrenia katatonik. Walau kasusnya tampak jarang terlihat, meningkatkan kesadaran tentang gangguan mental ini tetap penting. 

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 pernah menyebutkan sekitar 400.000 orang atau 1,7 per 1.000 penduduk menderita skizofrenia. Sebuah penelitian di RSJ Provinsi Bali pada 2021 juga pernah mencatat ada lebih dari 1.200 pasien dengan skizofrenia. Sayangnya, penelitian skizofrenia di Indonesia terfokus pada karakteristik umum, faktor risiko, dan penatalaksanaan secara keseluruhan, tidak secara spesifik memisahkan berdasarkan jenisnya. Akibatnya, tidak ada catatan data yang pasti untuk kasus skizofrenia katatonik. 

Mengenal Skizofrenia Katatonik

Skizofrenia dengan ciri katatonik adalah bentuk skizofrenia yang ditandai dengan gejala katatonia, yaitu gangguan perilaku motorik ekstrem seperti tubuh yang kaku, posisi tubuh yang aneh, gerakan yang tidak bertujuan, gerakan tidak terkendali dan berulang, sulit bergerak atau bicara, atau justru hiperaktivitas motorik. Penderitanya dapat terlihat seperti “membeku” dalam satu posisi dalam waktu yang lama dan tidak mampu merespons rangsangan eksternal. 

Meskipun saat ini dalam klasifikasi Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, edisi ke-5 (DSM-5), skizofrenia katatonik tidak lagi dianggap sebagai subtipe tersendiri, gejala katatonik tetap menjadi bagian penting dalam diagnosis berbagai gangguan psikiatri, termasuk skizofrenia. American Psychiatric Association (APA) DSM-5, menyatakan bahwa katatonia kini dianggap sebagai sindrom yang dapat muncul di berbagai gangguan termasuk gangguan mood (bipolar, depresi berat), gangguan neurologi, dan reaksi terhadap zat atau obat (seperti orang yang terjerat narkoba).

Menurut Max Fink, M.D, seorang psikiater dan ahli neurologi yang juga menjadi salah satu penulis buku “The Madness of Fear: A History of Catatonia”, ciri-ciri katatonik bukanlah fenomena langka, tetap terjadi pada sekitar 10% pasien psikiatri dan neuropsikiatri akut yang dirawat di rumah sakit. 

Simak gejala utama skizofrenia katatonik berikut ini:

Gejala katatonik bisa sangat mengganggu kemampuan individu untuk menjalani kehidupan sehari-hari, termasuk dalam interaksi sosial, interaksi dengan diri sendiri, pekerjaan, dan perawatan diri.

1. Stupor

Tidak adanya respons terhadap lingkungan; penderita bisa diam dalam satu posisi untuk waktu yang lama.

2. Mutisme

Tidak berbicara, meskipun tidak ada gangguan fisik pada organ bicara. Ini dapat disebabkan oleh berbagai gangguan medis (seperti kerusakan otak) maupun kondisi kejiwaan (seperti gangguan kecemasan).

3. Negativisme

Menolak segala bentuk instruksi atau stimulus eksternal, atau justru melakukan kebalikannya.

4. Posturing

Mempertahankan posisi tubuh tertentu dalam waktu lama, bahkan jika posisi tersebut tidak nyaman.

5. Mannerism

Gerakan aneh atau berlebihan yang tidak sesuai konteks sosial.

6. Echolalia

Mengulang kata-kata yang diucapkan orang lain.

7. Echopraxia

Meniru gerakan orang lain secara otomatis.

8. Agitasi Motorik

Aktivitas fisik yang tidak terarah dan berlebihan tanpa tujuan.

Tidak semua penderita menunjukkan seluruh gejala di atas. Namun, kehadiran dua atau lebih dari gejala ini selama periode tertentu biasanya menjadi dasar untuk diagnosis katatonia. Untuk memastikan, para ahli dan tenaga profesional seperti psikiater dan psikolog klinis bisa membantu dan memberikan diagnosa klinis. 

Penyebab dan Faktor Risiko

Penyebab pasti dari skizofrenia katatonik belum diketahui secara jelas. Namun, gangguan ini diyakini terkait dengan ketidakseimbangan neurotransmiter di otak. Faktor genetik, lingkungan, dan trauma juga turut berperan.

Beberapa faktor risiko meliputi:

  • Riwayat keluarga dengan skizofrenia atau gangguan kejiwaan lainnya
  • Stres berat atau trauma psikologis
  • Penyalahgunaan zat psikoaktif
  • Gangguan neurologis seperti epilepsi atau cedera otak
  • Efek samping obat-obatan tertentu

Diagnosis Skizofrenia Katatonik

Mendiagnosis skizofrenia katatonik membutuhkan evaluasi menyeluruh oleh tenaga profesional, seperti psikiater. Wawancara klinis dilakukan untuk menilai gejala dan melihat riwayat kesehatan mental seseorang, observasi langsung butuh dilakukan untuk melihat perilaku motorik pasien, pemeriksaan medis dan neurologis, serta cek darah dan pencitraan otak bila diperlukan.

Penting untuk membedakan gejala katatonik akibat skizofrenia dari kondisi medis lain, seperti ensefalitis (peradangan pada otak), epilepsi, atau efek obat tertentu.

Skizofrenia katatonik adalah bentuk langka dari gangguan mental yang serius, dan perlu ditangani dengan pendekatan medis yang tepat. Pemahaman masyarakat yang lebih baik mengenai kondisi ini sangat penting untuk mengurangi stigma dan meningkatkan akses terhadap perawatan yang efektif.

BACA JUGA:

Mengosongkan Pikiran Saat Meditasi, Memangnya Bisa?

Cara Mengatasi Sakit Hati, Ini Kata Psikolog