Warisan seni budaya Indonesia senantiasa memikat, dan ArtJog 2024 kembali menunjukkan pesonanya melalui tema yang sarat makna, Motif: Ramalan. Festival seni kontemporer ini, digelar dari 28 Juni hingga 1 September di Museum Nasional Jogja, telah menjadi ajang penting bagi para seniman Tanah Air untuk menampilkan karya-karya mereka.
BACA JUGA:
Gulungan Kuno Bali Diwarnai Feminisme Karya Citra Sasmita
Selain menjadi wadah untuk seniman rupa, ArtJog telah berkembang menjadi ruang bagi berbagai bentuk seni lain, termasuk seni pertunjukan. Dengan dukungan dari Bakti Budaya Djarum Foundation sejak tahun 2019, ArtJog menjadi sarana bagi seniman muda untuk berkembang, dan secara independen menampilkan karya mereka untuk memperkuat ekosistem seni pertunjukan di Indonesia.
Maka, program performa ArtJog x Bakti Budaya Djarum Foundation memperlihatkan komitmen nyata untuk mendekatkan seni ke masyarakat, memungkinkan interaksi langsung antara seniman dan pengunjung, serta memperdalam apresiasi terhadap proses kreatif di balik setiap karya. “Dukungan ini juga menguatkan landasan kita; bahwa memajukan seni dan budaya adalah tanggung jawab bersama,” ungkap Heri Pemad, salah satu sosok di balik ArtJog.
Salah satu sorotan utama kemitraan ini adalah instalasi mix-media berjudul Empat Puluh Malam dan Satunya Hujan, hasil kolaborasi antara Nicholas Saputra, Happy Salma, mendiang Gunawan Maryanto, dan Iwan Yusuf. Karya ini menghidupkan kembali Serat Centhini, sebuah karya sastra Jawa klasik, melalui perspektif kontemporer.
Instalasi yang menampilkan visual ranjang dan kelambu, mengajak pengunjung untuk meresapi percakapan antara tokoh Amongraga dan Tambangraras dalam konteks masa kini. Tak ketinggalan, sesi istimewa Meet the Artist diadakan, di mana para kreator membuka tirai dan mengungkap kisah serta proses kreatif terciptanya karya ini.
Menambah kekayaan acara, Didik Nini Thowok, bersama narator Elizabeth D. Inandiak, komposer Anon Suneko, dan penampilan Sarah Diorita, menyuguhkan interpretasi artistik dari Empat Puluh Malam dan Satunya Hujan, menggabungkan wayang golek dengan lantunan tembang dalam seni tari yang berdaya ungkap tinggi. Pertunjukan ini mengajak penonton menafsirkan ulang kisah klasik ini dengan pendekatan yang mendalam, layaknya mengurai makna sebuah "ramalan" dari masa lampau.
Tak kalah menarik, Rianto, seorang penari dan koreografer yang kini berbasis di Jepang, juga menghadirkan Sastra Jiwangga - Perjalanan Tubuh Jawa. Dalam pertunjukannya, Rianto menelusuri kembali akar kata yang mendasari Lengger, yaitu menyadari dan mengingat (elinga ngger), dalam balutan seni tari tradisional dan iringan instrumen perkusi Cahwati Sugiarto, seorang musisi dan penari asal Solo.
ArtJog 2024 sekali lagi menunjukkan bahwa seni adalah sarana yang efektif untuk menyatukan berbagai elemen masyarakat. Melalui tema Motif: Ramalan, festival ini menawarkan pengalaman seni yang mendalam, sekaligus membawa seni lebih dekat kepada publik, menghapus sekat antara pencipta dan penikmat.
Meskipun ArtJog 2024 telah resmi berakhir pada 1 September 2024, rasa penasaran dan antusiasme sudah mulai mengemuka untuk apa yang akan datang di tahun depan.
BACA JUGA:
Rumpang. Rimpang. Rampung: Pameran Seni Kontemporer di TMII
Gadis Kretek Masuk Dalam Empat Nominasi di Asia Contents Awards & Global OTT Awards 2024