Type Keyword(s) to Search
Harper's BAZAAR Indonesia

Chitra Subyakto dan Beverly Tandjung: Memanjangkan Umur Pakaian
Beverly Tanjdung (Studio Mulih) & Chitra Subyakto (Sejauh Mata Memandang) -- difoto oleh Andre Wiredja - NPM Photography

Chitra Subyakto dan Beverly Tandjung: Memanjangkan Umur Pakaian

Keduanya dipertemukan karena memang memiliki visi dan energi yang sama.

Biasanya, mempertemukan dua sosok yang dijadikan narasumber untuk artikel Profile Duo membutuhkan banyak penyesuaian waktu dan tempat. Namun kali ini, segalanya seperti memang sudah jalannya. Di pembukaan pameran Bumi: Masa Depan Kita, saya bertemu dengan Chitra Subyakto sebagai creative director Sejauh Mata Memandang, dan juga Beverly Tandjung yang berperan sebagai co-founder dari Mulih Studio. 

BACA JUGA: Mengenal Desainer Indonesia: Chitra Subyakto

Percakapan Chitra dan Beverly ini menjadi bagian dari majalah cetak Harper’s Bazaar Indonesia bulan Juli yang tema besarnya adalah “Youth”. Singkat cerita, di hari Chitra harus bertolak ke Yogyakarta, dan satu hari Bev, sapaan akrab dari Beverly, memulai kontraknya dengan sebuah perusahaan, kami bertemu lagi. Kali ini di workshop Sejauh Mata Memandang yang terletak di daerah Kemang, Jakarta Selatan.

Di print ataupun di artikel ini, foto-foto yang Anda lihat adalah hasil bidikan Andre Wiredja dari NPM Photography yang berperan sebagai fotografer hari itu. Sedangkan untuk cuplikan behind the scenes, Anda menonton hasil rekaman Andrew Arismunandar. Seusai produksi foto dan video, tiba saatnya kami bercakap-cakap. 

Sabrina Sulaiman (SS): Bagaimana Chitra dan Bev bisa saling kenal?

Chitra Subyakto (CS): Waktu itu Sejauh Mata Memandang lagi mengadakan pameran “Karya Kita, Rumah Kita” di Grand Indonesia. Kita waktu itu sedang bikin koleksi kedelapan. Terus Bev datang. Saat itu kita (Sejauh Mata Memandang) bekerjasama dengan Tako Group. Bev diundang tim Taco, dan terus kita kenalan. Kemudian ada suatu hari di mana aku melihat di media sosial kalau Bev sedang menjahit baju. Dari sana aku langsung reach out, dan janjian ketemu sampai akhirnya berbincang tentang program repair ini. Saat itu Bev masih sedikit maju mundur soal ini. “Aku bisa enggak ya?” tapi aku terus bilang “Kamu bisa!” dan akhirnya kita luncurkan program repair.

Chitra Subyakto (Sejauh Mata Memandang) -- difoto oleh Andre Wiredja - NPM Photography


SS: Apa yang diharapkan dari kolaborasi ini?

Beverly Tandjung (BT): Kalau dari aku berharap kedepannya agar masyarakat bisa mulai mengenal dengan adanya jasa reparasi. Dan jadi semakin sayang sama pakaian. Karena biasanya kalau baju ada robek atau berlubang itu kebanyakan dibuang atau recycle. Sebenarnya semua itu masih  bisa dipakai lagi. Apalagi kalau baju bajunya dari koleksi archive atau ada sentimental value. Sayang kalau langsung dibuang.

CS: Banyak orang seperti aku, yang mungkin kurang rajin menjahit seperti Bev. Jadi kita memerlukan sebuah wadah yang orang bisa datang untuk memperbaiki pakaiannya. Makanya kita bikin kolaborasi Sejauh Mata Memandang dengan Mulih Studio. Agar pertama, orang-orang bisa kenalan dengan repair dan circular fashion. Bagaimana caranya untuk memperpanjang pakaian itu sendiri. Salah satunya dengan memperbaiki baju. Nah, kalau orang sudah mengenal pentingnya repair dalam fashion, kedepannya, kita akan bikin video tutorial. Contohnya cara membenarkan pakaian sendiri. Bisa belajar sendiri, bisa juga ke Mulih Studio dan bisa repair produk apa saja. Bukan hanya Sejauh Mata Memandang, tapi label atau designer lain juga bisa kerja sama dengan Mulih Studio. Pasti akan ada efek baiknya. Semakin banyak brand yang berkolaborasi dan mengangkat isu ini.

Tujuan pertamanya adalah agar orang-orang bisa kenalan dengan repair dan circular fashion.


SS: Bisa diceritakan bagaimana datangnya ide atau inspirasi koleksi baru?

CS: Ide datangnya secara organik. Jadi bukan “Hari ini aku duduk mau cari ide”. Ide itu datang secara personal. Misalnya aku lagi di sebuah perjalanan. Contohnya motif flora, waktu itu aku pergi ke Candi Borobudur untuk kesekian kalinya. Tapi hari itu, aku cukup rajin memperhatikan satu per satu daunnya, pohon, orang, tanaman, dan flora. Jadi aku mulai foto satu-satu. Lalu dibikin sketch dasar, simpel, kemudian diobrolin dengan tim. Setelah itu mengeksekusi hasil pembicaraan dengan tim, gambar, layout di kertas terus bayangin kalau ditaruh di kain seperti apa, bikin sample dan seterusnya.

Beverly Tanjdung (Mulih Studio) & Chitra Subyakto (Sejauh Mata Memandang) -- difoto oleh Andre Wiredja - NPM Photography

CS: Kalau Bev, yang jadi motivasinya apa?

BT: Untuk kain, kebaya, dan repair karena aku suka sejarah. Aku belajar dan penasaran kalau orang zaman dulu itu social history-nya seperti apa. Terutama perempuan dan aku betul-betul tertarik dengan perang dunia kedua. Di zaman itu, di Inggris, pemerintahannya ada sistem namanya clothes rationing. Selain itu juga banyak publikasi yang mengajarkan campaign “Make do and mend: what can you make do with what you have and mend the things that are broken”. Kalau bicara tentang sustainable fashion jarang sekali yang kepikiran dengan kebaya dan kain. Mereka selalu bilang “find something that is timeless” tapi timeless diasosiasikan ke little black dress (LBD). Padahal LBD dibanding dengan kebaya, umurnya itu, in fashion, berbeda. Kain dan kebaya sudah ratusan tahun, LBD di tahun 50-an atau 60-an. Semua bermulai dari sejarah.


SS: Bagaimana kalian bertukar ilmu?

CS: Bev lebih sering ngasih ilmu ke aku sih. Kita pertama kali ketemu ngobrol sampai lima jam lho!

BT: Beberapa kali aku datang ke event Sejauh Mata Memandang. Di sana aku melihat kalau mau berkomunikasi tentang sustainability bukan hanya satu cara saja. Penting sekali cara kita berkomunikasi pesan-pesan itu tanpa membuat orang yang mendengar merasa mereka guilty.

Beverly Tanjdung (Mulih Studio) -- difoto oleh Andre Wiredja - NPM Photography

CS: Biasanya kita mengangkat isu-isu yang ada tapi jarang dibahas karena selalu disampaikan dengan cara straightforward dan cenderung negatif. Jadi kita bikin sebuah acara yang dikemas dengan naratif yang positif biar orang bisa tertarik dan sampai pesannya. Bev itu pandai bercerita. Bev juga membawa nilai lebih saat dia bercerita lewat foto dan video dengan lebih ringan tapi tersampaikan pesannya.

Penting sekali cara kita berkomunikasi pesan-pesan itu tanpa membuat orang yang mendengar merasa mereka guilty.

BT: Mbak Chitra, Sejauh Mata Memandang sudah ada sejak 2014. How did people perceive the message you wanted to convey?

CS: Mungkin itu semua terjadi karena dilakukan bersama-sama, kolaborasi. Jadi kita banyak sekali dari awal. Pameran pertama kali 2019. Biasanya setiap kita bikin motif baru, pasti ada pameran untuk menceritakan motifnya. Misalkan Timun Mas atau flora. Lalu, tahun 2018 kita buat pameran yang bercerita tentang sampah plastik. Karena kita banyak sekali baca berita dan salah satunya yang paus isinya kantong plastik semua. Mungkin followers kita hanya orang-orang yang tertarik dengan pakaian tapi social media kita juga bisa dibuat menjadi platform untuk menyampaikan isu-isu ini. Aku juga baca buku Extinction Rebellion, di situ tertulis “it’s not a drill”. Jadi maupun kita temannya satu, dua, atau seribu, kita harus menyampaikan isu darurat iklim ini. Karena manusia sifatnya pelupa dan itu wajar. Jadi kita harus saling sering mengingatkan. Jadi mulai tahun 2019 kita bikin pameran dan motif yang mengangkat isu ini. Dan ini semua karena kolaborasi. Waktu itu kita dibantu dengan Dietplastik Indonesia, Divers Clean Action, Pandu Laut, Ecoton ID, lalu ada juga Felix Tjahjadi yang mendesain pameran dengan menarik, tapi pesannya juga tersampaikan. Jadi semua ini adalah perjalanan yang belum selesai karena kita ketemu lagi dengan orang yang kita bisa belajar lebih banyak lagi. Seperti aku bertemu Bev, dia pintar menjahit, sampai akhirnya bikin kolaborasi repair program dengan Mulih Studio. Mungkin karena energinya sudah memang mengarah ke tujuan yang sama, makanya aku dipertemukan dengan orang-orang dan gerakan yang peduli akan hal itu. Masih belajar bersama, cukup panjang (perjalanannya), tapi aku cukup optimis akan brand dan designer yang bisa mengarah kesana juga.

Artikel Profile Duo dengan judul “Sasmita Alam” terbit di edisi cetak Harper’s Bazaar Indonesia - Juli 2024; Ditulis oleh Sabrina Sulaiman; Fotografer: Andre Wiredja - NPM Photography