Sejarah seni lukis Indonesia mencatat banyak karya yang bukan hanya penting secara estetika, tapi juga sarat makna sejarah dan budaya. Sejak abad ke-19, seniman-seniman Indonesia telah menghasilkan karya-karya besar yang menggambarkan perlawanan, kehidupan rakyat, hingga pencarian identitas bangsa. Berikut adalah delapan lukisan tertua di indonesia dan karya penting para maestro seni rupa Indonesia.
1. Raden Saleh: Penangkapan Pangeran Diponegoro (1857)
Karya Penangkapan Pangeran Diponegoro hasil cipta karsa Raden Saleh, merupakan salah satu lukisan paling penting dalam sejarah seni rupa Indonesia. Lukisan ini dibuat pada tahun 1857 bertepatan dengan momentum politik yang sangat menentukan dalam sejarah perlawanan nasional. Raden Saleh menggambarkan Pangeran Diponegoro dalam keadaan tegar dan penuh kemarahan, berbanding terbalik dengan versi Belanda yang menampilkan sosok sang pangeran dalam keadaan tunduk. Dengan pilihan ekspresi wajah yang kuat dan gestur tubuh yang menunjukkan kemarahan, Raden Saleh berhasil menyematkan pesan simbolik mengenai harga diri bangsa.
Teknik pencahayaan dramatis ala Romantisisme Eropa digunakan untuk menegaskan konflik antara penjajah dan pejuang. Lukisan ini juga menunjukkan kemampuan Raden Saleh dalam menggabungkan tradisi Eropa dengan identitas lokal. Sebagai karya yang kerap dipamerkan di Galeri Nasional dan museum di luar negeri, lukisan ini menjadi bukti kesiapan seni rupa Indonesia memasuki ranah wacana politik dan nasionalisme visual yang kuat.
Baca Juga: Lukisan Tertua di Dunia Ada di Sulawesi, Bukan Eropa
2. Raden Saleh: Perburuan Singa (1841)
Perburuan Singa adalah salah satu karya awal Raden Saleh yang dibuat saat ia masih berada di Eropa, tepatnya pada tahun 1841. Lukisan ini menampilkan adegan perburuan singa yang penuh ketegangan, dengan gerakan dinamis dan komposisi rumit yang menjadi ciri khas Romantisisme. Raden Saleh belajar banyak dari pelukis seperti Rubens dan Géricault dan hal itu tercermin kuat dalam ketajaman anatomi hewan dan pergolakan cahaya yang dramatis. Warna-warna hangat dan gelap berpadu untuk menciptakan suasana mencekam dan penuh aksi sehingga membuat para penikmat seni seolah bisa merasakan betapa berbahayanya adegan tersebut. Teknik kuas longgar dipadukan sapuan cat tebal untuk menegaskan tekstur bulu dan lekuk otot singa. Lukisan ini sempat dipamerkan di Dresden dan mendapatkan sambutan positif dari kritikus seni Eropa. Dengan karya ini, Raden Saleh menunjukkan bahwa seniman Indonesia mampu menguasai bahasa visual internasional tanpa kehilangan keaslian gaya perorangan.
3. Affandi: Potret Diri (1935)
Potret diri Affandi pada tahun 1935 merupakan pintu gerbang yang sangat penting dalam perjalanan seni rupa modern Indonesia. Potret ini bukan hanya potret visual, tetapi juga potret psikologis yang memperlihatkan kedalaman emosi dan kerentanan sang seniman. Affandi menggunakan metode pengepresan cat langsung dari tabung ke kanvas, menciptakan sapuan tebal dan bertekstur yang menonjolkan getaran emosi. Wajahnya ditangkap dengan ekspresi serius yang seolah mencari makna hidup dan kemurnian insan manusia. Warna-warna kontras, seperti merah, kuning dan biru tua, menggambarkan mood yang intens dan sebentuk kesadaran pribadi. Teknik ekspresionis semacam ini kemudian menjadi ciri khas Affandi dan membedakannya dari seniman sezaman yang masih menggunakan sapuan halus. Karya ini juga menegaskan ekspresi individual sebagai bahasa utama seni, menjadikan Affandi sebagai pionir ekspresionisme di Indonesia.
Baca Juga: 15 Lukisan Termahal Sepanjang Masa
4. S. Sudjojono: Di Depan Kelambu Terbuka (1939)
“Di Depan Kelambu Terbuka”, karya S. Sudjojono dari tahun 1939, menjadi simbol penting awal modernisme senirupa Indonesia. Sudjojono menampilkan sosok perempuan yang duduk hening di depan kelambu, menciptakan tensi psikologis kuat antara kenyataan fisik dan ruang batin subjek. Selain itu, lukisan ini juga merupakan sebuah lukisan yang menggambarkan realita kehidupan pada zaman Hindia Belanda yang penuh dengan penderitaan akibat adanya penjajahan. Kemiskinan dan kebodohan merajalela karena para golongan priyayi dan orang-orang kaya sajalah yang bisa mengenyam bangku pendidikan sekolah.
Teknik realisme yang ia gunakan bukan sekadar sekadar meniru wajah dan postur, melainkan berusaha mengekspresikan kondisi jiwa. Tekstur cat yang tebal dan warna earthy tone membawa kesan keterhubungan manusia dengan alam dan akar budaya. Lukisan ini mencerminkan semangat kelompok PERSAGI yang ia dirikan untuk menekankan ekspresi asli seniman atas realitas lokal. Alur visual yang sederhana namun dalam membuat penonton diajak merenungi nilai-nilai kehidupan warga Indonesia kala itu. Karya ini, oleh karenanya, dapat disebut sebagai pertemuan antara estetika personal dan kesadaran sosial yang penuh keberanian pada zamannya.
5. Basoeki Abdullah: Pantai Flores (1942)
Dalam dekade 1940-an, Basoeki Abdullah menghadirkan lanskap alam Indonesia dalam karya-karya realistik dan romantis. Lukisan Pantai Flores”pun hadir untuk menampilkan pemandangan dramatis antara tebing nan indah dan laut bergelombang yang dilukis dengan sapuan halus dan pencahayaan magis. Warna-warna lembut biru laut, hijau kehijauan pohon, serta semburat jingga matahari menandakan keindahan alam Nusantara yang megah dan damai. Basoeki berhasil menciptakan suasana nostalgia dan keagungan alam sekaligus. Teknik realistis yang ia gunakan menunjukkan kedalaman pengamatan dan keahlian kuas yang sangat mahir. Lukisan ini mencerminkan spirit era awal kemerdekaan yang ingin menegaskan identitas tanah air melalui keindahan alam yang otentik. Karya ini kemudian dikoleksi oleh museum dan figur publik, mengukuhkan Basoeki sebagai pelukis lanskap romantik berkelas tinggi.
Baca Juga: Mengenal Basoeki Abdullah Lewat 14 Karyanya di Galeri Indonesia Kaya
6. Ahmad Sadali: Kaligrafi (1977)
Ahmad Sadali, sebagai pelopor seni abstrak spiritual, menyajikan karya Kaligrafi pada dekade 1970-an sebagai ekspresi baru estetika religius dalam konteks modern. Lukisan ini memadukan bentuk geometris dan sapuan abstrak dengan lembaran emas, menciptakan harmoni visual antara modernitas dan tradisi Islam. Unsur kaligrafi tidak melulu berbentuk huruf, tetapi terintegrasi sebagai simbol spiritual melalui komposisi dan warna. Ketebalan cat dan tekstur kasar yang tampak pada permukaan menambah kedalaman visual dan nuansa meditatif. Sadali menggali filosofi Timur Tengah dan Nusantara sehingga mampu mewujudkan karya yang lebih dari sekadar tampilan tetapi sebagai ruang reflektif yang indah. Melalui lukisan ini, ia pun membuka wacana baru di kalangan seniman Indonesia untuk bereksperimen dengan karya konseptual yang mendalam. Kaligrafi menjadi tonggak penting bagi perkembangan seni abstrak religius di Indonesia dan menegaskan identitasnya dalam sejarah seni rupa bangsa.
Setiap lukisan di atas menegaskan bagaimana pilar-pilar seni rupa Indonesia dibangun mulai dari sentimen nasionalisme dan kritik kolonial, pembangkit emosi personal, pengharmonisasian budaya, hingga pencarian spiritual modern. Para seniman ini bukan hanya pencipta visual, tapi juga pencerita zaman dengan bahasa warna, bentuk, dan ekspresi yang luar biasa.
