
Setelah puas menjelajah dan melihat wewangian langsung di pusatnya yaitu, Grasse, eksplorasi Bazaar terus berlanjut dalam misi untuk berkenalan lebih dalam koleksi terbaru persembahan label parfum lokal Alchemist. Dibuat dan diracik langsung di kota parfum dunia, kami berkesempatan untuk berbincang secara eksklusif dengan ketiga mastermind yang menjadi sosok terciptanya koleksi Les Classiques. Mari simak wawancaranya:
BACA JUGA: Menjelajah Kota Parfum Dunia, Grasse Bersama Alchemist untuk Koleksi Parfum Terbarunya

“Saya ingin Anda merasakan sensasi bebas, untuk bisa bermimpi, dan merasa seperti diselimuti kenyamanan.”-Paul Guerlain
Harper's Bazaar Indonesia (HBI): Langkah mana yang lebih dulu saat menciptakan wewangian baru: menentukan konsep atau material?
Paul Guerlain (PG): It depends. Sebenarnya tidak ada pakemnya. Terkadang saya terinspirasi oleh bahan tertentu lalu baru mengeksplorasi berbagai aspeknya. Di lain waktu, saya memulai dengan visi atau emosi yang ingin saya ekspresikan, lalu menemukan bahan yang tepat untuk menyampaikan perasaan itu.
HBI: Dapatkah Anda berbagi inspirasi di balik {10} Cachemire? Bagaimana proses kreatifnya?
PG: Untuk {10} Cachemire saya tidak memulai dari material tapi sebaliknya, saya memulai dengan perasaan yang ingin saya bangkitkan—sesuatu yang ingin dilestarikan, intim, dan lembut tetapi juga menenangkan. Dari sana, saya kemudian mencari bahan yang tepat dan menemukannya dalam material: cedarwood, jeruk, dan pink pepper untuk menangkap esensi itu. Saya fokus menciptakan formula yang sangat alami dan sederhana dengan menggunakan tidak lebih dari 15 komponen. Saya ingin menyederhanakannya hingga ke hal-hal yang inti saja.
HBI: Dari sudut pandang Anda, apa yang membuat {10} Cachemire unik?
PG: Kesederhanaannya. Saat ini, banyak wewangian yang sangat kompleks dan penuh lapisan. Meskipun {10} Cachemire menawarkan nuansa sophisticated, namun disatu sisi juga tidak terlalu rumit. Pesan dan idenya jelas dari awal. Selain itu, kualitas bahan dan keterampilan di baliknya juga luar biasa. Craftsmanship seperti ini langka dan benar-benar mengelevasi aromanya. Sebagai seorang kreator, merupakan suatu keistimewaan untuk bisa bekerja dengan bahan-bahan berkualitas tinggi seperti yang ada di Atelier du Parfumeur IFF.
HBI:Apa yang Anda harapkan akan pengguna rasakan saat menggunakan {10} Cachemire?
PG: Saya ingin Anda merasakan sensasi bebas, untuk bisa bermimpi, dan merasa seperti diselimuti kenyamanan. Pada saat yang sama, saya ingin mereka merasa percaya diri. Wewangian khas harus membuat Anda merasakan: "Ya, saya merasa cocok dengan ini." Itulah yang ingin dicapai lewat kreasi saya untuk Alchemist ini.

“Tidak ada benar atau salah, the possibilities are endless.”-Kristina Dineko
HBI: Apa wewangian pertama yang membuat Anda jatuh cinta?
Kristina Dineko (KD): Aroma pertama yang membuat saya jatuh cinta adalah Poison dari Christian Dior. Tumbuh besar di Uni Soviet, saya tidak memiliki akses ke banyak parfum. Ibu saya entah bagaimana berhasil mendapatkan parfum ini. Ia kemudian menyimpannya di lemari dengan pintu kaca, tepat di samping kacamatanya. Ia hanya akan menggunakannya pada momen-momen khusus di mana ia akan berdandan dengan cantik. Bagi saya, itu menjadi kenangan akan penampilannya yang elegan. Setelah selesai berias, ia akan menyemprotkan parfum ini dan aromanya dapat bertahan selama berjam-jam. Poison adalah wewangian yang berani, kaya, dan sophisticated. Parfum ini memancarkan rasa percaya diri dan meninggalkan kesan seolah Anda seperti wanita tercantik saat mengenakannya.
HBI: Mari kita bahas kreasi parfum Anda untuk Alchemist. Apa inspirasi untuk kedua parfum yang Anda ciptakan?
KD: Untuk kedua wewangian ini, konsepnya adalah menciptakan sesuatu yang sophisticated dan elegan dengan kualitas premium. Setiap wewangian memiliki arah yang berbeda, tetapi keduanya disatukan dalam satu benang merah yang sama yaitu, berpusat pada aroma musk.
Untuk wewangian pertama yakni, {11}Musc Laiteux, inspirasi awalnya berangkat dari hidangan penutup sticky rice yang hadir dalam berbagai interpretasi di berbagai budaya, terutama di kawasan Asia Tenggara. Bahan-bahan utama seperti beras dan susu menciptakan dasar yang lembut dan menenangkan. Selain itu, saya juga menggunakan orris, bahan alami yang mewah yang menghadirkan semilir aroma buah dan nuansa kayu. Orris berpadu indah dengan musk, menciptakan komposisi aroma yang kaya dan elegan. Untuk mengontraskan kelembutan musk, saya lalu menambahkan bunga jeruk yang menghadirkan sisi segar.
Sedangkan untuk {12} Musc Vanille, saya ingin mengeksplorasi keindahan dari vanila. Namun bukan hanya rasa manisnya, tetapi juga kompleksitas dari biji vanila itu sendiri lengkap dengan sentuhan smokey-nya. Idenya adalah untuk menciptakan aroma yang adiktif namun sophisticated. Saya memadukan vanila dengan kayu putih dan sedikit dupa untuk meningkatkan kedalamannya. Untuk menambah tekstur, saya menambahkan elemen kelapa yang halus. Meskipun musk secara alami sudah lembut, lapisan kelapa sukses menambahkan dimensi yang unik. Saya kemudian menyeimbangkannya dengan aroma bunga untuk menyempurnakan dasar dari vanila dan musk. Terakhir, saya juga menambahkan black dan pink pepper untuk kesegaran yang kontras.
HBI: Bagaimana Anda membuat parfum yang sesuai dengan iklim Indonesia?
KD: Setelah tinggal di Singapura selama tiga tahun, saya familier dengan iklimnya yang mirip dengan Indonesia. Kuncinya adalah menciptakan wewangian yang terasa bersih dan tahan lama tanpa terlalu meninggalkan jejak manis atau lengket. Musk sangat cocok untuk ini, memberikan kesan segar dan bersih sekaligus tetap ringan dan nyaman dipakai dalam cuaca lembap. Tujuannya adalah untuk menawarkan wewangian yang menyegarkan dan nyaman, bahkan saat di penghujung hari yang melelahkan.
HBI: Bisakah kedua parfum ini dipadukan? Jika iya, apakah Anda dapat merekomendasikan teknik khusus untuk pengaplikasiannya?
DK: Ya, keduanya bisa dipadukan. {11} Musc Laiteux dan {12} Musc Vanille memiliki dasar aroma musk yang lembut dan hangat, sehingga keduanya dapat saling melengkapi. Yang satu lebih beraroma bunga, sedangkan yang lain lebih kuat dan beraroma musk. Anda bisa memulai dengan wewangian berbasis vanila dan melapisi wewangian kedua di atasnya, atau sebaliknya, tergantung dengan selera. Intinya tidak ada benar atau salah, the possibilities are endless.

“Bagi saya, menciptakan wewangian seperti mendesain ruang…”-Shinichiro Oba
HBI: Bagaimana awal mula ketertarikan Anda pada dunia wewangian?
Shinichiro Oba (SO): Fun fact, latar belakang saya awalnya justru berangkat dari bidang kimia. Namun kini sebagai seorang ahli parfum, yang paling membuat saya terpesona adalah sisi artistik yang dipadukan dengan sains. Perpaduan ini juga dapat Anda temukan dalam arsitektur, tetapi wewangian adalah sesuatu yang unik. Yang membuat saya terpesona adalah sifatnya yang tak kasat mata. Dalam kebanyakan bentuk seni, Anda dapat melihat hasil akhirnya, tetapi dengan parfum Anda tidak dapat melihatnya tetapi hanya dapat merasakannya. Sebenarnya ini mirip dengan musik, keduanya adalah seni yang tidak terlihat yang justru membuatnya sangat menarik dan memikat. Bagi saya, menciptakan wewangian seperti mendesain ruang, itulah konsep dan cara saya memandang wewangian.
HBI: Dari mana Anda biasa mendapatkan inspirasi?
SO: Saya dapat menemukan inspirasi di mana saja. Misalnya, saya pernah mengunjungi beberapa galeri seni yang ada di Jakarta. Bahkan hal-hal sederhana seperti menyantap jajanan kaki lima, seperti satai dengan aroma asap dan kompleksitas sausnya dapat memantik ide. Ini bukan hanya sekadar tentang “smokiness”, tetapi juga tentang lapisan pengalaman seperti rasa, bau, dan suasana. Jadi, inspirasi bisa datang dari mana saja dan apa saja. Saya mencoba untuk tetap berpikiran terbuka, mengamati, menafsirkan, dan kemudian menerjemahkan pengalaman tersebut ke dalam karya saya.
HBI: Anda bercerita bahwa Anda mencoba untuk sebisa mungkin memasukkan sentuhan Jepang dalam kreasi Anda. Bisakah Anda menjelaskannya lebih lanjut?
SO: Saya tidak memaksakannya, tetapi wewangian ini memiliki sedikit pengaruh Jepang. Pendekatan saya melibatkan penciptaan sesuatu yang abstrak. Alih-alih menambahkan lebih banyak elemen pada komposisinya, saya justru fokus pada penyederhanaan hingga ke hal-hal yang esensial. Ini tentang menghilangkan hal-hal yang berlebihan, menyeimbangkan kembali, dan mempertahankan hanya elemen yang diperlukan. Pendekatan ini berakar kuat pada estetika Jepang yang mengagungkan minimalis dan keindahan pada kesederhanaan. Meskipun saya belajar wewangian di Prancis, jati diri saya tetap ada di Jepang dan esensi budaya itu selalu ada dalam diri saya. Saya harap kreasi saya mencerminkan perpaduan jiwa Asia dan inovasi Prancis.
HBI: Bila {13} Bois Et Musc adalah sebuah karya seni, kira-kira akan seperti apa visualnya?
SO: Saya membayangkannya sebagai sesuatu yang monoton, seperti sebuah bangunan minimalis. Ini mengingatkan saya pada gaya arsitektur Tadao Ando, arsitek Jepang yang terkenal dengan guratannya yang presisi, sederhana, serta keseimbangannya. Wewangiannya terasa seperti beton—terstruktur dan minimalis, tetapi sangat menggugah. Di Indonesia yang beriklim lembap, saya berharap wewangian ini dapat menawarkan sesuatu yang baru. Wanginya tahan lama, sensual, dan modern. Semoga orang-orang yang mencobanya akan jatuh cinta padanya.
BACA JUGA:
8 Cara Menyimpan Parfum Agar Tetap Wangi dan Tahan Lama
Cara Memilih Parfum Beraroma Lembut yang Tidak Menyengat dan Rekomendasinya
(Foto: Courtesy of Alhcemist)