Type Keyword(s) to Search
Harper's BAZAAR Indonesia

Para Diva Pop Menyelamatkan Grammy

Upacara 2025 adalah yang terbaik yang telah kita saksikan dalam waktu yang lama, berkat bintang-bintang wanita baru.

Para Diva Pop Menyelamatkan Grammy
Foto: Courtesy of BAZAAR US

Sebagai seseorang yang bekerja dengan menulis tentang para selebriti Hollywood, saya harus menonton banyak acara penghargaan. Dan maksud saya, banyak.

Selama lima tahun terakhir, hampir tak satu pun ajang Oscars, Grammys, atau bahkan VMAs luput dari radar saya. Jangan kutip sihir kuno itu kepadaku, karena aku ada di sana ketika Jo Koy gagal total dengan monolog Golden Globes-nya, ketika Will Smith menampar Chris Rock, ketika Ariana DeBose "melakukan hal itu." Meskipun acara penghargaan jelas tidak kekurangan momen yang berkesan (dan bisa dijadikan meme), mereka tetap berjuang untuk mempertahankan minat publik, dengan jumlah penonton yang terus menurun dari tahun ke tahun. Itulah yang membuat Grammys 2025 begitu mengesankan.

BACA JUGA: 20 Penampilan Favorti Bazaar di Grammy Awards 2025

Digelar pada Minggu malam di Crypto.com Arena, Los Angeles, acara tahunan Grammy Awards ke-67 terasa seperti jalur produksi bintang, menampilkan calon ratu pop bersama para legenda industri. Shakira berhenti di tengah penampilannya untuk memeluk Beyoncé. Alicia Keys ikut menyanyikan “Pink Pony Club” milik Chappell Roan. Taylor Swift dan Cynthia Erivo memberi ruang bagi monolog Trevor Noah. Namun, kekuatan bintang saja bukanlah hal paling penting malam itu. Dengan setiap gramofon emas yang diserahkan, terjadi perubahan suasana. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, saya merasa sedang meliput sebuah acara penghargaan yang benar-benar ... terasa menyenangkan?

Itu sebagian besar berkat para wanita di Grammys. Tanpa artis seperti Sabrina Carpenter, Doechii, Chappell Roan, dan Charli XCX yang merilis album-album luar biasa sepanjang 2024, malam terbesar dalam industri musik itu mungkin akan berlalu begitu saja, terpinggirkan ke dalam bayang-bayang sirkuit penghargaan lain yang tak terlalu berarti.

Sebaliknya, yang kita dapatkan adalah jenis acara penghargaan yang ingin saya ceritakan kepada anak-anak saya 10 atau 15 tahun dari sekarang. Ya, saat Chappell bernyanyi di atas kuda merah muda raksasa sambil dikelilingi badut rodeo mimik? Saya menontonnya secara langsung. Atau: Doechii dengan santainya melakukan backflip di tengah lautan penari latar berbalut Thom Browne? Ya, saya ada di sana. Kombinasi Doechii, Chapelle, dan Sabrina malam itu benar-benar menggetarkan: rasa lapar dan gairah mereka terhadap seni terasa begitu kuat, bahkan melalui layar.

Tak bisa diabaikan pula bahwa sebagian besar kemenangan malam itu diraih oleh wanita. Selain “Not Like Us” dari Kendrick Lamar, hampir semua yang memegang mikrofon di atas panggung adalah para wanita yang dengan berani menggunakan platform mereka untuk mengangkat isu-isu penting. Alicia Keys ikut serta dalam perdebatan DEI (Diversity, Equity, and Inclusion), mengecam gerakan politis yang menentang inisiatif keberagaman. Shakira mendedikasikan penghargaannya untuk para imigran, bersumpah akan membela mereka di tengah ancaman peningkatan deportasi di Amerika Serikat. Lady Gaga menyoroti hak-hak transgender, mengangkat komunitas yang berusaha disingkirkan oleh pemerintahan saat ini. Sementara itu, Chapelle menantang label-label musik besar dengan menuntut upah layak dan akses layanan kesehatan bagi para artis yang mereka kontrak.

Tentu saja, pencapaian terbesar malam itu datang dari Beyoncé. Banyak penonton menyaksikan pengumuman Album of the Year dengan rasa cemas yang mengganjal di perut, termasuk saya. Akankah penghargaan itu diberikan kepada Beyoncé, yang dengan jelas menargetkannya melalui album luar biasa yang mendobrak batasan genre? Ataukah Recording Academy akan tetap pada rekam jejaknya, menolak memberikan Album of the Year kepada seorang wanita kulit hitam, seperti yang telah terjadi selama lebih dari dua dekade? (Lauryn Hill memenangkan penghargaan ini pada 1999: selain dia, hanya Whitney Houston dan Natalie Cole yang pernah meraihnya.) Namun akhirnya, Academy memberikan pengakuan yang sebenarnya tidak pernah Beyoncé butuhkan, tetapi tetap layak ia dapatkan, dan kini Cowboy Carter resmi menjadi pemenang Album of the Year.

Belum lama ini, musim penghargaan terasa seperti sebuah peristiwa komunal, di mana hampir semua orang ikut menonton dan siap memberikan komentar mereka secara online. Meskipun semangat itu sempat meredup dalam beberapa tahun terakhir, Grammys 2025 membuktikan bahwa masih ada audiens untuk acara penghargaan. Mereka hanya menunggu kombinasi yang tepat, dan para diva, untuk menghidupkan kembali momen tersebut.

BACA JUGA:

Momen Canggung Taylor Swift dan Céline Dion di Grammy 2024

Semua Penampilan Karpet Merah dari Grammy 2024

(Penulis: Chelsey Sanchez; Artikel disadur dari: BAZAAR US; Alih bahasa: Hejira Rachmanto; Foto: Courtesy of BAZAAR US)