Melestarikan tradisi bukan sekadar menjaga masa lalu, tapi memastikan budaya tetap hidup di masa kini dan tulah yang dilakukan oleh Tobatenun melalui Tenun tradisional Batak. Setiap helai kain menyimpan keindahan sekaligus nilai budaya yang mencerminkan kekayaan warisan Batak. Selama tujuh tahun terakhir Tobatenun, sebuah wirausaha sosial yang berfokus pada pelestarian sekaligus revitalisasi Tenun tradisional bergerak untuk menjaga agar warisan ini tetap hidup, meneruskan cerita tentang budaya, tradisi, dan identitas masyarakat Batak ke era modern. Pelestarian budaya melalui Tenun Batak menjadi inti dari misinya, yakni menjembatani sejarah dan kreativitas masa kini.
BACA JUGA: Tenun dan Modest Wear Bersatu Dalam Koleksi Cita Raya: Hikayat
Untuk menandai tujuh tahun dedikasi, tahun ini Tobatenun menyelenggarakan rangkaian acara bertajuk Ugari yang berarti “budaya” dalam bahasa Batak Toba. Acara ini menghadirkan lima desainer Indonesia yang terdri dari Danjyo Hiyoji, Carmel Boutique, Amotsyamsurimuda, Qanagara, dan Eridani untuk merancang koleksi berbasis kain tenun dengan interpretasi kreatif masing-masing. Ugari menjadi wadah perayaan sekaligus kolaborasi antara tradisi dan desain kontemporer, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif berbasis wastra.
Kegiatan dibuka dengan sesi Ugari: Luhur yang menghadirkan temu media dan simposium untuk membahas Ulos Ragi Hidup, sebuah simbol warisan budaya yang sangat penting dalam tradisi Batak Toba. Kain ini tersusun dari berbagai teknik tenun tangan yang paling kompleks dan sarat makna. Dalam tradisi Batak Toba, Ulos Ragi Hidup menjadi lambang kehidupan dan hanya boleh dikenakan oleh mereka yang telah menuntaskan siklus hidup, yaitu orang tua yang telah memiliki anak dan anak-anak tersebut telah menikah, hingga memiliki cucu.
Acara ini juga menjadi momentum untuk memperkenalkan kembali Tobatenun Studio & Gallery yang berlokasi di Sopo Del Tower, Jakarta. Di sesi Ugari: Luhur, Eridani dan Carmel Boutique menampilkan koleksi mereka yang mengangkat tema Ulos Ragi Hidup.
Koleksi Eridani yang bertajuk "Tanatoba" menjadi penghormatan terhadap pesona Tenun Batak, menghadirkan nuansa warna earthy yang menenangkan seperti oranye gelap dan abu-abu lembut. Siluet desainnya menyerupai kimono yang merupakan pakaian tradisional Jepang dan memadukan teknik cutting, draping, serta elemen deconstruction untuk menciptakan bentuk yang modern namun subtil. Koleksi ini menampilkan sentuhan maskulin sekaligus mempertahankan kesan elegan. Ulos Sadum, Hiou Simakatakat, dan tenun hasil kreasi para perajin Samosi turut menjadi bagian dari koleksi ini, menciptakan keseimbangan harmonis antara inovasi fashion dan pelestarian tradisi.
Sedangkan Carmel Boutique menghadirkan pandangan baru terhadap Tenun Batak melalui koleksi bertajuk "Luruh Dalam Tenun". Setiap desain menceritakan kekuatan yang tersembunyi dalam kesunyian yang tersaji dalam bentuk mulai dari jaket oversized yang memadukan beragam kain Tenun Batak hingga vest yang menyeimbangkan tenun dengan warna merah muda dan tekstur beludru merah maroon. Siluetnya terstruktur namun tetap nyaman, mencerminkan harmoni antara ketegasan dan kelembutan, tradisi dan inovasi. Koleksi ini menegaskan bahwa Tenun Batak bisa tampil kontemporer tanpa kehilangan identitas tradisinya, di mana struktur yang tegas berpadu dengan kenyamanan untuk menciptakan desain yang kuat sekaligus anggun.
Acara berlanjut keesokan harinya melalui sesi Ugari: Borngin, yang berarti “malam” dalam bahasa Batak Toba, nama yang tepat karena kegiatan ini juga digelar pada malam hari. Tobatenun menyelenggarakan trunk show yang menampilkan koleksi dari Amotsyamsurimuda, Qanagara, dan Danjyo Hiyoji, menandai sesi kedua acara perayaan 7 tahun Tobatenun. Setiap brand mempersembahkan koleksi yang modern, wearable, dan berjiwa muda, termasuk eksplorasi kreatif dari potongan kain perca hasil produksi.
Amotsyamsurimuda menyatukan perca-perca kain Tenun Batak menjadi sebuah tampilan inovatif dan kreatif. Koleksi kapsul pria bertajuk Fuga: Sae Torus Sae Jadi, hasil kolaborasi dengan Tobatenun, memadukan siluet kemeja struktural dengan warna-warna ceria, sementara perca-perca Ulos dalam nuansa hijau pastel, biru, dan merah muda menambahkan kontras yang menarik. Selain kemeja, koleksi ini juga menghadirkan celana yang dirancang untuk dipadankan dengan atasan tersebut. Nama Fuga sendiri berarti “pelarian” dalam bahasa Latin, sebagai penghormatan terhadap perjalanan tradisi menuju ekspresi modern, sementara sae torus, sae jadi, sebuah peribahasa Batak, bermakna “kalau dibuat dengan baik, hasilnya pun akan baik”.
Lanjut ke koleksi Qanagara, ini mengingatkan kita pada era 1970-an dengan sentuhan gaya bohemia Barat namun tetap menonjolkan keindahan Tenun Batak. Koleksi ini menghadirkan nuansa yang sangat genderless lewat pilihanjaket dan rompi yang bisa dikenakan siapa saja, tanpa memandang gender. Terinspirasi dari Pulau Toba, tempat lahir warisan Tenun, koleksi ini menafsirkan ulang wastra tradisional dalam siluet modern. Kain satin reflektif berwarna merah, cokelat, dan magenta dipadukan dengan Tenun, menciptakan kontras antara tradisi dan gaya kontemporer. Penataan gayanya juga menekankan estetika bohemia melalui headscarf, kalung panjang, dan gelang emas besar.
Laras Muda 2025 menjadi judul koleksi Danjyo Hiyoji x Tobatenun yang memadukan semangat muda dengan tenun Batak. Palet warna yang dihadirkan lembut dan subtil, terinspirasi dari nuansa alam seperti biru langit, jingga bata, dan hijau daun. Meski bernuansa natural, desainnya justru kaya detail melalui potongan kreatif, patchwork dari kain perca, serta siluet yang menghadirkan kesan playful. Keunikan koleksi ini semakin ditegaskan lewat aksen pita pada kemeja, rok, jaket, hingga apron yang dipadukan dengan permainan layer yang memberi sentuhan edgy namun tetap ringan. Untuk penataan gaya, rambut model diikat sederhana dan dihiasi pita senada dengan busana, menciptakan tampilan yang harmonis. Secara keseluruhan, koleksi ini menghadirkan eksperimen berani dengan tenun Batak, namun tetap lembut melalui palet warna yang natural, menjaga keseimbangan antara modernitas dan tradisi.
Dalam rangka perayaan tujuh tahun berdirinya Tobatenun, pameran visual Ugari menampilkan rangkaian dokumentasi dan presentasi visual perjalanan Tobatenun sekaligus interpretasi estetika Tenun Batak. Pameran ini berperan sebagai jembatan antara warisan tradisi dan ekspresi kontemporer, memperlihatkan bagaimana tenun dapat terus relevan di masa kini.
BACA JUGA:
Batik dan Tenun Indonesia Karya Obin Komara Mendapat Penghargaan Internasional
Edward Hutabarat Gelar Fashion Show Autumn/Winter 2022 yang Kaya akan Kain Tenun Sumba
(Penulis: Emily Naima; Foto: Courtesy of Tobatenun; Edited by JM)