Terjadinya pandemi, menyentak setiap insan untuk tersadar pentingnya kesehatan sehingga berdampak pada meningkatnya frekuensi berolahraga di masyarakat. Bahkan, banyak sekali yang menjadi pencinta olahraga padahal tak pernah melakukannya sebelum pandemi berlangsung. Peningkatan aktivitas berolahraga tentu berkesinambungan dengan pertumbuhan industri sport bra dengan keuntungan mencapai 7 miliar juta dolar Amerika Serikat di seluruh dunia dengan evolusi desain yang tiada henti.
Mungkin selama ini, kita mengira kemunculan sport bra terjadi bersamaan dengan lahirnya bra untuk perempuan. Nyatanya, lahirnya sport bra memiliki sejarah tersendiri dan berkaitan dengan kebangkitan pemberdayaan perempuan yang mana sport bra adalah buah inovasi dari perempuan untuk perempuan.
Mengulik bra konvensional, bra masa kini yang kita kenakan sendiri merupakan inovasi yang disebabkan oleh kurangnya bahan metal di Perang Dunia I. Sebelum Perang Dunia I, wanita mengenakan korset untuk mengelevasi tampilan payudara mereka dan mengecilkan pinggang. Sayangnya, di setiap pembuatan korset dibutuhkan banyak material logam, yang pada saat itu menjadi bahan utama pembuatan amunisi senjata. Bra modern pertama sendiri mulai muncul pada tahun 1914 di Amerika Serikat dan diciptakan oleh Caresse Crosby. Saat itu Caresse menjahitkan dua saputangan dengan pita untuk ia kenakan sebagai bra dan membuat para wanita sekitarnya memesan hal yang sama melalui dirinya.
Jogbra karya Lisa Lindahl & Hinda Miller
Sport bra pertama: Jogbra
Kemunculan bra konvensional di tahun 1914, tentu sangat jauh dengan tahun di mana sport bra akhirnya diciptakan untuk wanita. Sport bra pertama justru lahir di tahun 1979, padahal olahraga yang didominasi oleh wanita seperti aerobik dan trampolin tengah populer sejak awal tahun 1970-an. Kecintaan para wanita terhadap olahraga pada saat itu tak didukung oleh bra yang benar-benar dapat mendukung ruang gerak mereka ketika berolahraga. Hal itu kemudian dirasakan oleh Lisa Lindahl, yang pada tahun 1977 berlari sepanjang 30 mil setiap minggunya dan merasa betapa bra konvensional tak dapat mendukung aktivitas atletik yang ia lakukan. Lisa kemudian mulai menyusun aspek apa saja yang dibutuhkan dari sebuah bra saat berolahraga, seperti tali bra yang stabil, material breathable, dan kompresi yang memadai untuk mencegah gerakan berlebih di bagian dada. Ia pun lalu mengajak kedua temannya yang lain dan menghasilkan beberapa prototipesebagai cikal bakal dari JogBra.
Kemunculan "The Enell"
Pada tahun 1980-an, seorang hair stylist bernama Renelle Braaten kesulitan untuk mencari sport bra yang sesuai dengan bentuk payudara miliknya. Ia pun lalu menciptakan sport bra sendiri dengan bahan yang tak begitu elastis dengan bagian belakang yang tertutup yang ia namakan “The Enell” dan akhirnya dirilis ke publik pada tahun 1992.
Evolusi sport bra yang memiliki jangka waktu panjang antar inovasi ke inovasi selanjutnya, turut diikuti oleh perbedaan pandangan terhadapnya yang turut berevolusi. Jika dahulu sport bra dianggap sebagai pakaian dalam, di era modern saat ini pemakaian sport bra sebagai atasan tanpa luaran merupakan suatu hal yang lumrah bahkan menjadi bagian dari tren mode. Sebut saja gaya para model off-duty seperti Kendall Jenner hingga Kaia Gerber yang mengenakannya tanpa luaran atau padanan sport bra dengan variasi bawahan di panggung runway rumah mode internasional menjadikannya sebagai benda mode yang pantas untuk dikenakan sebagai pengganti atasan
Perubahan pandangan terhadap sport bra
Sejarah perubahan pandangan sport bra dari pakaian dalam yang harus disembunyikan di balik atasan menjadi pantas untuk diperlihatkan datang dari aksi atlet Brandi Chastain, yang di tahun 1999 merayakan kemenangannya di Women’s World Cupdengan membuka atasan yang ia kenakan dan menunjukkan sport bra miliknya. Aksinya saat itu mengundang atensi sekaligus meningkatkan kesadaraan akan mengenakan sport bra pada saat berolahraga. Momen historis itu juga tak luput dari kritik masyarakat yang mengatakan betapa sport bra yang ia kenakan saat itu membosankan dan terlalu biasa.
Pentingnya desain sebuah sport bra
Tak bisa dihindari, hal tersebut turut memengaruhi performa berolahraga, “Memang kita harus mengenakan sport bra yang benar, tapi sport bra dengan desain atraktif juga memiliki pengaruh yang besar untuk memotivasi kita semua untuk berlatih lebih keras dan lebih baik lagi,” jelas Adinda Sukardi, atlet dan ambassador untuk Under Armour Asia Tenggara. Reaksi masyarakat tersebut lantas mengundang banyak perusahaan produsen sport bra untuk mengelevasi desain sport bra yang mereka produksi menjadi lebih atraktif seperti saat ini.
Selain unsur atraktif pada sport bra, keamanan untuk melindungi payudara adalah prioritas utama.
Mengapa? Dengan memilih sport bra yang tidak tepat, hal ini tak hanya mengganggu gerakan olahraga tetapi juga menyebabkan kerusakan pada tubuh ke depannya seperti rasa sakit di payudara dan kerusakan ligamen di payudara yang menyebabkan payudara turun dan timbulnya stretch marks. Riset pun telah dilakukan berkaitan dengan bahaya payudara yang tidak memiliki support yang tepat pada saat berolahraga, salah satu riset pernah dipublikasikan oleh seorang exercise scientist bernama LaJean Lawson yang mempelajari pergerakan payudara selama 33 tahun lamanya. Data yang ia kumpulkan lantas menjadi pelajaran berharga untuk banyak perusahaan produsen sport bra di awal kemunculannya. Sebuah studi di tahun 2018 dari Universitas Portsmouth di Inggris juga merilis informasi yang mana berolahraga intensitas tinggi tanpa sport bra dapat memanjangkan payudara sebanyak 2 cm.
Inovasi sport bra hingga kini
Saat ini, ada banyak penelitian berkaitan dengan payudara salah satunya datang dari label Lululemon yang menjadikan data dari Progressive Sport Technologies di Universitas Loughborough sebagai acuan saat akan melansir koleksi Enlite yang meminimalisir pergerakan payudara yang menyebabkan ketidaknyamanan. Diikuti oleh studi dari ahli kesehatan payudara Dr. Joanna Scurr dan University of Portsmouth di Inggris terhadap gerakan payudara kala berolahraga sekaligus bagian dari pengujian terciptanya UA Infinity Bra dari Under Armour. “Dari studi tersebut, Under Armour meninggalkan konstruksi sport bra tradisional dan menciptakan inovasi penyuntikkan busa dengan cairan demi menciptakan bentuk cup yang alami dan dapat menopang gerakan alami tubuh wanita,” ungkap Ade Maharani, Marketing Manager Under Armour Indonesia. Ada juga inovasi dari label Uniqlo yang melansir koleksi Bra Tanpa Kawat Aktif Square Neck yang menunjang kebutuhan wanita para pencinta olahraga. “Model ini dirancang khusus untuk keleluasaan bergerak dengan performa tinggi. Selain itu, pada dasarnya Uniqlo pun telah mengembangkan teknologi pembuatan bra dengan cup yang menyesuaikan perubahan bentuk tubuh dengan desain wireless untuk membuat penggunanya merasa bebas bergerak aktif dengan nyaman,” ujar Yulia Rachmawati, Public Relations Uniqlo Indonesia.
Uniqlo
Kebebasan bergerak akan meningkatkan performa fisik untuk sang pemakai yang mana penting untuk para atlet wanita. “Payudara wanita bergerak seperti angka delapan saat melakukan aktivitas olahraga, ketika payudara bergerak ke segala arah tanpa dukungan yang tepat hal ini seketika langsung membuat saya kehilangan kepercayaan diri,” ujar Adinda Sukardi yang kerap meletakkan dua jari di tengah lingkaran bagian payudara di sport bra sebagai acuan apakah sport bra tersebut memberikannya kenyamanan saat bernapas. “Tali sport bra tak kalah penting, semakin tebal tali akan semakin menjaga payudara apalagi untuk para wanita dengan payudara berisi. Selain tali, pilih juga cup yang fleksibel sehingga saat ukuran payudara berubah ketika menjalani siklus menstruasi, Anda tetap dapat mengenakan sport bra yang sama,” tutupnya.
Salah satu label activewear yang turut mementingkan hal tersebut adalah EA7 Emporio Armani yang mengedepankan training sport bra untuk lini Vigor7 dan Ventus7 mereka. Brand tersebut bahkan menciptakan dua lini untuk kebutuhan berbeda, Vigor7 didedikasikan untuk aktivitas intens, setiap potongan dan jahitan memprioritaskan area otot pada tubuh wanita untuk memberikan kebebasan, sementara itu Ventus7 diciptakan untuk mendukung gerakan aerobik sehingga dibuat dari material yang dapat tetap breathable saat melakukan olahraga aerobik.
Lalu, berapa sport bra yang perlu dimiliki oleh seorang wanita? Adinda Sukardi mengatakan dirinya melakukan aktivitas olahraga sebanyak 6 kali dalam satu minggu, yang membuat dirinya membutuhkan 6 sport bra atau lebih. “Namun, jujur saja, sebenarnya memiliki 2 macam sport bra sudah cukup. Miliki low medium support bra dan high support bra untuk mengakomodir intensitas berolahraga sesuai kebutuhan,” ucap Adinda yang menyebutkan bahwa UA Infinity lansiran Under Armour sebagai sport bra yang kerap ia kenakan karena dilengkapi inovasi kain yang ringan dan cepat kering setelah proses pencucian.
Foto: Courtesy of Adinda Sukardi, Under Armour, EA7 Emporio Armani, Uniqlo, National Museum of American History