Ada sebersit rasa sesal menusuk di hati setiap kali saya melihat unggahan foto loafers Gucci bertebaran di media sosial. Pasalnya, satu setengah dekade yang lalu ibu saya sempat menawarkan sepatu serupa untuk diturunkan kepada saya. Ketika itu saya langsung menolaknya mentah-mentah dengan alasan modelnya ketinggalan zaman. Siapa yang sangka loafers berpotongan kotak di bagian depan dengan chunky heels laksana sepatu polwan di era ‘90-an akan kembali trendi?
Beberapa musim terakhir ini, rancangan alas kaki yang terinspirasi dari desain vintage kian mewarnai panggung mode. Alessandro Michele jelas menjadi salah satu pelopor utama yang telah dengan berani memunculkan kembali arsip desain sepatu Gucci secara utuh tanpa membubuhkan banyak improvisasi atas nama nuansa modern.
Rasanya kita perlu angkat topi untuk Alessandro Michele karena ia telah sukses mengangkat loafers bersiluet kaku lengkap dengan elemen vintage Gucci yang (sejujurnya) tampak sangat lawas, namun memiliki daya tarik yang magis.
Tak ketinggalan, Karl Lagerfeld turut mengembalikan siluet vintage ke dalam koleksi sepatu Chanel. Saya sempat tercengang ketika pertama kali melihat reportase koleksi musim dingin 2015/2016, karena Karl Lagerfeld seolah ‘meminjam’ arsip Chanel dari puluhan tahun yang lalu dan memamerkannya lagi ke perhelatan runway modern.
Sepatu slingback court bersiluet almond toe, dengan aksen two tone di bagian ujung yang telah menjadi ciri khas sepatu Chanel (ya, Coco Chanel adalah inventor desain ini), kemudian disempurnakan dengan hak rendah yang bersahaja namun memiliki impak yang sama mantapnya dengan hak stiletto.
Baca juga: Apakah Sepatu Hak Tinggi Mempengaruhi Penampilan Anda?
Sekilas memang tampak seperti sepatu warisan nenek, namun justru nostalgia pesona fashion vintage inilah yang ingin diketengahkan baik oleh Karl Lagerfeld maupun Alessandro Michele.
Nostalgia sepatu berdesain vintage masih terus berlanjut dan bahkan semakin kuat di tahun 2017. Untuk musim panas kali ini misalnya, Marni dan Joseph memunculkan kembali sepatu berpotongan maskulin yang kaku dan tegas, persis seperti yang sempat hit di era Victoria (sepatu oxford untuk wanita pertama kali dikenalkan di zaman ini), ‘70-an, akhir ‘80-an, dan ‘90-an.
Namun bila Anda cermati siluetnya dengan seksama, kini tiap lekuknya terlihat lebih luwes mengikuti anatomi kaki. Karena apabila di jaman dahulu perempuan rela menyiksa kakinya sendiri dengan sepatu yang tak nyaman dipakai, sekarang faktor ergonomi justru menjadi perhatian khusus bagi perempuan modern.
Sehingga, sepatu unisex klasik ini tak hanya mampu memberikan isyarat gaya boyish modern yang sedang musim, namun juga menyiratkan pesan bahwa perempuan modern tak lagi mau dijajah oleh alas kakinya sendiri. Sepatu oxford dan loafers pun keluar sebagai salah satu opsi paling versatile sepanjang jaman.
Model lain yang juga banyak diadaptasi dari tren masa lampau (selain court shoes dan mules) adalah sepatu berujung persegi dengan chunky heels yang agak melekuk di bagian dalam serta material kulit buaya bertekstur timbul, seperti yang disuguhkan oleh Mulberry dan Margiela. Kemudian, sepatu berujung lancip dengan kitten heels super mungil juga ikut menjustifikasi kembalinya kejayaan sepatu bertemakan vintage.
Namun satu elemen lawas yang paling banyak diadopsi oleh berbagai label mode justru terletak pada bagian haknya, yakni sculptured medium heels. Loewe, Miu Miu, Sportmax, hingga Dior, bersama-sama mengaplikasikan keunikan curvy heels pada ragam lansiran sepatu musim panas mereka.
Semakin dramatis lengkungan hak yang dikreasikan, semakin kental pula nuansa vintage yang dihasilkan. Rasanya kita sudah terlalu lama hanyut dalam gempuran sepatu berhak runcing, platform, dan sneakers. Sehingga ketika hak melekuk ini kembali ke panggung mode, ia membawa gelombang nostalgia yang hebat.
Tendensi semacam ini membuat kita seolah dapat mereka ulang indahnya nostalgia panorama fashion di masa lampau. Bahkan barangkali kita bisa membayangkan sosok ibu maupun nenek kita melenggok luwes dengan sepatu sejenis di eranya. Sekarang giliran kita untuk tampil stylish mengenakannya, dan 10 atau 20 tahun kemudian giliran anak cucu kita. Siapa tahu?
Baca juga: Memakai Sepatu Boots di Indonesia. Relevankah?
(Layout: Ika Wahyuni. Foto: Glenn Prasetya - Studio 47, Caroline Cox (2012), IMAXTREE.COM/Alessandro Viero, IMAXTREE.COM/Matteo Valle, IMAXTREE.COM/Matteo Volta, dok. Bazaar)