Industri fashion sudah berkali-kali bertransformasi secara dramatis dalam beberapa dekade terakhir. Dua pendekatan dominan yang muncul sebagai pilar utama adalah fast fashion dan slow fashion.
BACA JUGA:MORAL Memikat Harbin Fashion Week 2024 dengan Koleksi Transmutasi II
Keduanya mencerminkan pandangan yang berbeda terkait produksi, konsumsi, dan dampak pada lingkungan. Lewat artikel ini mari kita eksplorasi lebih lanjut tentang fast fashion dan slow fashion, serta implikasi mereka dalam masyarakat modern.
Fast Fashion: Kilat, Massal, Tapi Apa Harganya?
Fast fashion, seolah menjadi mantra dalam industri pakaian modern, mengejar tren mode terkini dengan kecepatan kilat. Proses produksinya yang cepat memungkinkan perusahaan untuk merilis koleksi baru dengan sangat sering, mendorong konsumen untuk selalu ingin memiliki barang terbaru yang bersifat trendi. Harga yang terjangkau menjadi daya tarik utama fast fashion, membuatnya dapat diakses oleh berbagai lapisan masyarakat.
Namun, di balik kecepatan bak cahaya itu juga tersembunyi dampak pada lingkungan yang signifikan. Proses produksi yang cepat menghasilkan limbah tekstil yang besar dan polusi air yang merugikan. Pemanfaatan bahan murah dan kondisi kerja yang seringkali kurang etis juga menimbulkan pertanyaan tentang keberlanjutan dan tanggung jawab sosial perusahaan.
Tahukah Anda bahwa limbah fashion merupakan penyumbang sampah kedua di dunia? Sebanyak 92 juta ton sampah tekstil setiap tahunnya dibiarkan begitu saja sehingga menumpuk. Ada juga yang dibuang ke laut sehingga terjadinya pencemaran mikroplastik pada lingkungan dan biota laut. Ini belum seberapa. Banyak riset yang sudah menyatakan kalau makanan sehari-hari Anda sudah pasti terkontaminasi mikroplastik.
Slow Fashion: Berkelanjutan
Sedangkan slow fashion yang berdiri di sudut yang berlawanan menawarkan pendekatan yang lebih berkelanjutan dan bertanggung jawab. Fokus utamanya tertuju pada produksi yang terbatas, dan model busana yang klasik dan timeless. Menjadikan fashion item yang versatile. Kualitas juga "naik kelas" karena slow fashion menjunjung tinggi durability dari produk-produknya. Menawarkan umur pakai yang lebih panjang daripada produk fast fashion.
Tidak semurah produk fast fashion yang diproduksi secara berlebihan. Harga yang lebih tinggi pada produk slow fashion mencerminkan kualitas bahan dan proses produksi yang lebih baik. Perusahaan slow fashion juga sering mengutamakan etika kerja, memberikan pembayaran yang adil kepada pekerja dan menciptakan kondisi kerja yang lebih baik.
Pilihan Konsumen dan Perubahan Menuju Kebijakan Berkelanjutan
Pilihan antara fast fashion dan slow fashion semakin menjadi perdebatan yang hangat di kalangan konsumen. Di tengah kesadaran meningkat tentang dampak lingkungan dan etika produksi, semakin banyak individu yang beralih ke slow fashion. Mereka memilih untuk mendukung perusahaan yang berkomitmen pada keberlanjutan, menghargai kualitas daripada kuantitas, dan menyadari konsekuensi dari siklus mode yang terus berubah dengan cepat.
Industri pakaian pun mulai menanggapi permintaan konsumen untuk perubahan. Beberapa perusahaan fast fashion mulai mengambil langkah-langkah untuk mengurangi dampak lingkungan mereka, sementara brand-brand slow fashion semakin mendapat tempat di pasar.
Dalam perbandingan antara fast fashion dan slow fashion, brand-brand terkemuka, seperti Balenciaga dan Stella McCartney, telah menonjolkan komitmen mereka terhadap keberlanjutan melalui pendekatan inovatif.
Balenciaga, melalui koleksi musim Spring/Summer 2024, tidak hanya mengeksplorasi keberlanjutan melalui desainnya yang inovatif tetapi juga dengan penekanan khusus pada upcycling. Rok A-line panjang dan gaun daur ulang dari toko vintage menjadi sorotan, menandai langkah maju dalam memperhatikan dampak lingkungan melalui produksi mode.
Di lain sisi, desainer yang "lahir" di Central Saint Martins (bagian dari Univesity of The Arts London), Stella McCartney terus menjadi pelopor label eco-friendly, memperkenalkan bahan inovatif seperti kulit jamur dan kulit bebas plastik. Langkah terbarunya, penggunaan serat berbasis rumput laut dengan jejak karbon lebih rendah, mencerminkan komitmen pada inovasi yang ramah lingkungan dan keseimbangan antara mode dan keberlanjutan.
Melalui langkah-langkah inovatif ini, Balenciaga dan Stella McCartney membuktikan bahwa keberlanjutan dan mode dapat saling melengkapi. Keduanya membuka jalan untuk konsumen yang semakin sadar akan dampak lingkungan untuk mempertimbangkan pilihan mereka dengan lebih bijak.
Dalam perbincangan tentang fast fashion dan slow fashion, peran pemimpin industri seperti Balenciaga dan Stella McCartney menjadi krusial. Mereka tidak hanya menciptakan tren, tetapi juga menggiring industri menuju masa depan fashion yang lebih ramah lingkungan dan beretika. Dengan demikian, konsumen dihadapkan pada pilihan untuk mendukung perubahan positif melalui pembelian yang lebih sadar. Seiring berjalannya waktu, harapan adalah bahwa keberlanjutan akan menjadi norma, bukan sekadar tren belaka. Selain itu, patut dipahami kalau masyarakat juga dapat memainkan peranan penting dalam menentukan tren atau arah industri fashion. Dengan menentukan pilihan yang lebih woke, bersama-sama kita dapat membentuk masa depan mode yang lebih baik dan tidak merugikan satu-satunya planet.
BACA JUGA:
Louis Vuitton Memperkenalkan Perhiasan yang Gender Netral
(Penulis: Riza Arya; Foto: Courtesy ofPexels)