Berekspresi? Yang pasti, seniman. Tidak ada batasnya bagi mereka. Mengobrol dengan seniman yang tidak bermain dengan kuas atau pixel, tapi jarum di atas kulit. Tattoo artists adalah definisi pendongeng modern yang mengartikan ulang keabadian. Dan bagaimana setiap titik menceritakan kisah dari sang pemilik tato.
BACA JUGA: Ternyata Indonesia Bisa Hasilkan Sutra Berkualitas Baik
Tato yang sempat dibisikkan secara tersembunyi kini menjadi pusat perhatian dalam dunia mode dan gaya hidup. Sebuah evolusi yang menunjukkan pergeseran. Mengobrol dengan tiga orang yang menggeluti dunia ini. ada Bit Bite (@bit.bite), Arie (@pilgrim_ttt), dan Lidya Adventa (@ladvtattoos). Mereka mempunyai style masing-masing dan cara uniknya sendiri. Di sini, ketiganya berbagi pengalaman bagaimana tinta yang mereka inject secara permanen tidak hanya menunjukan desain semata, tapi juga membentuk sebuah mahakarya.
Interes Bit Bite bermula pada keinginannya untuk memiliki tato. Ia sendiri adalah seorang fine artist. Banyak disiplin seni yang ditekuni dalam perjalanannya sampai saat ini. Seperti ilustrasi, fine arts (oriental painting), dan documentary filmmaking. Ia memiliki rencana untuk menggabungkan semua bagian dari disiplin yang pernah dipelajari, termasuk tattoo, di bawah payung fine art. Kliennya juga beragam, mulai dari pekerjaan, kewarganegaraan, etnis, sampai masalah hidup. Mereka yang berusaha mengenal diri sendiri lebih jauh, mencoba menajamkan self-awareness dan emotional intelligence masing-masing.
Daripada hanya menyampaikan objek dan bentuk dari apa yang diinginkan, Bit Bite meminta calon kliennya untuk bercerita senyamannya. “Tell me your stories and I will make you a tattoo”. Ini juga menjadi hal terapeutik untuk kliennya. Indirect interpretation, begitu menggambarkan gayanya. Salah satu hal yang ia larang adalah klien mengirimkan karya tattooist lain sebagai referensi. Bit Bite hanya akan mengerjakan original style dirinya saja.
Bukan hanya cerita yang pada akhirnya Bit Bite tangkap, tapi juga energi, vibe, dan pembawaan calon klien. Ia membatasi diri dalam hal yang ia bisa fokus. Seperti contohnya motif dan tekstur original dari fine art painting yang dikembangkan sendiri dari hasil thesis Master’s degree bertajuk “Self-Consciousness Study Through the Empty Space and Expression of Clouds”. Riset yang ia lakukan juga masif, mulai dari scientific research, antropologi, art theory, language, sampai menonton video, hingga jurnal. “I filter my clients hard!,” ucapnya. Karena menato itu juga merupakan pertukaran energi dan aktivitas melelahkan. Tentu saja sebagai manusia, interaksi yang sefrekuensi sangatlah penting. “Art itu harus banyak buka mata, hati, dan pikiran,” ucapnya. Inspirasi bisa datang dari cerita klien, riset masif, alam semesta, teori filosofi dan psikologi, isu, pelajaran hidup yang pernah dialami, hingga dalam proses belajar. Tidak jarang Bit Bite menyelipkan easter eggs dalam karyanya. Sebuah harapan yang hanya diketahui olehnya dan pemilik tato.
Salah satu project yang sedang berjalan adalah Kang Kembang. Ini adalah project yang ia canangkan untuk melawan isu sosial dan toxic masculinity.
“Art is not just something pretty, it’s a communication tool that brings positive impacts”.
Sedangkan Arie, rasa keingintahuannya semakin hidup dari tato pertamanya. Arie adalah seorang desainer grafis yang sudah terjun dalam dunia seni sejak lama. Namun untuk menciptidakan karya yang dapat “dibawa” kemana pun itu sangat menarik baginya. Kliennya juga beragam, mulai dari para pekerja di industri kreatif hingga mereka yang menghargai seni dan desain. Semakin hari, ia semakin melihat bertambahnya klien dari industri teknologi dan juga pegawai kantoran. Dari sana, terbagi dari mereka yang merupakan tattoo collectors serta ada juga yang baru mau mendapatkan tato pertamanya. Benang merah yang memposisikan klien Arie adalah mereka datang dengan sesuatu yang berarti. Personal, simple, and stylish. But not too loud. Simpel dan presisi adalah dua kata yang mendeskripsikan gaya Arie. Ia memusatkan perhatiannya pada minimalism dan detail. Setiap tato menceritakan hal berbeda secara subtil.
“Like a whisper rather than a shout.”
Ada perbedaan pada permintaan yang ia terima dari tahun ketahun. Generasi yang lebih muda melihat tato sebagai natural extension dari identitas dan ekspresi diri mereka. Tato mereka banyak mencerminkan pengalaman pribadi. “Mereka tidak begitu khawatir dengan bagaimana itu dilihat dari luar. Untuk mereka, tato adalah seni, cerita, atau menghargai individualitas mereka masing-masing,” jelas Arie. Sedangkan mereka yang berumur lebih dewasa melakukan pendekatan terhadap tato dari sisi simbolis. “Major life events, honoring families, dan menghubungkannya ke tradisi dan warisan.” Dari cerita-cerita kliennya, Arie juga berkembang. Sendirinya, ia menyortir klien yang berani menaruh kepercayaan pada caranya berproses. Tidak ragu ia berkata tidak seandainya ia rasa kurang cocok.
Baginya, bekerja di industri ini harus disertai dengan keseimbangan. Termasuk dengan tren populer. Seperti fine-line dan micro tattoos yang sedang banyak diminati. Tidak hanya terbuka dengan style yang lain, Arie juga senang mengerjakannya. Apabila klien datang dengan ide yang berbasis tren, Arie mencoba untuk menggali mereka lebih dalam lagi. Mencari tahu apa koneksinya dengan desain yang dimaksud. Kemudian dari sana ia akan membuat hal unik yang menjadi respons terhadap ide awal tadi. “Making sure that tattoo reflects their individuality,” jelasnya. Tren selalu berganti, begitu juga permintaan dari klien. Dengan selalu menantang dirinya untuk selalu belajar teknik baru, Arie selalu up to date dengan apa yang sedang trendy. Sekaligus memperkaya dirinya untuk melebur tren, teknik baru, dengan visi artistiknya sendiri. Itulah yang menjadikan tato tersebut tidak lekang oleh waktu.
Tidak seperti Lidya yang ketertarikannya muncul karena wawancara dengan seorang seniman tato. Ia terkagum pada keseharian hingga kemampuan para tattoo artists berekspresi dan menjawab pertanyaan klien. Kliennya juga cukup bervariasi. Kebanyakan dari mereka berasal dari kota-kota besar di Indonesia dan juga turis. Perempuan jadi mayoritas klien Lidya. “Saya merasa garis tangan saya memang cenderung diapresiasi sebagai garis feminin. Studi saya juga berpengaruh besar pada ketertarikan akan simbol-simbol dan perhiasan,” ucap Lidya. Ia senang mencari tokoh-tokoh mitologis yang memiliki resiliensi yang begitu tinggi. “Femininity and masculinity bisa muncul dalam kadar yang seimbang. Dan ini tidak terbatas pada perbedaan gender pemilik tato. Namun lebih pada konsep karya tersebut.” Banyak kolektor tato seperti misalnya @ladvtattoos adalah laki-laki yang tidak takut melanggar nilai normatif maskulinitas dan sebaliknya.
“Tato adalah perwujudan resiliensi dan ekspresi diri.”
Secara style, Lidya termasuk ke color-packing dan blackwork ilustratif. Akan tetapi secara prinsip, ia juga merespon pada cerita-cerita kliennya, lalu ia visualisasikan dengan simbol atau esoteric element yang implisit. Setelah mengisi kuesioner, calon klien dan Lidya akan melanjutkan proses konsultasi. Ini menjadi bagian paling penting. “Karena ide-ide baru bisa muncul lewat chemistry yang saling ditukar saat konsultasi.” Lidya selalu berusaha mengembangkan skill yang ia miliki dengan cara aktif mengeksplorasi, serta mengajak kliennya untuk mencoba hal baru. Tentunya tetap pada pakem teknik tato yang benar dan yang ia sampaikan pada saat konsultasi. Secara personal, Lidya mendapatkan kesenangan tersendiri saat mengerjakan klien di usia yang lebih matang. “Tato tidak lagi menunjukan sisi rebel seseorang, tapi memberi makna pada fase hidup. Ini juga menjadi pengingat pada kemampuan daya juang. Tato tidak lagi dipandang pejorative apabila visualnya memang terasa kuat pada unsur dekoratif dengan pemaknaan mendalam,” tutup Lidya menjelaskan pandangannya terhadap industri tempatnya.
BACA JUGA:
Intip 5 Label Fashion Lokal yang Meleburkan Kain Tradisional ke Dalam Gaya Modern
Sudahkah Anda Mengenali Karakter Parfum Anda? Ini Tips Memilih Wewangian yang Tepat!
Baca artikel Pickup Beauty Bazaar yang berjudul "Seni Abadi" yang terbit di edisi cetidak Harper's Bazaar Indonesia - November 2024; Penulis: Sabrina Sulaiman; Disadur oleh: Anya Azalia; Foto: Courtesy of Bit Bite, Arie, Lidya Adventa