Selama ini kita hanya mengetahui negara di Asia yang dikenal sebagai penghasil serat dan kain sutra adalah Thailand dan India, namun nyatanya di beberapa daerah Pulau Jawa, Indonesia telah menghasilkan serat sutra berkualitas baik termasuk serat sutra eri.
Sebenarnya sutra ditemukan pertama kalinya oleh Permaisuri Leizu (Xi Lingshi) dari Tiongkok pada abad ke-27 SM (Sebelum Masehi). Namun, penemuan ini dirahasiakan dari seluruh dunia hingga jaman Dinasti Han yang membawa sutra dengan membuka jalur perdagangan sutra di tahun 206 Sebelum Masehi sampai tahun 220 Masehi.
Jalur Sutra Maritim dibuka melintasi Asia, menghubungkan dunia Mediterania, Afrika Utara dan Eropa termasuk India dan Jepang yang mempelajari ilmu serikultur dan segera berpartisipasi dalam monopoli produksi sutra di wilayah Timur. Seperti masyarakat di Tiongkok, para rakyat Thailand juga berpartisipasi dalam perdagangan maritim dengan daerah lain di sepanjang Jalur Sutra Maritim (Silk Road Trade Programme).
Bangkok, sebagai ibu kota Thailand dikenal sebagai Venesia dari Timur pada abad ke-19 Masehi karena jaringan rumit saluran air yang melintasi kota. Dapat disimpulkan hanya sedikit jalan raya pada tahun 1800-an Masehi sehingga penduduk kota melakukan perjalanan dan berdagang di sepanjang kanal atau khlong di sungai Chao Phraya, sungai utama di Thailand yang mengalir melalui Kota Bangkok.
Kebudayaan dan pengetahuan mereka yang berkembang dalam bidang pelayaran memungkinkan mereka berinteraksi dengan populasi lain selama bertahun – tahun. Interaksi internasional melalui perdagangan mempunyai pengaruh terhadap budaya dan masyarakat Thailand. Dengan memperluas pasarnya ke perdagangan komersial internasional, Thailand dipengaruhi oleh peradaban lain yaitu peradaban India. Melalui Jalur Sutra Maritim inilah Thailand dan India akhirnya dikenal sebagai salah satu produsen serat dan kain sutra terbaik hingga kini.
Salah satu serat sutra eri terbaik yang dihasilkan dari ulat sutra Samia Cynthia Ricini dibudidayakan oleh para petani ulat sutra di Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur. Petani ulat sutra yang mayoritas perempuan yakni ibu – ibu rumah tangga melakukan budi daya ulat sutra di rumah mereka menggunakan rangkaian kayu atau bambu sederhana tanpa biaya perawatan yang cukup tinggi.
Beberapa petani ulat sutra adalah binaan UMKM KaIND di Purwosari, Kabupaten Pasuruan yang berkolaborasi bersama untuk menghasilkan serat sutra eri berkualitas baik dipadukan dengan serat diolah menjadi benang kemudian ditenun menggunakan mesin tenun ATBM (alat tenun bukan mesin). TENCEL™ serat alami yang dipilih memiliki berbagai keunggulan seperti:
- Serat yang dapat dikembangkan secara berkelanjutan mampu meminimalkan jumlah waste dan konsumsi energi karena menggunakan closed-loop production.
- Serat yang dapat terurai kembali (Biodegradable).
- Serat yang diproses menjadi kain lembut dan sejuk di kulit sehingga sesuai bagi kulit sensitif, serta memiliki manajemen kelembaban yang baik menjadi anti bakteri.
- Serat yang memiliki retensi warna tinggi pada pakaian, sehingga membuat warna tidak cepat pudar.
Sesuai dengan konsep sustainability, serat ini mampu membuat pakaian lebih tahan lama karena memiliki fleksibilitas dan ketahanan yang tinggi dibandingkan serat lainnya.
TENCEL™ juga telah banyak digunakan sebagai bahan utama produk lifestyle selain fashion, seperti yang telah diproduksi oleh UMKM KaIND menjadi sarung bantal di sofa, sleep mask, tissue pouch, atau menjadi bahan tambahan untuk tas rotan, menjadi lapisan dalam tas.
Di sisi lain, keunggulan dari mesin tenun ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) dibandingkan mesin tenun modern adalah:
1. Dapat menciptakan motif timbul unik dua dimensi pada setiap lembar kain tenun, kain tenun yang dihasilkan juga lebih kuat dan tahan lama.
2. Bertujuan mendorong local empowerment dengan memberdayakan artisan tenun lokal serta mengangkat warisan budaya Indonesia.
3. Mendukung karya buatan tangan menjadi pendekatan baru kepada konsumen untuk memberikan nilai tambah suatu produk fashion atau lifestyle.
Tenun ATBM diproduksi dengan waktu cukup panjang karena memiliki kurang lebih 2000 benang yang harus diatur dalam satu alat tenun tidak seperti tenun mesin modern, sehingga kecepatan produksi menjadi inovasi disruptif untuk produk tenun ATBM.
Inovasi perpaduan kedua serat ini merupakan yang pertama di Indonesia yang diprakarsai UMKM KaIND bekerjasama dengan pabrik pemintalan benang di Bandung dan Tegal. Sehingga para petani ulat sutra eri setempat menciptakan lapangan kerja baru dan memberdayakan generasi muda di desa untuk meningkatkan keterampilan mereka akan budi daya sutra, tenun buatan tangan, batik tulis, dan teknik pewarnaan alam.
Berdasarkan tujuan – tujuan ini, Samuel Wongso, desainer tailored suits yang menjadi pelanggan para selebriti Indonesia tergerak dan berkolaborasi bersama Janet Teowarang, dosen akademik di Universitas Ciputra Surabaya dan praktisi di industri fashion, keduanya melakukan riset kemudian merancangnya untuk menghasilkan setelan jas wearable yang nyaman terbuat dari tenun ATBM sutra fabrikasi yaitu paduan serat sutra eri dan TENCEL™.
Saat berdiskusi, Samuel mengakui baru mengetahui adanya kain tenun ATBM sutra fabrikasi yang ternyata bisa digunakan untuk desain tailored suits (bespoke suits) karena bukan seperti jenis tenun ATBM tebal lainnya. Secara bahan juga tidak berkarakteristik seperti kain sutra pada umumnya yang halus dan memiliki rupa berkilauan.
Keunikan kain tenun ATBM sutra fabrikasi memiliki tekstur dua dimensi istimewa berupa motif timbul berlian atau susunan titik yang menjadi ciri khasnya. Samuel menambahkan kain tenun ATBM sutra fabrikasi ini lembut dan nyaman bisa digunakan polos atau dengan motif batik yang kontemporer. Menurut pengalaman Samuel ketika mengolah tenun ATBM sutra fabrikasi hasilnya menjadi bespoke suits serupa dengan bahan kain batik lainnya.
Namun, diperlukan ketelitian dan kecermatan tertentu saat proses memotong dan menjahit karena kain tersebut cukup tipis. Kain tenun ATBM sutra fabrikasi yang digunakan Samuel dan Janet bernama Ron Piwulang terdiri dari motif batik daun bambu berjatuhan dengan isen titik – titik dan pewarnaan alam biru muda.
Kemudian kain yang kedua bernama Lawai terdiri dari motif batik untaian benang tenun (lawai) dipadukan bersama motif taburan bunga krisan berwarna putih dan peach dengan isen cipratan dan pewarnaan alam indigo ungu. Samuel menjelaskan bespoke suits yang dibuat menggunakan ukuran dirinya dan istri, MJ Sehonanda Wongso dapat dipakai untuk iklim tropis dan subtropis karena karakteristik kain tenun ATBM sutra fabrikasi ini mampu menyerap keringat dengan baik juga tidak menghasilkan panas pada tubuh di musim panas atau kemarau.
Sedangkan di musim semi atau dingin mampu melindungi pengguna dengan baik karena serat TENCEL™ memiliki sifat mengatur suhu secara alami. Samuel juga mereferensikan beberapa merek kain – kain ternama di Indonesia sudah menyiapkan bahan berjenis Tropical Wool yang cocok untuk iklim tropis supaya memakai setelan jas tidak akan membuat kita menjadi gerah atau kepanasan.
Rekomendasi dari Samuel dan MJ untuk styling tailored suits dari kain tenun ATBM sutra fabrikasi bergaya formal dapat digunakan satu set jas dan celana agar kesan resminya terasa dan pesona Indonesia cukup kental. Jika untuk gaya casual dapat dipadukan secara terpisah misalnya jas dengan kaos polos dan sepatu sneakers.
Sebagai penutup, saya menyimpulkan hasil kerjasama dengan Samuel mewujudkan koleksi tailored suits dari tenun ATBM sutra fabrikasi telah membuktikan material ini dapat digunakan untuk berbagai jenis desain fashion termasuk pakaian tailored yang formal. Selain itu juga menepis pemikiran orang yang menganggap penggunaan bespoke suits hanya untuk acara tertentu karena panas dan tidak nyaman.
Harapan saya dengan mengangkat dan mengenalkan tenun ATBM sutra fabrikasi ke industri fashion nasional maupun global bisa memberikan kesempatan serat sutra Indonesia diterima di pasar global berupa tenun ATBM yang adalah salah satu Wastra Nusantara. Pengunaan tenun ATBM sutra fabrikasi yang dapat meluas di kalangan industri fashion nasional menjadi inisiatif kolaborasi antar pelaku industri.
Sumber referensi:
UNESCO. (n.d.). Did you know?: Thailand and the Maritime Silk Roads. Silk Roads Programme .
Martins , K. (2019, August 19). How an Adventure-loving American Saved the Thai Silk Industry . World History Encyclopedia .
Council, T. I. (2013 ). History of Indian Silk .
TENCEL™, L. (2013). TENCEL™.
(Foto: Courtesy of xxx)