Tren Vlog di Kalangan Anak Kecil

Bazaar menelusuri efek dari ambisi anak ingin menjadi seorang vlogger di era serba digital saat ini.



"Anak-anak kalau sudah besar nanti ingin menjadi apa?" Sebuah pertanyaan yang kerap dilemparkan seorang guru kepada muridnya. Lalu dengan semangat terdengar beragam jawaban dari kepolosan mereka, "YouTuber! Vlogger! Selebriti!" Menarik bukan? Bandingkan dengan angan-angan Anda di masa kecil yang kebanyakan ingin menjadi dokter, guru, polisi, atau pilot.


Lalu apa yang terjadi pada generasi anak saat ini? Terbukanya akses menjelajahi dunia maya sudah sangat luas untuk siapapun tanpa batasan usia, maka yang terjadi anak sudah mempunyai referensi idola sendiri. Apalagi kalau sang anak sudah terbiasa bermain dengan gadget yang dilengkapi fasilitas internet.

Apakah Anda termasuk orang tua yang mengizinkan sang anak berkutat dengan gadget? Simak penjabaran Bazaar bersama pakar psikologi Rosdiana Setyaningrum MPSi, MPHED, demi meraih pencerahan lebih dalam lagi terkait fenomena tersebut.

Dampak negatif:

1. Sasaran cyber criminal: anak-anak yang terekspos pada kegiatan video blogging atau vlogging rentan terhadap incaran pedofilia. Apalagi belum lama ini terbongkar sebuah komunitas perkumpulan pedofilia dalam jaringan grup di sebuah media sosial ternama. Ya, kejahatan cyber memang kerap tersamarkan namun nyatanya ada di depan mata Anda.

2. Objek cyberbully: tidak sedikit kasus bullying yang muncul ketika sang anak mengunduh video di media sosial. Apalagi pengguna media sosial kerap memakai identitas palsu sehingga sulit dilacak. Akibatnya, cyberbully yang diterima sang anak bisa membuatnya depresi dan mempengaruhi perkembangan mental.

Untuk mencegah hal-hal tersebut, Anda bisa turut mengawasi sang anak dengan menjadi follower akun miliknya dan mintalah mereka untuk menjadikan akunnya privat agar tidak semua orang bisa stalking setiap langkahnya.

3. Selain pertimbangan keamanan, vlogging juga mempengaruhi pembentukan karakter anak. Dalam dunia media sosial, jumlah like dan follower kerap dijadikan tolak ukur kesuksesan seseorang dalam menjadi seorang vlogger. Goal itulah yang di kemudian hari akan mendatangkan sifat superficial yaitu terbiasa mementingkan penilaian orang lain terhadap dirinya.


Dampak positif:

!. Kegiatan vlogging mengajarkan anak lebih kreatif, karena ia harus memikirkan konsep, menjelajahi ide menarik, merangkai artikulasi dalam berbicara di hadapan kamera agar viewer tertarik denngan isi dari video tersebut.

2. Membantu anak dalam hal penemuan diri, karena ketika ia sedang mencari ide, maka ia pun mulai memahami hal-hal yang disukainya untuk kemudian dikembangkan.

3. Untuk anak dengan usia remaja, vlogging bisa menjadi sarana untuk belajar mengenai produksi film, mengedit, presentasi, dan manajemen data yang berguna ketika dewasa nanti.


Baca informasi lengkapnya pada artikel Talking Point Harper's Bazaar Indonesia edisi November 2017 (Bazaar Junior Spesial), berjudul Lights, Camera, Vlog!

(Ilustrasi: Amna Oriana)