Aroma lilin yang menenangkan, parfum yang memikat, dan desain yang sangat ikonis. Inilah Diptyque, sebuah brand wewangian mewah asal Paris yang telah memikat hati para pencinta aroma di seluruh dunia. Lebih dari sekadar pengharum ruangan atau parfum biasa, Diptyque menawarkan pengalaman sensorik yang menggabungkan seni, sejarah, dan kemewahan.
BACA JUGA:29 Parfum Pria Terbaru dan Ikonis untuk Menampilkan Karakter Diri
Namun, di balik ketenarannya, tersimpan sejumlah fakta unik yang mungkin belum banyak diketahui. Perjalanan Diptyque, dari sebuah toko kecil di Paris hingga menjadi ikon parfum global, dipenuhi dengan kisah-kisah menarik dan filosofi yang menginspirasi. Mari kita telusuri lebih dalam dan ungkap rahasia di balik keunikan Diptyque.
1. Berawal dari Kolaborasi Seniman
Diptyque lahir dari kolaborasi tiga seniman dengan latar belakang berbeda: Christiane Gautrot, seorang desainer interior, Desmond Knox-Leet, seorang pelukis, dan Yves Coueslant, seorang desainer panggung teater. Pertemuan mereka di sebuah firma desain interior menuntun pada impian bersama untuk menciptakan ruang yang memadukan seni, keindahan, dan keunikan.
2. Toko Pertama: Butik, Galeri, dan Pusat Budaya
Pada tahun 1961, ketiganya membuka toko pertama Diptyque di 34 Boulevard Saint-Germain, Paris. Lokasi ini, yang masih beroperasi hingga sekarang, bukan sekadar butik parfum biasa. Diptyque mengusung konsep unik yang memadukan unsur butik, galeri seni, dan pusat budaya, menciptakan ruang yang merangsang imajinasi dan kreativitas.
3. Dari Kain Bermotif hingga Lilin Aromatik
Diptyque awalnya tidak menjual wewangian atau bahkan parfum. Pada mulanya tiga sekawan ini menjual aneka perabotan unik yang mereka kumpulan ketika mereka berpelesir keliling dunia. Produk pertama mereka adalah kain-kain bermotif unik yang mencerminkan kecintaan para pendiri pada seni dan estetika. Namun, pada tahun 1963, Diptyque meluncurkan tiga lilin aromatik pertama mereka yaitu Aubépine, Cannelle, dan Thé, yang mengubah pandangan dunia terhadap lilin, dari benda fungsional menjadi objek dekoratif dan sensorik.
4. L'Eau: Pelopor Parfum Uniseks
Lima tahun setelah kesuksesan lilin aromatik, Diptyque kembali menorehkan sejarah dengan merilis "L'Eau", eau de toilette pertama mereka. Terinspirasi dari resep potpourri abad ke-16, L'Eau menjadi pelopor parfum uniseks, menantang norma gender dalam dunia wewangian.
Dan yang juga tak kalah menarik adalah adanya imbuhan L'Eau atau dibaca: "O" pada setiap penamaan wewangian Diptyque, coba saja Anda sebut Do Son, Tempo, L'ombre, Orpheon, sampai Eau des Sens atau Eau Rose. Menarik bukan?
5. Logo Oval: Inspirasi dari Perisai Romawi
Logo oval Diptyque, yang dirancang oleh Desmond Knox-Leet, menjadi salah satu simbol paling ikonis dalam industri wewangian. Terinspirasi dari bentuk perisai penjaga Romawi dan motif "Prétorien"pada desain kain awal Diptyque, logo ini merepresentasikan kekuatan, perlindungan, dan keunikan.
6. Tipografi "Menari": Jejak Kriptografi Sang Pelukis
Desmond Knox-Leet tidak hanya merancang logo, tetapi juga menciptakan tipografi khas Diptyque. Gaya huruf yang "menari" ini mencerminkan latar belakang Desmond dalam kriptografi selama Perang Dunia II, menambahkan sentuhan misteri dan keunikan pada setiap label produk Diptyque.
7. Kolaborasi Seni dalam Setiap Aroma
Diptyque memiliki pendekatan artistik yang unik dalam menciptakan wewangian. Perfumer dan ilustrator bekerja sama untuk menerjemahkan setiap aroma ke dalam ilustrasi yang mencerminkan inspirasi di baliknya logo yang bisa Anda intip dari balik botolnya. Kolaborasi ini sukses menghasilkan harmoni antara aroma dan visual.
8. Ekspansi Global: Menjangkau Pencinta Kemewahan di Dunia
Diptyque telah berkembang pesat dari toko kecil di Paris. Kini, butik-butik mereka dapat ditemukan di berbagai kota besar di dunia, termasuk London, Tokyo, New York, dan Hong Kong. Ekspansi global ini membuktikan daya tarik Diptyque yang melintasi batas geografis dan budaya.
Toko Diptyque di London
Toko Diptyque di New York
9. Komitmen pada Keberlanjutan: Harmoni dengan Alam
Diptyque tidak hanya fokus pada estetika dan kemewahan, tetapi juga pada keberlanjutan. Mereka berkomitmen untuk menggunakan bahan-bahan alami dan ramah lingkungan, serta mengembangkan kemasan yang dapat didaur ulang. Langkah ini menunjukkan bahwa Diptyque peduli terhadap dampaknya pada lingkungan sekitar. Salah satu contoh dari komitmen ini adalah parfum Philosykos, yang terinspirasi dari pohon ara dan menggunakan ekstrak buah ara alami. Penggunaan bahan-bahan alami seperti ini tidak hanya memberikan aroma yang autentik, tetapi juga mencerminkan upaya Diptyque untuk mengurangi penggunaan bahan-bahan sintetis yang berpotensi merugikan lingkungan
10. Edisi Terbatas: Kolaborasi dengan Seniman Kontemporer
Diptyque kerap merilis koleksi edisi terbatas hasil kolaborasi dengan seniman dan desainer ternama. Kolaborasi ini menghasilkan produk-produk eksklusif yang mencerminkan kreativitas dan inovasi, sekaligus menjadi koleksi berharga bagi para kolektor. Biasanya para penggemar Diptyque akan menunggu kolaborasi di setiap momen perayaannya setiap tahun, dari mulai hari Valentine sampai edisi holiday.
Nah, kabar gembira bagi Anda para pencinta wewangian mewah di Indonesia, bersiaplah untuk menyambut kehadiran Diptyque! Butik pertama mereka akan dibuka di Jakarta pada akhir tahun ini. Ini adalah kesempatan untuk merasakan sendiri pengalaman wewangian yang unik dan menyelami dunia Diptyque yang penuh seni dan keharuman.
BACA JUGA:
Cara Menyesuaikan Aroma Parfum Anda untuk Setiap Musim
6 Wewangian Terbaik yang Ramah untuk Vegan
(Penulis: Matthew De Jano; Foto: Courtesy of Diptyque; Layout: Kania Ivanka Ardania)