Teman Sejati vs. Teman Semu, Yang Manakah Anda?

Dave Hendrik mengupas fenomena makna pertemanan yang ada sekarang ini.

Foto: Courtesy Of Lawrson Pinson on Unsplash


Perlu berapa banyak teman sebenarnya untuk kita dapat hidup bahagia? Sudah bukan rahasia baru bahwa mempertahankan kehidupan sosial yang sehat adalah salah satu pilar kebahagiaan hidup yang tidak bisa ditawar. Namun sebenarnya berapa banyak teman yang mampu kita rawat dan pelihara untuk dapat tumbuh bersama, sih? Benarkah seiring bertambahnya usia semakin kecil lingkaran pertemanan? Jangan-jangan memang sedari muda yang terhitung teman dekat memang terbatas jumlahnya, yang luas adalah teman pergaulan. Journal of Social and Personal Relationships (2014) mengatakan bahwa salah satu indikasi kesejahteraan hidup di usia paruh baya adalah kemampuan untuk dapat menyebutkan nama beberapa teman dekat yang dimiliki. Silakan berhenti dan coba sebutkan nama yang ada di daftar pertemanan Anda dalam hati. Disarankan mereka yang Anda anggap teman baik, tentunya di luar pasangan hidup.

Betul, bahwa memelihara kedekatan emosional dengan orang lain membutuhkan waktu dan tenaga. Sementara kita semua memiliki sumber daya dengan jumlah yang sama sebenarnya. Lalu mengapa ada yang merasa punya teman banyak dan ada yang kebalikannya? Psikolog Dr. Robin Dunbar, Ph.D membagi hasil penelitiannya yang menemukan bahwa tiga sampai lima adalah angka rata-rata pertemanan paling sehat yang mampu kita pelihara.

Dari situs web Everyday Health dengan tema pembahasan yang sama, jumlah yang sedikit berbeda muncul dari beberapa penelitian yang lain. Dr. Suzanne Degges-White, Ph.D, mengatakan bahwa memiliki tiga sampai enam teman dekat adalah “sweet-spot” untuk merasakan manisnya pertemanan. Angka yang dinilai paling manageable bagi kebanyakan orang. Kedekatan terjaga stabil selama rentang waktu kehidupan masing-masing yang akhirnya memberikan tingkat kepuasan hidup yang dicari. Lucunya, mereka yang memiliki lebih dari enam, tak merasakan peningkatan berarti dalam kepuasan hidupnya. Jadi bukan tentang berapa banyak, tapi seberapa dekat. Temuan Dr. Jan Yager, Ph.D sedikit berbeda, yaitu satu sampai dua sahabat dan empat sampai enam teman dekat.

"The most basic human needs: to know others deeply and to be deeply known by them."

Bagaimana sih sebenarnya kita menentukan siapa yang sahabat dan siapa yang hanya teman dekat? Apakah berdasarkan kualitas kedekatan? Arthur C. Brooks melalui bukunya Build The Life You Want menyegarkan ingatan kita kepada klasifikasi pertemanan paling tua yang pernah dibahas. Aristoteles membagi pertemanan dalam tiga tingkat. Paling bawah adalah orang-orang dengan kedekatan emosional terendah dari kita sehingga kita tidak terlalu memiliki komitmen kuat terhadap mereka. Kedekatan terbina karena satu sama lain memiliki kegunaan yang dibutuhkan, bisa dalam kehidupan sosial atau pekerjaan. Deal friends saling bertukar kepentingan, transaksional sifatnya, saling memberi dan membantu. Contohnya teman kerja atau tetangga satu kompleks yang biasa Anda menitipkan anak-anak pulang les saat Anda tak bisa menjemput. Di atasnya adalah teman yang terbina karena kesenangan. Kedekatan terbina karena rasa kagum dan rasa suka pada kualitas yang dimiliki orang tersebut, misalnya kepandaiannya, jiwa kepemimpinannya, atau caranya bercanda. Friendship based on pleasure. Tingkat yang paling tinggi, yang disebut Aristoteles sebagai perfect friendship adalah teman yang terbina karena kebajikan atau friendships of virtue. Teman yang sama-sama baik untuk satu sama lain. Teman sempurna seperti ini mungkin akan sulit digambarkan dengan kata-kata alasan kedekatannya, tapi entah mengapa merekalah yang paling memberikan arti dalam tingkat kepuasan hidup. Teman yang pertama kita cari untuk berbagi kesamaan minat, mulai dari hal yang esensial seperti spiritualitas atau bahkan hal remeh sereceh gosip artis K-pop terkini. Teman yang dekat tanpa pertukaran kepentingan, pekerjaan, uang, atau ambisi. Hanya dengan teman jenis ini, kita dapat dengan santai melepas topeng peran kehidupan yang biasa kita kenakan dalam peran hidup yang lain. As real as we are. Deal friends tidak berikan pengaruh dalam tingkat kepuasan hidup karena sifatnya transaksional dan performative. Real friends hadirkan kesejahteraan karena pada dasarnya pertemanan terbina tanpa tujuan berarti.

“I don’t need you – I simply love you.”

Arthur Brooks berikan definisi pada real friends yang paling mudah dicerna. Kunci dari teman sejati adalah kedekatan yang tumbuh bukan karena kebutuhan apa-apa kecuali kebersamaan. Uselessness adalah kualitas yang harus dicari dalam teman sejati. Kehadirannya tidak berfungsi namun berarti. “You are useless to me,” saran Arthur Brooks, harusnya menjadi pujian tertinggi yang bisa kita berikan pada teman dekat kita. Perlu disadari, karena real friends tak memiliki fungsi nyata. Seiring berjalannya hidup semakin sedikit usaha kita untuk menjaga kehadiran mereka. Sementara deal friends datang dan pergi tak terbendung. Tantangannya adalah untuk selalu secara sadar meluangkan waktu dan energi merawat sahabat sejati. Counsellor Kara Nassour, LPC, NCC di situs web Psych Central mengatakan, karena kita adalah makhluk sosial maka kita mengembangkan kemampuan bertahan hidup dalam grup baik grup keluarga maupun pertemanan. Itu sebabnya ia menambahkan, kurangnya lingkaran pertemanan mengakibatkan naiknya risiko anxiety, depresi, trauma, dan penyakit mental lainnya.

Di tengah dunia yang serba sibuk, kerja diagungkan melebihi pasangan. Jangan hanya mengelilingi diri Anda dengan deal friends. Mereka hanya ada untuk bertukar fungsi. Jangan pernah lupa untuk selalu menyisihkan waktu, membina yang utama. The most basic human needs: to know others deeply and to be deeply known by them.

Baca artikel Diari Dave yang berjudul "Deal or Real Friends?" yang terbit di edisi cetak Harper's Bazaar Indonesia - Oktober 2024. Penulis: Dave Hendrik; Foto: Courtesy Of Lawrson Pinson on Unsplash.