Jika Anda tak memiliki banyak waktu untuk mengujungi Istana Kepresidenan atau merasa tidak memiliki akses yang leluasa, maka Anda patut datang ke Galeri Nasional untuk melihat pameran lukisan koleksi Istana Kepresidenan.
Bertajuk Goresan Juang Kemerdekaan, pameran ini menampilkan 28 lukisan fenomenal karya maestro-maestro seni lukis asal Tanah Air mulai dari Raden Saleh, kakak beradik Sudjono dan Basoeki Abdullah, Affandi, Hendra Gunawan, dan lain sebagainya.
Terdapat juga beberapa karya dari sederet seniman mancanegara seperti Walter Spies, Miguel Covarrubias (walaupun pada saat itu mereka memang menetap di Bali), dan Diego Rivera, ya, suami Frida Kahlo.
Menurut kurator pameran, Mikke Susanto pameran ini hanya menampilkan 1% dari keseluruhan lukisan yang tersimpan di Istana Kepresidenan di Jakarta dan Bogor. Karena total dari koleksi lukisan ini mencapai tiga ribuan karya.
Yang menarik dari pameran yang digelar sepanjang bulan Agustus ini adalah kita dibawa lebih dekat dan seolah hanyut ke dalam masa perjuangan pasca kemerdekaan lewat kisah-kisah di balik setiap lukisan yang terpampang di sana.
Seperti misalnya lukisan berjudul Memanah karya Henk Ngantung. Lukisan ini menampilkan seorang pria yang sedang memanah.
Henk Ngantung, Memanah,153x153 cm, 1943, cat minyak pada triplek
Konon, sang pelukis menggunakan lengan Bapak Proklamator kita, Ir. Soekarno sendiri sebagai model untuk anatomi tangan sang pria tersebut (karena cukup sulit baginya untuk melukis sambil berpose).
Lagipula, pemanah adalah sebuah simbol yang dikultuskan oleh Soekarno, dan itu sebabnya banyak terdapat simbol ini di berbagai macam peninggalan sang Presiden Republik Indonesia yang pertama itu. Termasuk kawasan olah raga Senayan (atau Gelora Bung Karno) yang lambangnya juga memanah.
Selain itu, tanpa disadari lukisan karya Henk Ngantung ini juga saksi bisu dari momen paling bersejarah Republik Indonesia, lukisan inilah yang menjadi latar belakang Soekarno dan Hatta saat membacakan naskah proklamasi.
Fakta berikutnya adalah lukisan bertajuk Penangkapan Pangeran Diponegoro karya Raden Saleh. Lukisan ini merupakan 'jawaban' dari lukisan Nicolaas Pieneman yang berjudul The Submission of Prince Dipo Negoro to Lieutenant-General Hendrik Merkus Baron de Kock.
Raden Saleh, Penangkapan Pangeran Diponegoro, 112 x 179 cm, 1857, cat minyak pada kanvas
Lukisan karya Raden Saleh menghadirkan sebuah sudut pandang yang berbeda dari persitiwa tersebut. Dan, jika Anda cukup jeli, Anda dapat menemukan sosok Raden Saleh dalam lukisan tersebut yang seolah hadir dan menjadi saksi mata.
Lalu karya Sudjono Abdullah berjudul Diponegoro yang selalu hadir di acara formal atau kenegaraan karena lukisan ini sempat menjadi lambang negara Indonesia sebelum Garuda Pancasila.
Sudjono Abdullah, Diponegoro
Namun masih banyak fakta-fakta menarik lainnya yang perlu Anda ketahui, maka sempatkan untuk mengunjungi pameran lukisan istana kepresidenan Goresan Juang Kemerdekaan di Galeri Nasional hingga akhir Agustus nanti.
Dan waktu yang paling tepat untuk mengunjunginya adalah hari Minggu karena ada program publik berupa tur galeri yang dibagi ke dalam dua sesi dalam satu hari (sesi pertama pukul 10.00 WIB, sesi kedua pukul 13.30 WIB).
(Foto: dok. Koleksi Istana Kepresidenan Republik Indonesia, dok. Instagram)