Sebuah pertanyaan besar hari ini, apakah fenomena hipster akan menjadi gerakan punk yang baru atau hanya akan menginisiasi gaya berbusana anak muda?
Geliat gerakan hipster ternyata belum mau beristirahat dan malahan semakin gencar berkembang. Identik dengan sikap yang selalu berusaha untuk melawan
arus kecenderungan yang sedang marak pada periode tertentu, mereka yang menganut paham hipsterism terkadang disebut-sebut sebagai golongan anti
segala sesuatu yang tengah digemari masyarakat umum. Entah dari segi berbusana, pilihan musik dan film hingga trend kuliner. Dan fashion, yang
merupakan pengenal visual yang nyata, telah menjadi penanda yang dapat dipakai untuk mengenali para anggota klan hipster secara instan.
Seakan-akan memiliki “seragam”, kini membedakan seorang hipster dari yang lainnya menjadi begitu mudah. Misalnya ketika mengunjungi kota London yang
dinamis yang juga berarti akan berjumpa dengan anak-anak muda bergaya cool yang lalu lalang di Carnaby Street dan area Shoreditch. Ketika dilihat secara
sepintas lalu saja, penampilan mereka seperti kebanyakan generasi masa kini. Namun saat diperhatikan dengan lebih lanjut, sweatshirt yang dikenakan
ternyata keluaran rumah mode Kenzo. Hooded jacket yang jadi pilihan pun lansiran Christopher Kane yang dipadukan dengan pencil skirt denim penuh
sobekan dari Acne yang diakhiri dengan sepasang sneakers berwarna neon milik New Balance sambil menggenggam clutch bag dari Givenchy. Sebagai tambahan,
sebuah kalung antik berukuran besar dari campuran metal dan kristal pun melingkari leher yang diakhiri dengan baseball cap dari kulit. Penampilan
tadi menjadi formula standar yang biasa diusung oleh kaum muda penganut hipsterism.
Untuk mengetahui cerita selengkapnya mengenai gaya generasi hipster. Baca selengkapnya di Harper's Bazaar edisi Juli 2013 yang telah terbit.
(Teks; Lily Marpaung, Photo credit: Dok. Bazaar)
-------------------------------------------------------
