
Dalam dunia pernikahan modern, tradisi terus berevolusi seiring waktu sembari membawa unsur budaya, simbolisme, dan hiburan ke dalam satu perayaan sakral. Salah satu tradisi yang paling mencolok dan kerap mengundang sorakan tamu adalah prosesi garter. Meski hanya sehelai pita kecil yang dikenakan di paha pengantin perempuan, garter memiliki sejarah panjang dan makna simbolis yang kaya. Mulai dari lambang kesuburan, keberuntungan, hingga permainan yang penuh tawa di sebuah resepsi.
Akar Sejarah dari Abad Pertengahan

Tradisi garter dapat ditelusuri ke masa Eropa abad pertengahan. Saat itu, masyarakat percaya bahwa membawa pulang bagian dari pakaian pengantin, khususnya milik pengantin perempuan, dapat membawa keberuntungan dalam cinta dan kehidupan rumah tangga. Namun, tradisi ini sering kali berubah menjadi kekacauan, ketika tamu undangan nekat merobek gaun pengantin demi mendapatkan "potongan keberuntungan".
Untuk menghindari kerusakan gaun dan menjaga kesopanan, pengantin perempuan mulai mengenakan garter, yaitu pita kecil yang sengaja digunakan untuk diberikan atau "dilepas" sebagai simbol penggantinya. Garter pun lalu berkembang menjadi simbol keberuntungan dan kesuburan, serta menandai keabsahan pernikahan dalam beberapa budaya.
Dari Simbol Kehormatan ke Tarian Hiburan

Seiring berkembangnya zaman, garter mulai mendapat tempat tersendiri dalam tradisi pernikahan, terutama di kalangan bangsawan. Di Inggris, simbol garter bahkan dijadikan nama sebuah ordo ksatria yaitu The Most Noble Order of the Garter yang didirikan oleh Raja Edward III pada abad ke-14. Garter dalam konteks ini melambangkan kehormatan dan juga kesetiaan.
Namun dalam konteks pernikahan, makna tersebut berevolusi menjadi bentuk ritual hiburan di pesta pernikahan. Di abad ke-18 dan ke-19, prosesi pelepasan garter menjadi bagian dari acara resepsi yang melibatkan tamu pria. Pengantin pria akan melepaskan garter dari kaki istrinya, lalu melemparkannya ke arah para tamu pria yang belum menikah. Siapa pun yang menangkapnya diyakini akan segera menyusul menikah. Serupa dengan makna dari tradisi lempar buket bunga.
Aksi Menggoda: Ritual Menggigit Garter
Dalam beberapa dekade terakhir, tradisi ini berkembang lebih dramatis dan menggoda. Di banyak pernikahan di Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya, momen pelepasan garter kini dilakukan dengan sentuhan teatrikal seperti pengantin pria akan mengambil garter dari paha istrinya dengan gigi, bukan dengan tangan.
Adegan ini biasanya dilakukan diiringi musik sensual atau lucu, membuat suasana pesta menjadi lebih hidup dan penuh sorakan. Sementara sebagian tamu menikmatinya sebagai momen menghibur dan penuh tawa. Tidak sedikit pula yang menganggapnya terlalu vulgar atau kurang pantas. Semua kembali lagi pada masing-masing individundan tergantung pula pada nilai budaya dan latar belakang keluarga masing-masing.
Meski terkesan menggoda, prosesi ini sering dilakukan dengan persetujuan dan kesepakatan bersama antara kedua mempelai sehingga menjadikannya sebagai bagian dari permainan dan simbol chemistry yang kuat dalam hubungan mereka. Bahkan, beberapa pasangan menyelaraskannya dengan gaya dan tema pesta dari yang lucu, romantis, hingga elegan.
Ragam Budaya dan Adaptasi Tradisi

Meski tradisi garter paling lekat dengan budaya Barat, beberapa negara lain juga mengenal atau mengadaptasi bentuk serupa. Di Filipina dan beberapa bagian Amerika Latin, garter kerap dijadikan bagian dari permainan pesta pernikahan. Di Prancis, tamu bahkan secara simbolis “membeli” garter untuk mengumpulkan dana bagi pasangan pengantin. Di Italia, potongan dasi pengantin pria dipotong-potong lalu dilelang kepada tamu sebagai bentuk partisipasi dan doa keberuntungan.
Sementara itu di Indonesia, tradisi garter belum menjadi bagian umum dalam budaya pernikahan tradisional. Namun, di kalangan pasangan muda yang mengadopsi gaya pernikahan internasional atau tema modern, tradisi ini mulai diperkenalkan dengan beberapa modifikasi agar lebih sopan dan sesuai dengan norma lokal.
Antara Kenangan dan Kontroversi

Tak dapat dipungkiri, tradisi garter juga menimbulkan perdebatan. Beberapa pasangan memilih untuk tidak melakukannya karena alasan nilai budaya, privasi, atau kesetaraan gender. Namun, bagi banyak lainnya, garter menjadi simbol cinta yang menyenangkan bahkan sentimentil. Tak sedikit pengantin yang mengenakan dua garter: Satu untuk dilempar dan satu untuk disimpan sebagai kenang-kenangan.
Desainer pun merespons tren ini dengan menciptakan garter dalam berbagai gaya. Mulai dari renda vintage, satin elegan, hingga desain bertema karakter atau warna khas pasangan. Dalam era digital, beberapa pasangan juga membagikan momen garter mereka di media sosial sebagai bagian dari perayaan cinta yang unik dan personal.
Simbol Kecil dengan Cerita yang Besar

Sehelai pita elastis mungkin tampak remeh, namun dalam konteks pernikahan, garter menyimpan sejarah panjang dan makna budaya yang kompleks. Dari simbol kesuburan hingga aksi penuh tawa, tradisi garter cukup mencerminkan bagaimana budaya terus hidup, berubah, dan disesuaikan oleh generasi baru.
Apakah garter akan tetap menjadi bagian dari pesta pernikahan masa depan? Jawabannya tergantung pada tiap pasangan. Namun satu hal yang pasti, setiap tradisi akan terus berkembang selama ia mampu memberi makna dan menciptakan momen yang tak terlupakan.