Dalam rangka mengapresiasi dunia perfilman Indonesia, Harper’s Bazaar Indonesia mendedikasikan bulan Maret ini untuk menyelami dan mengupas berbagai hal menarik dari sektor industri film. Setelah mengundang Tissa Biani sebagai tamu pertama untuk edisi tersebut, kali ini, Harper’s Bazaar Indonesia bersama dengan Dave Hendrik menghadirkan Joko Anwar dalam episode terbaru Brunch With Dave Hendrik.
Sebagai sutradara yang kehebatan karya-karyanya telah diakui secara internasional, ia berbagi dengan Dave Hendrik mengenai beragam pengalaman dan kisah yang dimiliki.
Dalam kesempatan kali ini, Dave Hendrik ingin mengetahui pendapat sang sutradara mengenai kondisi perfilman Indonesia yang tentunya terdampak oleh pandemi Covid-19, khususnya eksistensi bioskop.
Joko Anwar pun menjawabnya dengan, “Untuk perfilman Indonesia, dari segi distrbusi, 90% revenue film masih didapatkan dari bisokop. Oleh karena itu, bioskop sangat memegang peranan penting. Dan tentunya, ketika pandemi, orang-orang tidak bisa datang ke bioskop karena bisokop tutup dan akhirnya beberapa dibuka, namun hanya 50% dari total bioskop di Indonesia. Kapasitasnya juga terbatas, ada yang 25%, ada yang 50%.”
Walaupun sebagian bioskop telah beroperasi, nyatanya, masyarakat belum siap untuk memulai rutinitas tersebut kembali. Joko Anwar menyadarinya dan merasa bahwa faktor minimnya pilihan film dan ketakutan menjadi penyebab utamanya.
“Ada dua macam alasan mengapa orang tidak pergi ke bioskop (di saat pandemi ini). Pertama, karena kontennya yang enggak ada. Banyak produser yang sedang menahan film mereka, karena takut enggak ada yang menontonnya. Kedua, karena penonton merasa takut. Jadi, karena pandemi, orang merasa takut dan berpikir bahwa pergi ke bioskop itu tidak aman. Padahal, pergi ke bioskop itu relatif lebih aman daripada pergi ke restoran. Karena, di bioskop, kita hanya menghadap layar dan semuanya menggunakan masker,” jelas sutradara dari film Gundala ini.
Ia pun sadar bahwa masyarakat telah beralih ke streaming platform dalam menyantap berbagai tontonan yang ada. Nampaknya, saat ini, eksistensi bioskop semakin diredupkan dengan kepopulerannya.
“Tentunya, streaming platform lebih banyak mendapatkan pelanggan, banyak yang beralih ke sana. Tadinya, mungkin yang subscriber-nya masih sedikit, tapi ketika pandemi, banyak yang beralih ke streaming platform,” ucap pria kelahiran Medan ini.
Meskipun begitu, sutradara yang telah dianugerahi banyak penghargaan itu tetap optimis bahwa masa kejayaan dari bioskop akan datang kembali. Menurutnya, bioskop memiliki banyak hal yang tak dapat tergantikan, bahkan oleh streaming platform. Oleh karena itu, ia yakin bahwa bioskop akan digemari kembali setelah situasi buruk ini berlalu.
“Tetapi, kalau kita membicarakan pengalaman dari menonton film, menonton di bioskop memberikan kita pengalaman yang jauh berbeda (ketika menonton melalui streaming platform). Karena, ketika kita menonton di bioskop, tentunya rasanya berbeda, ya. Kalau dari segi teknis, pasti berbeda karena dengan segala kecanggihan tata suara dan layarnya,” jelas Joko Anwar.
Tidak hanya bioskop, ia juga yakin bahwa dunia perfilman Indonesia dapat bangkit kembali. Hal tersebut didasarkan atas tingginya minat penonton akan sektor indsutri tersebut, baik penonton lokal maupun internasional.
“Perfilman Indonesia itu, ketika sebelum pandemi, sekitar tahun 2019, sedang berada di puncak masa keemasan. Kita mendapatkan banyak kepercayaan dari khalayak. Kita berhasil menjual hampir 52 juta tiket hanya untuk perfilman Indonesia pada tahun 2018,” ungkap lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) itu.
“Dari sisi internasional, kita (film Indonesia) semakin mendapatkan banyak perhatian. Semakin banyak orang yang mencari tahu film Indonesia dan ingin melihatnya. Oleh karena itu, ketika pandemi sudah terkontrol, ketika kita restart industri ini, semuanya akan berjalan secara lebih mudah karena kita berehnti di saat lagi disayang-sayangnya oleh khalayak,” tambahnya.
Saksikan episode Brunch With Dave Hendrik bersama Joko Anwar pada kanal YouTube Harper's Bazaar Indonesia.
Baca juga:
Inilah Makna di Balik Benang Merah dari Film-Film Joko Anwar, 'Tidak Adanya Sosok Pelindung'
(Penulis: Fatimah Mardiyah; Foto: Courtesy of Instagram)