Michael Jackson adalah seorang tokoh yang penting dari segi budaya pop di abad 20 ini, dari musik, klip video, gerakan tari yang inovatif dan juga mode.
Ia merupakan anak ke delapan dari sepuluh keluarga, lahir di sebuah kota bernama Gary yang tidak jauh dari Chicago. Ayahnya yang juga seorang pemain gitar dalam sebuah group lokal, mengerti akan bakat musik dari anak-anaknya dan sehingga sebuah grup musik bernama The Jackson Five. Di tahun 1979, Michael Jackson mencuat dengan sukses untuk album solonya dan namanya sendiri semakin melambung dan berjaya di dunia internasional.
Bagaimana Michael Jackson menjadi sumber inspirasi bagi para seniman kontemporer dunia? Bagaimana pengaruh dan ketenarannya menjadikan ikon dari musik pop ini menjadi sebuah fenomena sosial yang mempertanyakan soal identitas, tentang rasial, dan selebriti, yang hingga sekarang masih tetap aktual?
Setelah London, sekarang giliran kota Paris yang akan menjawab pertanyaan ini, melalui gelaran pameran berjudul On the Wall, yang mengingatkan kita pada album solo dari Michael Jackson, Off the wall. Pameran yang berlangsung di Grand Palais, yaitu sebuah gedung berkubah kaca yang sering menjadi ajang pameran bergengsi. Letaknya tidak berjauhan dengan sebuah jalan terpanjang yaitu Avenue Champs Elysées, pameran tersebut mengetengahkan sekitar 121 karya berbagai seniman yang dikumpulkan dari koleksi publik, koleksi pribadi, dan beberapa karya yang khusus dibuat untuk pameran ini.
(Yan Pei-Ming In Memory of Michael Jackson 1958–2009 [En mémoire de Michael Jackson, 1958-2009] 2017 , Huile sur toile , 200 x 200 cm Yan Pei-Ming, avec l’aimable autorisation de la Galleria Massimo De Carlo et de la Galerie Thaddaeus Ropac © Yan Pei-Ming/Photo : André Morin )
Di antara gerimis dan dinginnya kota Paris, saya bergesas datang kedalam gedung kokoh dan megah dengan kolon-kolonnya yang tinggi. Setelah saya menaiki sebuah tangga melingkar yang lebar yang dihiasi oleh ornamen-ornamen klasik, dalam keheningan saya memasuki ruang pameran.
Langkah pertama, saya berhadapan dengan sebuah lukisan berdimensi 351 x 301 cm berjudul Equestrian Potrait of the King Philip II (Michael Jackson), hasil karya seniman Kehinde Wiley. Dengan mengambil beberapa referensi dari karya-karya klasik, salah satunya dari Pierre Paul Rubens di tahun 1628, Philippe II à Cheval, atau Philippe II sedang berkuda, terlihat Michael jackson menunggang kuda dan berpose dengan posisi seperti raja Spanyol. Digambarkan Michael lengkap dengan baju perang dan pedang. Karya-karya dari seniman asli Amerika ini, yang juga pernah membuat sebuah lukisan untuk Barrack Obama. Ya ia seolah sering mempertanyakan identitas dan status sosial untuk orang berkulit hitam, Afro-Amerika.
(Kehinde Wiley , Equestrian Portrait of King Philip II (Michael Jackson) , [Portrait équestre du roi Philippe II (Michael Jackson)] 2010 , Huile sur toile , 325,1 x 284,5 cm , Collection Olbricht © Kehinde Wiley/avec l’aimable autorisation de la Galerie Stephen Friedman, Londres et de la Galerie Sean Kelly, New York)
Ruang pameran yang terbagi atas delapan ruang dan tema mencoba mempertanyakan figur King of the Pop itu dari segi estetis, budaya, sosial, dan juga politik dari berbagai segi pandang para seniman. Salah satu tema yang juga menarik dari pameran ini adalah ketertarikan para seniman akan gerakan dan koreografi tari Michael Jackon yang legendaris.
(Mark Ryden , The King of Pop, (#135) [«Le Roi de la Pop» (#135)] 1991-2018 , 91.4 x 91.4 cm, Acrylique sur panneau, sculpture sur bois Collection particulière)
Misalnya sebuah instalasi video berjudul VIA yang khusus dibuat untuk pameran ini dari penari Raphaëlle Delaunay dan Jaques Gamblin (sutradara). Dengan musik dari Lully, ia membawa gerakan dan gaya Michael Jackson seperti dalam bentuk tarian balet klasik.
Dalam sebuah tema lain yang mencoba menjajaki sejarah keberhasilan penyanyi dunia ini ada sebuah pertemuan yang menarik yaitu pertemuannya dengan raja pop art, yaitu Andy Warhol. Padahal pertemuan mereka pertama kali adalah di tahun 1977, saat itu Michael Jackson belum mempunyai nama yang besar, berkebalikan dengan Andy Warhol yang saat itu sudah mempunyai jejak karir internasional.
(Andy Warhol , Michael Jackson , 1984, Acrylique et encre sérigraphique sur toile, 76,2 x 66 cm , The Andy Warhol Museum, Pittsburgh; Founding Collection, Contribution The Andy Warhol Foundation for the Visual Arts, Inc. © The Andy Warhol Foundation for the Visual Arts, Inc. / Licensed by Adagp, Paris, 2018)
Baru di tahun 1982 dalam sebuah majalah Interview, muncul sebuah potret Michael Jackson muda dengan senyum yang ramah ditambah uraian rambut ikal yang jatuh di poninya. Tahun berikutnya, Andy Warhol membuat potret itu dalam beberapa versi dan dua buah seri grafis dengan warna dasar yang berbeda yang saya lihat dalam pameran ini.
(KAWS , Magazine Interview Septembre 2009 , 33 x 50,6 cm , Kaws et Interview Magazine, Photo © Farzad Owrang)
Dalam ruang lain, empat buah foto dengan ukuran besar hasil karya fotografer David La Chapelle yang terkenal dengan hasil foto beraliran Hyperrealism. Salah satunya berjudul An Illuminating Path yang dibuat tahun 1998, terinspirasi dari video klip lagu Billie Jean. Karya itu bersebelahan dengan photo triptique dengan inspirasi religius yang mengetengahkan Michael Jackson seperti seorang martir dalam gaya kontemporer dan kitsch.
(David LaChapelle An Illuminating Path , [Le chemin s’illumine] 1998 , Tirage couleur chromogène , 116,8 x 160 cm (encadré) Avec l’aimable autorisation de l’artiste © David LaChapelle)
Pameran yang berlangsung hingga bulan Februari tahun 2019, memperlihatkan beragam lukisan, foto, instalasi video, patung, yang dipajang secara tematik. Sebuah pameran yang memberi wawasan lain dari seorang ikon pop legendaris yang video klip sensasionalnya, Thriller, genap berusia 35 tahun di bulan Desember ini.
(Foto: Courtesy of On The Wall)