Desainer kostum pemenang Oscar bernama Catherine Martin memiliki teori tentang tipe pria yang membuat wanita tertarik. Jauh dari atlet idola yang selalu digembar-gemborkan sebagai pin-up, ia mengatakan bahwa daya tarik bintang seperti Elvis, Timothée Chalamet dan Harry Styles membuktikan bahwa apa yang diinginkan wanita muda adalah pria yang maskulin.
Baca juga: Lihat Transformasi Austin Butler untuk Perannya Sebagai Elvis Presley di Film Dokumenter Elvis
“Ketika Elvis masih muda, ia memakai riasan dan mengenakan kemeja merah muda dengan renda, tetapi tidak dapat disangkal ia adalah pria maskulin,” ucapnya kepada saya melalui telepon. “Ini adalah eksplorasi menarik tentang gender dan apa yang menarik bagi gadis remaja. Ketika Anda melihat Elvis muda, David Cassidy, atau band K-Pop sekarang, kesamaran antara maskulin dan feminin ini langsung menarik bagi remaja.”
Kesamaran antara maskulin dan feminin ini menarik
Bermain kode gender pada busana adalah topik yang hangat saat ini, Catherine - yang merancang busana untuk film Elvis - mengatakan tidak ada yang baru. Wanita muda selalu bernafsu terhadap pria yang telah membuang gagasan tradisional tentang apa yang dapat mereka kenakan. Elvis adalah 'nenek moyang' bagi generasi sekarang yang mencontohnya.
“Ini semua hanya tentang bagaimana terlihat bagus dan mengekspresikan diri Anda pada saat itu, dan itulah yang dilakukan Elvis – begitu juga pada Harry Styles dan Timothée Chalamet. Backless top yang dikenakan Timothée di Festival Film Venesia? itu jenius. Ia terlihat sangat seksi dan, anehnya, sangat maskulin. Yang tak terduga, keceriaan, selera humor, juga kedipan mata itu terbilang menggairahkan, dan seksi.”
Catherine memiliki pola dalam menciptakan wardrobe untuk pria seksi dan terkemuka di layar. Sebagai kolaborator jangka panjang dari suaminya Baz Luhrmann, ia berada di balik busana Romeo di Romeo and Juliet, Jay Gatsby di The Great Gatsby, Christian di Moulin Rouge, dan Scott Hastings di Strictly Ballroom. Pakaian dari setiap karakter membutuhkan penelitian, pertimbangan, dan pengerjaan yang ekstensif, tetapi pilihan busana Elvis – seperti yang diperankan oleh Austin Butler – menjadi semakin penting.
Tugasnya adalah melakukan keadilan kepada seorang pria yang, meskipun paparannya terbatas pada pengaruh budaya yang dibesarkan di pedesaan Mississippi dan kemudian Memphis, Catherine mampu menciptakan tampilan yang membuatnya langsung terkenal di seluruh dunia. “Memikirkan bahwa ia dapat terhubung dengan musik dan gaya yang impresif di luar pengalamannya, itu sangat luar biasa bagi saya,” tambahnya. "Ia mampu menyintesis sesuatu yang ia buat sendiri. Ia mengatakan kepada desainer Bill Belew, 'warna itu benar-benar berfungsi'. Ia memiliki visual yang kuat melalui garis dalam melihat dirinya sendiri."
Elvis memahami kekuatan citra dan bagaimana hal itu mempengaruhi orang-orang
Catherine menganggap sebagian minat dan kecakapan Elvis dalam mengembangkan citra yang kuat berasal dari kebutuhannya di atas panggung, ia perlu menciptakan persona ini. Ia memahami kekuatan visual dan bagaimana hal itu memengaruhi orang-orang."
Salah satu tantangan yang ia dan Baz hadapi dalam menciptakan Elvis 2.0 adalah merancang pakaian yang memfasilitasi goyangan khas penyanyi tersebut. “Awalnya, kami menyadari bahwa ketika kami menyalin setiap detail kostum Elvis dan mengenakannya di Austin, itu hanya menjadi sebuah kemewahan," pungkasnya.
"Ini adalah tentang menemukan kain yang tepat, potongan dan kesempurnaan yang memungkinkan sensualitas, seksualitas, dan segala bentuk gerakan milik Elvis."
Elvis sendirilah yang membantu Catherine dan Austin menemukan cara untuk berputar-putar dalam jahitan tersebut.
"Berulang-ulang saya menonton klip pertunjukan Elvis dan saya memperhatikan bahwa ia hanya membiarkan kancing bawah tetap terbuka dan bagian atas terlepas. Austin segera melakukannya, dan kami menemukan bahwa hasil jaketnya sangat sesuai keinginan kami.”
Penampilan di layar yang mengesankan membutuhkan pemahaman mendalam tentang bagaimana pakaian itu cocok dengan karakter masing-masing. Catherine mempertimbangkannya setiap pakaian -bagaimana pakaian itu cocok dengan pakaian mereka?
Ia juga menyoroti kemeja Hawaii yang dikenakan Leonardo DiCaprio sebagai Romeo, yang awalnya bersumber dari Kym Barrett, sesama desainer kostum di bekas distrik lampu merah di Sydney. Itu dilihat sebagai simbol sempurna dari energi seluruh Amerika dari Baz Luhrmann. "Leonardo datang ke Australia untuk melakukan lokakarya. Sebelum ia datang, Kym sedang mencari kemeja Hawaii di tempat-tempat yang menurutnya cocok," kenang Catherine.
"Ia sedang berbelanja di suatu tempat bernama King's Cross yang menjadi distrik lampu merah setelah American GIs datang ke Sydney untuk R&R selama Perang Vietnam. Dahulu ada beberapa toko barang antik dan bekas di belakang King’s Cross, ketika sedang berjalan di salah satu jalan dan melihat kemeja itu di jendela, ia pun memutuskan untuk membelinya. Semua ini terjadi setahun sebelum kami mulai syuting video untuk dilihat produser, yang kemudian membuat mereka memberikan lampu hijau untuk film tersebut.”
Kemeja Hawaii Leo? Itu ditemukan di bekas distrik lampu merah di Sydney
Jadi, bagaimana Anda membedakan antara kostum film yang bagus dan versi yang lebih rendah? Perbedaannya sederhana: apakah Anda melihatnya sebagai pakaian atau kostum. “Pakaian adalah tampilan alami dari seseorang dan kepribadiannya. Sedangkan kostum tidak terlalu alami,” ucap Catherine.
“Itu bukan untuk mengatakan bahwa pakaian tidak bisa dilebih-lebihkan. Bahkan kostum di Moulin Rouge pun sesuai dengan dunia dan sangat alami bagi karakternya. Itu adalah pakaian yang dikenakan orang-orang dalam di dunia itu. Ini tentang menemukan pakaian yang sesuai dengan orang tertentu. Salah satu hal terbaik yang seseorang katakan kepada saya baru-baru ini adalah bahwa kostum saya terasa seperti pakaian.”
Elvis sekarang hadir di Premium Video on Demand dan hadir dalam 4K, Blu-ray, dan DVD.
Baca juga:
Harry Styles Menawarkan Beberapa Edukasi yang Mendebarkan tentang Keadaan Sinema
Simak Perkembangan Tren Pakaian Pria Bernuansa Feminin
(Penulis : Ella Alexandra; Artikel ini disadur dari Bazaar Uk; Alih bahasa : Diah Pithaloka; Foto : Courtesy of BAZAAR UK)