Belakangan ini lagunya pasti biasa Anda dengar di radio, mall, kafe, atau toko buku. Suaranya yang menyejukan hati bisa menghipnotis siapa saja. Dialah Tulus, salah satu penyanyi solo pria terbaik yang dimiliki Indonesia. Terkenal dengan melodi yang menyentuh, lirik yang puitis, dan pengambilan video yang artistik, Tulus merupakan sosok multi dimensi untuk Anda ketahui.
Menjalani pendidikan sebagai arsitek, kemudian sukses sebagai penyanyi, Tulus juga adalah seorang penulis yang baik. Dan di tengah kesibukannya melakukan promo album terbarunya, Monokrom, Bazaar berkesempatan mengundang Tulus untuk berbincang di studio kami.
Harper's Bazaar (HB): Apa yang pertama membuat seorang Tulus tergerak untuk menulis?
Tulus (T): Saya gemar berbagi cerita. Saya suka berbagi pengetahuan dan ilmu. Menulis adalah salah satu cara saya untuk melakukan kegemaran saya tersebut. Akan tetapi menulis adalah proses yang jauh lebih rumit, karena harus memutar otak. Saya harus merangkum semua fakta dan cerita dalam tulisan yang singkat dan tetap atraktif untuk dibaca.
Saya menulis tentang apapun yang mengganggu pikiran saya dalam konotasi positif ataupun negatif. Saya juga menulis segala bentuk emosi yang saya rasakan, dari mulai rasa sedih, senang, kehilangan, dan hal-hal mengusik lainnya
(Baca juga: 8 Lagu Tulus Terbaik, dari Teman Hidup sampai Monokrom)
HB: Saat mempersiapkan interview ini, Bazaar menemukan palawija.tumblr.com.(akun Tumblr pribadi Tulus), Bagaimana awal mula Anda mulai menulis di Tumblr dan mengembangkan Palawija?
T: Dulu saya merasa tampilan Tumblr bagus, sehingga kemudian saya tertarik untuk memulai menulis di sana. Saya tidak menyangka pada akhirnya orang-orang menyukai tulisan saya. Baru ketika saya melihat banyak yang memberikan respon positif, saya mempublikasikannya secara luas.
HB: Mengapa Palawija?
T: Palawija secara harafiah berarti tanaman kedua. Palawija digunakan untuk menunjukan tanaman hasil pertanian selain padi, seperti jagung, ubi, kentang, singkong, dan kacang hijau. Jadi palawija bukanlah pilihan utama dalam makanan pokok masyarakat Indonesia, meskipun begitu dia masih punya ruang di antara pilihan makanan yang ada.
Saya seringkali merasa bahwa di dunia ini terlalu banyak orang yang ingin menjadi nomor satu. Bagi saya kondisi tersebut bukanlah hal yang indah. Pernahkah Anda berpikir ketika semua orang berlomba-lomba menjadi nomor satu, kesempatan untuk menjadi nomor dua akan lebih lapang? Dan mengapa sulit sekali bagi orang untuk merasa cukup? Padahal seperti palawija, yang meski bukan pilihan utama tapi tetap mengisi ruang di hati orang-orang.
HB: Lantas apakah kemudian kamu mempraktekan 'prinsip palawija' ini dalam proses bernyanyi?
T: Saya tidak tahu apakah secara sadar atau tidak sadar. Tentunya tidak secara sadar saya berusaha untuk menjadi nomor dua. Bagi saya ini tentang seni merasa cukup.
HB: Apa itu seni merasa cukup? Apakah Anda sudah merasa cukup dengan segala pencapaian yang Anda terima hingga saat ini?
T: Seni merasa cukup di sini bukan berarti saya berhenti hidup. Dalam berkarya, seni merasa cukup bukan berarti lantas saya berhenti berkarya. Misalnya, ketika saya menciptakan sebuah lagu, saya harus tahu cukupnya di mana, sehingga lagu tersebut dapat saya nyatakan selesai dan bisa dirilis. Kalau saya tidak tahu kapan harus berhenti, tentunya mustahil bagi saya untuk merilis album atau lagu-lagu tersebut, yang kemudian saya sebut sebagai 'Sindrom 99,99%'. Padahal mungkin sebenarnya 70% atau 80% itu sudah cukup. Tidak perlu harus 100%.
HB: Bagaimana Anda merasa sebuah lagu atau album sudah cukup untuk dirilis?
T: Saat saya merasa aransemen musik sudah mewakili lirik yang ingin saya ceritakan, di saat itu menurut saya sudah cukup. Tidak perlu lagi tambahan elemen yang membuat lagu menjadi semakin gemerlap.
HB: Seberapa sering Anda mendengarkan lagu atau album Anda setelah dirilis?
T: Saya tidak pernah mendengarkan mereka lagi. Karena bagi saya album dan lagu tersebut telah bukan cuma telah menjadi nyata, juga telah memulai dan tengah membangun perjalanannya sendiri. Biarkan lagu-lagu tersebut mengisi hari orang lain.
Selain itu nantinya saya akan membawakan lagu tersebut berulang-ulang. Maka sengaja saya batasi diri saya untuk mendengarkannya agar saya bisa merasakan lagu tersebut seperti baru tiap saya nyanyikan di atas panggung.
HB: Apa nasihat terbaik yang pernah seorang Tulus dengar?
T: Saya juga tidak tahu siapa yang bilang ini. Akan tetapi hal ini sering ada dalam benak pikiran saya. Bahwa setiap manusia memiliki kelebihan tapi juga disematkan kekurangan. Dan tiap manusia yang punya kekurangan pasti punya kelebihan. Tiap orang punya kekurangan, jadi sebenarnya kita sebagai manusia bisa santai-santai saja dalam menghadapi hidup.
Portfolio Tulus:
Fotografer: Rinal Wiratama
Stylist: Bungbung Mangaraja
Wardrobe: Blazer, Marks&Spencer
MUA: Kiky Lutan
Layout: Ika Wahyuni