Type Keyword(s) to Search
Harper's BAZAAR Indonesia

Menjaga Makna di Balik Nama yang Jadi Identitas Setiap Orang

Menurut Anda, pentingkah arti di balik sebuah nama?

Menjaga Makna di Balik Nama yang Jadi Identitas Setiap Orang
mtsaride©123RF.com

“A person’s name signified their person, worth, character, reputation, authority, will and ownership,” kata Kris Wolfe (goodguyswag.com). Nama adalah penentu pertama identitas diri yang kerap kali menggambarkan karakter pemiliknya. Bagaimana sebenarnya kita menemukan pentingnya arti sebuah nama?

Dari asal katanya kah? Dari label yang melekat pada sebuah nama di suatu masyarakat kah? Atau dari karakter yang melekat pada pemilik nama tersebut dalam sejarah manusia sebelumnya? Situs yang sama mengutip Vladimir Nikonov, yang memaparkan ketiganya benar.

Tiga cara kita menentukan arti nama adalah melalui:

  • Etymological meaning
  • Signifying meaning (fungsi nama sebagai label)
  • Social meaning (mewakili simbolisme nama yang memiliki makna historis)

Tidaklah sembarangan memang tugas orang tua dalam memilihkan nama bagi anak. Cerita di Alkitab menulis Yakub dalam bahasa Ibrani artinya cerdik (deceiver) tak heran sedari kecil ia penuh dengan tipu daya, cerdik, dan licik memang kadang batasannya tipis kan, lalu kemudian Yakub diberi nama baru Israel yang artinya “power in God”. Identitas baru yang kemudian mengubah nasib bangsa. 

Tidaklah salah bila kemudian kita memutuskan untuk mengganti nama sebagai usaha untuk mengganti identitas. Sebuah jurnal di situs psychologyandsociety.org mengatakan bahwa personal identity diperoleh melalui sebuah proses dari interaksi dengan orang lain dan diri sendiri. Jadi walaupun nama adalah pemberian orang tua saat kita lahir, kalau kemudian dalam perjalanan hidup kita merasa nama tersebut tak lagi mampu menggambarkan identitas diri, menggantinya adalah pilihan yang dapat dimaklumi.

Apa pun alasannya, berganti kelamin, buang sial, ganti peruntungan. Tidak heran bila permohonan penggantian nama adalah permohonan paling diminati di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, seperti diakui Kepala Humas melalui Kumparan. Ini kan bukan hanya mengganti nama panggung saja, tapi juga mengganti identitas dalam akta kelahiran. Untuk dapat melakukan ini pemohon harus mengajukan surat ke pengadilan negeri setempat menyertakan alasan kenapa berkeinginan mengganti nama. Ini adalah permohonan, berarti ada kemungkingan tidak dikabulkan. Sidang dengan hakim tunggal yang akan memutuskan lalu kemudian penetapan hakim akan dibawa ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil setempat untuk diubah. Informasi tentang hal ini dimuat lengkap di situs Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Prosedurnya tidak sederhana, tapi tetap saja tak mengurungkan niat banyaknya jumlah pemohon. 

“Identitas diri bukanlah hal yang pantas diperdebatkan.”

“A person’s name is to him/her the sweetest and most important sound in any language,” kata ahli komunikasi Dale Carniege. Dapat dibayangkan bila setiap kali kita mendengar nama kita disebutkan tapi kita tak lagi menemukan persamaan identitas dengan nama tersebut. Risi bukan kepalang. Teman saya seorang transgender yang belum mengurus penggantian namanya di akta kelahiran, yang berarti nama yang tertera di KTP-nya masih nama maskulin sebelum ia berganti pilihan gender.

Setiap kali akan melakukan perjalanan bisa dipastikan ia selalu mengalami pelecehan dari petugas bandara, “Namanya Bambang kok pakai rok sih kamu?” Sama sekali tak lucu. Beda lagi cerita teman kuliah saya bernama Esther. Setiap kali berkenalan dengan orang baru, ucapan “Esther kan nama Alkitab kok kamu pakai hijab?” selalu terdengar. Panggilan untuk Ibu Dian, lalu berdiri teman saya dan meralat panggilan suster di rumah sakit, “Saya Bapak Dian, sus, tolong diralat.”

Alasan mereka untuk mengganti namanya lebih mendalam dari sekadar ingin terdengar lebih keren atau lebih modern, sebagaimana banyak dari kita yang memutuskan untuk memiliki nama panggung tanpa perlu repot mengurus pergantian nama.

Nama KTP saya David, tapi nama panggung dikenal sebagai Dave. Awalnya karena ketika saya pertama kali siaran, di radio tersebut terlebih dahulu sudah ada penyiar senior dengan nama David, jadi station manager pun meminta saya untuk mengganti nama dengan yang lain agar pendengar tak bingung membedakan kami berdua. Nama panggilan rumah dari kedua orang tua lah yang akhirnya diresmikan sebagai nama panggungku. An insignificant change. Tetap saja hingga sekarang setiap kali saya harus mengeluarkan KTP komentar, “Oh nama aslinya David toh kamu, biar keren diganti jadi Dave ya?” masih terdengar mengganggu telinga. Saya keren dari lahir kok.

So yes, I learned to respect people’s name by saying it properly when communicating. Learn to pronounce it correctly. Tidak yakin mau manggil dengan sebutan apa? Sebaiknya tanya. Maaf, sebaiknya saya panggil ibu dengan nama apa ya? Misalnya. Tak lagi saya akan tergoda bergunjing membahas mereka yang memutuskan mengganti namanya. Belajar menghargai keputusan paling pribadi tersebut. Identitas diri bukanlah hal yang pantas diperdebatkan.

Moreover, a name implies more than just an identity. It carries deep profound stories that sometimes takes half a lifetime to carve and built. By addressing the name, I am acknowledging the person’s worth. That is not something you take lightly. Because I know that my name is important to me, I treat yours as much.