Majalah Harper’s Bazaar Indonesia edisi Agustus 2020 menghadirkan generasi milenial dalam artikel fashion story yang membahas tentang warisan leluhur, salah satunya bersama dengan aktor muda, Jerome Kurnia.
Untuk kembali mengulas lebih dalam tentang kecintaannya terhadap budaya Indonesia, seri Brunch with Dave Hendrik kali ini akan mengulas tentang kebudayaan Indonesia dalam kacamata generasi muda lewat tema Generasi Muda Melihat Warisan Leluhur.
Bersama dengan Jerome, Dave membahas lebih dalam tentang bagaimana sang aktor muda ini menunjukkan kecintaannya terhadap tanah air dan caranya untuk melestarikan budaya yang melekat dalam identitas dirinya.
Untuk itu, mari simak obrolan menarik dan menginspirasi dari aktor pemeran Yugo dalam Dilan 1991 di bawah ini:
“Jerome, bagaimana kamu mengartikan cinta Indonesia?” tanya Dave. Aktor 26 tahun ini menekankan pada dua hal sederhana dalam mengartikan cintanya terhadap tanah air.
“Ya, menurut aku simple aja sih, mengartikan cinta Indonesia itu pertama-tama kita sebisa mungkin, bagaimanapun (terhadap) sesama harus berbahasa Indonesia. Nomor satu, itu menurut aku, sesimpelitu awalnya. Kedua, kita harus melihat dunia dari kacamata, kacamata orang Indonesia gitu. Kadang kita suka meleset sedikit ke kanan atau ke kiri melihat dunia dari kacamata orang luar dan itu menurut aku, lumayan salah. Menurut aku, sesederhanadari situ aja, melihat dan berbicara. Lima indra awal itu saja dulu kita gunain sebagai orang Indonesia. Kita bisa kasih lihat bahwa kita cinta Indonesia karena kita mengapresiasikan dengan menggunakan hal-hal yang basic banget dalam hidup sebagai orang Indonesia dulu saja sih,” ungkap Jerome.
Dengan latar belakang keluarga Jerome yang memiliki keturunan Indonesia dan Jerman, Dave menanyakan tentang kebiasaan aktor muda ini yang berbicara bahasa Indonesia kepada sesama orang Indonesia, mengingat bahwa anak-anak zaman sekarang sangat fasih berbahasa Inggris,
“Eh, nggak juga sih, mungkin ya tapi sebisa mungkin ya pakai Bahasa Indonesia, tapi memang nggak ada salahnya fasih berbahasa Inggris atau bahasa-bahasa yang lain, tetapi alangkah lebih baiknya bila memang lagi nongkrong atau lagi ketemu ngomongnya pakai Bahasa Indonesia aja, toh, kayaknya ya, pahitnya dan manisnya tuh yang begitu. Orang tuh semakin naik kelasnya, semakin keren kok bahasanya berubah makin Inggris gitu. Jadi, kenapa nggak kita, untuk yang bisa, kadang ada orang yang dari kecil terbiasa ngomong bahasa Inggris, yaudah nggak apa-apa, tetapi untuk yang bisa kenapa kita tidak menggunakan Bahasa Indonesia saja, kenapa kok harus malu,” jelas Jerome.
Dave pun melanjutkan perbincangannya dengan topik menarik tentang pandangan generasi sebelumnya memandang generasi milenial dan generasi Z dalam melestarikan budaya Indonesia, “Nah, sekarang kesempatan saya ngobrol sama Jerome nih yang generasi milenial dan generasi Z. Sebetulnya, gimana sih kalian mendeskripsikan kebudayaan kalian?” tanya Dave
“Sebenarnya sih, justru aku merasa banyak yang membantu generasi kita mulai dari generasi sebelumnya. Mereka tuh lebih, menurut aku, lebih keren dalam melestarikan budaya. Jadi, aku tuh melihat generasi-generasi sebelumnya kalau soal budaya, kayaknya lebih paham lagi. Jadi, mungkin lebih mencontoh mereka, bagaimana mereka melestarikan budaya tapi tentu kita juga punya cara-cara sendiri, contoh mungkin yang kita lebih fasih dari generasi sebelumnya, yaitu social media. Kita bisa menggunakan platform-platform terbaru yang kita mengerti, mau sekarang ada aplikasi yang banyak joget-joget nyanyi-nyanyi itu, secara nggak langsung kita bisa melestarikan budaya dengan cara-cara tersendiri.”
Kembali melanjutkan perbincangan, dalam fashion story yang telah dibaca Dave di majalah, ia pun tertarik dengan pernyataan bahwa generasi milenial dan generasi Z sangat fasih terhadap hal-hal baru, mudah beradaptasi serta memiliki toleransi yang tinggi terhadap perbedaan. “Menurut Jerome gimana, menanggapi kalimat ini?” tanya Dave kepada aktor 26 tahun tersebut.
“Setuju sih, sebagian besar anak-anak sekarang karena gampang mengakses informasi, mau informasinya yang benar atau yang salah, tapi informasi gampang diterima. Semisal ada kejadian sesuatu di negara lain, di mana ada satu kelompok ras yang ditindas dan lain-lain. Jadi, kita dapat banyak informasi dan kita mulai belajarnya lebih gampang, jadi ‘oh ini nggak boleh ya, mereka demo gara-gara ini”. Jadi kita lebih cepat untuk mengetahui apa yang dianggap baik maupun salah di kacamata dunia,” jelas Jerome.
Ketertarikan Dave tentang pernyataan artikel tersebut berlanjut dengan menanyakan pendapat Jerome tentang bagaimana sang aktor melihat anak-anak muda Indonesia dalam bertoleransi terhadap perbedaan yang juga menjadi isu yang banyak dibahas generasi milenial dan generasi Z.
“Cukup bertoleransi antara perbedaan-perbedaan orang menurut aku, sebagian besar,” ungkapnya.
Namun, Jerome menambahkan pernyataan menarik tentang bagaimana beberapa anak-anak muda memposisikan diri dalam implementasi nilai toleransi ini, “Kadang aku melihatnya juga kita nggak boleh terlalu memandang seakan kita bukan orang Indonesia gitu. Kadang hal-hal yang kita ucapkan di sini bisa acceptable tapi kalau kita ucapkan di tempat lain nggak acceptable, sebaliknya juga. Nah, kadang aku lihat itu ada di beberapa orang, kita terlalu memposisikan diri kita bukan sebagai orang Indonesia tetapi sebagai orang Amerika, gitu misalnya. Kadang nggak cocok saja, nggak nyambung gitu.”
Mungkin yang dimaksud Jerome adalah bagaimana baiknya, kita lebih bertoleransi dengan masalah perbedaan yang terjadi di dalam negeri yakni di Indonesia terlebih dahulu. Pesan yang cukup menyentil, bukan?
Anda ingin mengetahui perbincangan lain antara Dave Hendrik bersama Jerome Kurnia yang juga mengulas tentang perjalanan karier Jerome dalam dunia seni peran?
Nantikan perbincangan lengkapnya dalam seri Brunch With Dave Hendrik yang akan segera tayang di kanal YouTube Harper’s Bazaar Indonesia.
(Penulis: Vanessa Masli; Foto: Courtesy of Instagram Jerome Kurnia @jerompret)