Revolusi GLP-1 kini tidak hanya mengubah lingkar pinggang, tetapi juga rak perawatan di kamar mandi. Dengan semakin populernya obat-obatan seperti Ozempic, Mounjaro, dan Wegovy yang awalnya diresepkan untuk penderita diabetes tipe 2 namun kini umum digunakan untuk menurunkan berat badan. Saat ini muncul kekhawatiran baru di dunia kecantikan yakni, kualitas kulit.
BACA JUGA: 10 Serum Terbaik Untuk Mengecangkan Kulit Wajah di 2025
“Pada kelonggaran kulit yang biasanya terjadi karena penurunan berat badan, kualitas kulit umumnya masih tetap terjaga. Namun, kulit pasien yang menggunakan obat GLP-1 sering tampak mengalami proses penuaan yang lebih cepat,” ujar R. Sonia Batra selaku dokter kulit bersertifikat ganda sekaligus ahli bedah dermatologi mikro di Santa Monica, California. Di media sosial, fenomena ini sering disebut sebagai “Ozempic face,” dengan ciri-ciri seperti wajah cekung dan tirus akibat kehilangan volume, kulit menipis dengan elastisitas dan daya pantul yang berkurang, munculnya kerutan yang lebih dalam, serta peningkatan kekeringan dan sensitivitas kulit.
“Pada kelonggaran kulit yang biasanya terjadi akibat penurunan berat badan, kualitas kulit umumnya tetap terjaga, namun pada pasien yang menggunakan obat GLP-1, kulit mereka sering terlihat seperti mengalami proses penuaan yang dipercepat.”
Karena prosedur seperti fat transfer, facelift, filler, dan perawatan pengencangan kulit (seperti Sofwave, EmFace, dan radiofrequency microneedling) sering kali di luar jangkauan anggaran banyak orang, konsumen pun mulai mencari alternatif topikal non-invasif. Menanggapi hal ini, berbagai brand kecantikan mulai menghadirkan solusi yang dibutuhkan.
“Saya percaya kita sedang menyaksikan lahirnya kategori baru dalam dunia skincare dan kecantikan secara keseluruhan yang dirancang khusus untuk mengatasi efek samping estetika akibat penggunaan GLP-1 dan penurunan berat badan yang cepat,” ujar Marc Ronert selaku dokter bedah plastik bersertifikat Eropa sekaligus co-owner dari Image Skincare. Pada bulan April lalu, ia meluncurkan Vol.U.Lift, perawatan topikal yang menargetkan empat masalah umum terkait penggunaan GLP-1 seperti, pengempisan wajah, kerutan dalam, dehidrasi, dan hilangnya kepadatan kulit.
Formulanya menggabungkan berbagai bahan aktif seperti asam amino L-ornithine untuk merangsang produksi kolagen, bakuchiol untuk meratakan garis halus, asam hialuronat untuk memberikan kelembapan dan efek mengisi, ekstrak tumbuhan kangaroo-paw untuk mengencangkan, serta fragmen kolagen nabati biomimetik untuk mengangkat dan menguatkan kulit. Produk ini juga dilengkapi dengan sistem enkapsulasi pintar yang mengantarkan antioksidan kuat termasuk vitamin C, ectoin, dan mikroalga kaya astaxanthin ke dalam kulit untuk melawan stres oksidatif dan memperkuat lapisan pelindung kulit.
Beberapa minggu setelah peluncuran Vol.U.Lift, Julius Few selaku dokter bedah plastik bersertifikat dan pendiri The Few Institute di Chicago, memperkenalkan DermaReverse, semakin memperkuat kemunculan sektor baru dalam dunia perawatan kulit ini. Serum dengan formula intensif ini telah diuji secara klinis selama enam minggu pada pengguna GLP-1 dan menunjukkan peningkatan signifikan dalam elastisitas, hidrasi, warna kulit, dan tekstur.
Inspirasi Dr. Julius berasal dari pengalamannya di ruang operasi, di mana ia melihat perubahan tak biasa pada perilaku kulit pasien pengguna GLP-1 saat dan setelah menjalani prosedur facelift. “Kulitnya seperti karet gelang yang sudah longgar,” ungkapnya. Ia menduga efek tersebut bukan hanya akibat kehilangan lemak, tapi juga terganggunya komunikasi antar sel kulit dan hormon yang berujung pada kulit kering, munculnya kerutan lebih cepat, serta meningkatnya sensitivitas terhadap sinar UV (seperti kemerahan dan hiperpigmentasi).
Meski tren ini terus berkembang, beberapa pelaku industri kecantikan tetap bersikap skeptis. Ron Robinson selaku ahli kimia kosmetik sekaligus pendiri brand skincare BeautyStat, menyebut uji klinis produk DermaReverse sebagai “menjanjikan”, namun mencatat bahwa banyak bahan aktif dalam DermaReverse maupun Vol.U.Lift sebenarnya sudah umum digunakan dalam dunia perawatan kulit. Ia menyarankan bahwa lonjakan peluncuran produk ini mungkin lebih dipengaruhi strategi pemasaran yang cerdas ketimbang terobosan ilmiah. Menurutnya, bahan aktif yang telah teruji seperti retinol, vitamin C, peptida, dan hydroxy acid masih menjadi standar emas untuk mengencangkan, mengangkat, dan mencerahkan kulit.
Produk-produk topikal ini pun belum sepenuhnya menggantikan peran ahli bedah plastik atau dermatolog, setidaknya untuk saat ini. “Produk topikal tentu saja tidak bisa mengembalikan lemak yang hilang dari wajah,” kata Ava Shamban selaku dokter kulit bersertifikat dengan praktik di Beverly Hills dan Santa Monica. Faryan Jalalabadi selaku ahli bedah plastik bersertifikat di Beverly Hills, berpendapat “Apa pun yang Anda lakukan pada level skincare, jika Anda mengalami kehilangan volume dan kelonggaran jaringan, maka kualitas kulit akan tetap kurang optimal,” ujarnya, sembari menekankan bahwa lemak adalah sumber sel punca terkaya dalam tubuh manusia.
Namun, kedua dokter tersebut mengakui bahwa beberapa perbaikan seperti peningkatan kolagen dan elastin memang memungkinkan dengan bahan aktif yang tepat. “Obat GLP-1 kemungkinan mengubah sinyal dalam kulit, yang menyebabkan menurunnya struktur penunjang dan regenerasi sel,” jelas dr. Sonia Batra. “Jika bahan dalam produk skincare dirancang untuk menargetkan dan memulihkan jalur-jalur tersebut, maka efeknya bisa membantu mengimbangi perubahan tersebut.” Meski begitu, untuk pasien yang mengalami penurunan berat badan dalam jumlah besar atau secara cepat, ia menyarankan perawatan langsung di klinik mungkin dibutuhkan untuk hasil yang cukup signifikan.
Baik Marc maupun Julius melihat produk mereka bukan sebagai pengganti prosedur estetika, melainkan sebagai pendamping yang kuat—dan idealnya sebagai langkah pencegahan. “Banyak orang mulai menggunakan obat GLP-1, lalu baru merasakan dampaknya tiga, enam, atau sembilan bulan kemudian dan mencoba mengejar ketertinggalan,” kata Julius. Kuncinya adalah memulai lebih awal untuk meminimalkan atau bahkan mencegah efek samping pada kulit.
Bahkan bagi mereka yang tidak menggunakan GLP-1, formula seperti ini tetap bisa memberikan manfaat. Siapa pun yang mengalami kehilangan volume wajah bisa merasakan hasilnya, ujar Marc. Julius menambahkan bahwa serumnya juga dapat membantu memperbaiki kondisi kulit yang tipis dan sensitif, terutama bagi penderita eksim, psoriasis, atau mereka yang menggunakan obat anti-inflamasi resep dalam jangka panjang.
Meski begitu, survei terbaru dari KFF menunjukkan bahwa satu dari delapan orang Amerika telah mencoba terapi GLP-1, dan J.P. Morgan memproyeksikan hingga 30 juta orang dewasa di Amerika akan menggunakannya pada tahun 2030. Bisik-bisik soal peluncuran produk lain di kategori ini pun mulai terdengar, seiring banyaknya brand kecantikan besar yang berlomba memanfaatkan momentum ini. Apakah kategori skincare khusus GLP-1 akan berkembang sebesar perawatan jerawat atau anti-aging masih belum pasti, namun permintaannya terus meningkat.
DermaReverse diformulasikan untuk merangsang sel kulit dan memulihkan jalur komunikasi yang terhambat oleh obat-obatan GLP-1. Produk ini menggabungkan bentuk bioavailable dari asam retinoat dengan kompleks peptida, antioksidan botani, dan asam hialuronat untuk mengaktifkan faktor pertumbuhan alami kulit. Berbeda dengan retinoid atau retinol konvensional, formulanya menyerap cepat tanpa menyebabkan iritasi, dan aman digunakan baik pagi maupun malam.
BACA JUGA:
7 Ekstrak Tumbuhan Paling Populer di Dunia Skincare untuk Ciptakan Kulit Tampak Muda!
10 Rekomendasi Serum Anti Aging untuk Kulit Kencang dan Bercahaya
(Penulis: Amber Kallor; Artikel ini disadur dari: BAZAAR US; Alih bahasa: Amadea Saskia Putri; Foto: Courtesy of BAZAAR US)