Perhelatan Paris Fashion Week di awal tahun 2018 ini menorehkan sepenggal sejarah bagi dunia fashion. Rumah mode bersejarah yang dirintis oleh Paul Poiret sebagai salah satu couturier terkemuka di Prancis pada awal abad ke-20, kini kembali bersinar di panggung fashion setelah 90 tahun tenggelam dalam keterpurukan finansial.
Konglomerat industri fashion dan kecantikan asal Korea Selatan, Shinsegae International, merupakan sosok penting yang menyokong kembalinya label fashion legendaris ini.
Di bawah pimpinan Chung Yoo-kyung, yang tak lain adalah cucu dari pendiri perusahaan raksasa Samsung, rumah mode Poiret dihidupkan kembali dengan Yiqing Yin sebagai direktur kreatif dan Anne Chapelle sebagai Chief Executive Officer.
Sebelum mengepalai Poiret, Yiqing Yin bekerja sebagai direktur kreatif label Leonard sekaligus menjalani label eponymous-nya. Ia dikenal sebagai desainer adibusana yang mahir bermain teknik pleats.
Sedangkan Anne Chapelle adalah business woman yang memiliki peran penting atas kesuksesan label asal Belgia, Ann Demeulemeester dan Haider Ackerman. Kehadiran tiga perempuan tersebut menjadikan Poiret di era modern sebagai rumah mode yang dipimpin oleh kaum perempuan.
Sedikit tentang sejarah Poiret, label ini pertama kali didirikan oleh Paul Poiret pada tahun 1903. Ia merupakan pionir yang membebaskan perempuan dari lilitan korset dan penggunaan petticoat, serta memperkenalkan sack dress, harem pants, hingga celana panjang couture.
Paul Poiret juga desainer fashion pertama yang melansir koleksi parfum (satu dekade lebih awal dari Coco Chanel) dan membuka butik desain interior. Berkat kesuksesannya ia pun mendapatkan julukan Le Magnifique atau The King of Fashion, dan karya-karyanya terus dijadikan sebagai referensi bagi para perancang busana lintas generasi.
Sayangnya, pada tahun 1929 rumah mode Poiret terpaksa gulung tikar akibat kesulitan finansial yang menimpanya. Hampir satu abad lamanya, label Poiret tenggelam dan awal tahun 2018 ini pun menjadi tonggak sejarah bangkitnya label Poiret ke panggung fashion internasional.
Koleksi perdana Poiret yang disuguhkan oleh direktur kreatif Yiqing Yin menampilkan sejumlah arsip rancangan paling ikonis yang lekat dengan DNA Paul Poiret seperti reinterpretasi potongan kimono, siluet bervolume, teknik draping, hingga siluet architectural.
Demi mengedepankan sisi modernitas dan kemewahan, material metalik tampak mendominasi keseluruhan koleksi. Kekhasan rancangan Paul Poiret kemudian dikombinasikan dengan teknik lipit yang telah menjadi kepiawaian Yiqing Yin.
Bangkitnya kembali nama Poiret memberikan warna tersendiri pada perhelatan Paris Fashion Week dan industri fashion secara umum--terlebih di tengah gempuran label-label fashion kontemporer yang bermunculan seperti saat ini.
Dan pada saat yang bersamaan, terlintas pula pertanyaan menarik berikutnya: bagaimana Poiret akan berkembang ke depannya?
(Foto: courtesy of wikipedia, dok. Bazaar)