Biennale Jogja Gelar Pameran Seni Rupa yang Berdedikasi Pada Perempuan

Tujuannya yaitu ingin memberi pandangan lebih dalam mengenai perempuan.

Courtesy of Biennale Jogja


Melihat bahwa perempuan mampu melakukan segala hal, Biennale Jogja ingin memperlihatkan hal tersebut melalui karya seni.

Baca juga: Memberdayakan Perempuan, L'Oréal Paris Ajak Anda Semua untuk Tanggap dan Tangguh Melawan Pelecehan Seksual

Organisasi nirlaba asal Yogyakarta telah menggelar acara Biennale Jogja XVI Equator #6 2021: Indonesia bersama Oseania, sebuah kawasan yang sangat dekat dengan Indonesia, mengundang para praktisi muda, seniman individu dan kolektif untuk terlibat dalam beberapa program karya seni yang mereka bentuk, bertajuk Roots < > Routes. Dengan judul tersebut, Biennale juga bermaksud untuk memperluas spektrum antara pribumi dan rasialisme; batas wilayah dan diaspora; mitologi dan modernitas; pengetahuan yang terletak dan krisis ekologis; untuk industrialisasi global dan batas pertumbuhan. Salah satu caranya adalah dengan menggelar pameran karya seni Perempuan Melawan Ego, yang mencakup seniman perempuan Meta Enjelita, Dyah Retno, dan Mella Jaarsma (berkolaborasi dengan Agus Ongge).

Pameran ini akan memberi dua pandangan melalui local location dan local knowledge yang dapat membantu Anda untuk melihat karya lebih jelas. Pada local location, orang yang berada di puncak hirarki sosial adalah orang-orang yang mampu memberi pandangan mengenai perbedaan perempuan dan laki-laki. Sedangkan, local knowledge yang berfungsi untuk memberikan pandangan yang berbeda terhadap pernyataan bahwa ilmu barat tradisional merupakan “truth” dengan nilai dan objektif secara bebas. Ketiga karya sebagai berikut:

1. Perempuan dalam Melawan Kerusakan Ekosistem

Perempuan dalam Melawan Kerusakan Ekosistem oleh Meta Enjelita

Instalasi yang berupa potongan-potongan kain yang dibuat dengan teknik pewarnaan menggunakan karat besi itu, sedang berusaha menggambarkan bagaimana kerusakan ekosistem pasca kebakaran pada hutan gambut. Menggambarkan pengalaman, pengetahuan, dan perilaku komunikasi individu yang dibentuk dalam sebuah kelompok sosial di mana mereka menjadi bagian dalam kelompok tersebut. Meta Enjelita berangkat dari kesedihannya terhadap persoalan lahan gambut di kawasan Kalimantan Barat, tempat dimana ia dibesarkan, rusak karena ego manusia terhadap lingkungan. Sekitar 98 persen kebakaran hutan dan lahan gambut di Indonesia terjadi akibat ulah manusia, baik karena kesengajaan maupun kelalaian.

2. Perempuan Sebagai Penggerak Ekonomi Rumah Tangga

Perempuan Sebagai Penggerak Ekonomi Rumah Tangga oleh Dyah Retno

Dyah Retno membawa pengetahuannya tentang aksara Lota dalam karyanya, pekerjaan tangan gerabah. Gerabah menjadi salah satu kultur material yang paling banyak ditemukan zaman dahulu serta pedalaman, dan kebanyakan berbentuk kendi atau piring dengan motif beragam di setiap daerah sebaran. Seringkali kita melihat pada bidang industri kecil, terutama industri kerajinan rumah tangga, yang kegiatannya lebih banyak ditangani oleh anggota keluarga yang umumnya perempuan. Selain itu kebutuhan hidup dalam rumah tangga yang semakin kompleks menjadi faktor utama kaum perempuan untuk memiliki penghasilan sendiri. Bagi masyarakat pada kelas bawah, peran seluruh anggota keluarga sangat mempengaruhi ekonomi mereka, sejalan dengan kemajuan tingkat pendidikan wanita dan semakin terbukanya kesempatan kerja yang lebih luas bagi wanita. Maka dari itu, tidak heran jika partisipasi angkatan kerja wanita dalam pembangunan ekonomi terus meningkat dari waktu ke waktu.

3. Pakaian Sebagai Identitas

Pakaian Sebagai Identitas oleh Mella Jaarsma dan Agus Ongge

Mella Jaarsma dan Agus Ongge berkolaborasi melalui material kulit kayu yang biasa dijadikan material pakaian oleh beberapa suku di Papua, untuk menggambarkan bahwa fashion, pakaian, dan busana/baju telah menjadi fenomena kultural ketika ketiganya menunjukkan praktik-praktik penandaan. Fashion dan pakaian secara simbolis mengikatkan satu komunitas. Kesepakatan sosial yang ditunjukkan dari hal ini adalah mengenai apa yang akan dikenakan merupakan ikatan sosial itu sendiri, yang pada akhirnya akan memperkuat ikatan sosial. Pakaian pun menjadi sebuah alat untuk mengkomunikasikan keanggotaan satu kelompok kultural baik kepada orang-orang yang menjadi anggota kelompok tersebut maupun bukan. Pada tahap ini, kita dapat melihat bahwa pakaian tidak hanya sekedar menunjukkan estetika. Melainkan menunjukkan sebuah identitas dari penggunanya.

Acara dua tahunan ini telah digelar sejak 6 Oktober dan masih dapat disaksikan sampai 14 November 2021. Tak hanya digelar offline, Anda juga menyaksikannya melalui https://biennalejogja.org/2021/.

(Penulis: Gracia Sharon, Foto: Courtesy of Biennale Jogja)