CHI Award 2018: Apresiasi Warisan Budaya Indonesa

Merasa perlunya perhatian terhadap warisan budaya Indonesia, CHI Award 2018 memberikan apresiasi kepada warisan budaya Indonesia.



Wastra batik menjadi salah satu aset Indonesia yang tak ternilai harganya. Dengan motif beragam membuat batik menunjukan pusparagam budaya Indonesia. UNESCO pun menetapkan batik sebagai “Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi Indonesia”. Namun ternyata banyak permasalahan yang belum diangkat dalam industri batik. Salah satunya adalah berkurangnya para pembuat batik serta unsur-unsur pembuatan batik seperti canting, canting cap dan malam. Ini yang menadasari CHI Award untuk memberikan apresiasi kepada para pelaku batik dalam mempertahankan warisan budaya Indonesia.


CHI Award 2018 diadakan bertepatan dengan hari pahlawan, dengan tujuan agar batik dapat dilestarikan dan para pejuangnya dapat diapresiasi dengan baik. Ada 4 kategori diberikan dalam ajang ini, diantaranya kategori pelestari diraih oleh Agus Sriyono yang merupakan generasi ke-3 dalam usaha canting cap miliknya, kemudian Chuzazi pembuat canting tulis dan Aris Gunadi pembuat lilin malam. Kategori penerus oleh Widianti Widjaja dari batik Oey Soe Tjoen. Batik yang diolah dalam warna pastel serta mengusung nuansa romantis, telah diambil alih Widianti sejak 2006 dengan memberikan inovasi baru agar batik lebih mudah dipakai. Kategori inovasi dimenangkan oleh Nur Cahyo, pengrajin batik yang melahirkan nuansa baru dalam industri batik dengan menciptakan batik tiga warna dan memiliki dua motif berbeda di setiap helai kain. Dan yang terakhir kategori penghargaan khusus diberikan kepada Go Tik Swan. Go Tik Swan adalah salah satu tokoh pelestari batik sejak era presiden Soekarno. Go Tik Swan mendapat amanat dari presiden pertama Indonesia tersebut untuk membuat batik. Dalam buku Jawa sejati: Otobiografi Go Tik Swan Hardjonagoro tahun 2008, Batik yang dibuat oleh beliau dikenal juga dengan nama Panembahan Hardjonagoro, merupakan hasil perkawinan batik klasik keraton Surakarta dan Yogyakarta dengan gaya batik utara Jawa Tengah, seperti Pekalongan.


CHI Award merupakan ide dari Wiwit Ilham Panjaitan yang juga pendiri Yayasan Al Mar.

Wiwit mengajak beberapa tokoh diantaranya Musa Widyatmodjo, perancang mode Indonesia untuk menjadi dewan juri dalam pemilihan ini. Bagi Musa penghargaan ini sangat penting demi kelangsungan industri batik, apalagi dengan kemajuan teknologi dan perkembangan industri modern yang pesat membuat batik semakin meredup. Musa menambahkan bahwa di daerah pekalongan saja hanya tersisa satu keluarga yang memprodukti batik, padahal sebelumnya hampir semua keluarga di pekalongan membuat batik. CHI Award pun berharap bahwa dengan adanya acara ini industri batik dapat menjadi perhatian pemerintah, khususnya untuk para pengrajinnya.


(Foto: Courtesy of CHI Award)