Reaksi Terhadap Chappell Roan Sebenarnya Berbicara Tentang Diri Kita

Belakangan ini, dunia seolah berusaha untuk menjatuhkan bintang pop yang sedang bersinar. Apa penyebabnya?

Courtesy of BAZAAR US


Istilah "meteoric rise" mungkin sudah terlalu sering digunakan, tetapi untuk Chappell Roan, ungkapan ini sangat tepat menggambarkan bagaimana album debutnya langsung membuatnya menjadi (femi), fenomena dalam waktu singkat.

Namun, jika Anda menghabiskan banyak waktu online seperti saya, Anda mungkin tahu bahwa perjalanan Chappell belakangan ini tidak selalu mulus. Pada bulan Agustus, Chappell membagikan serangkaian video di TikTok, mengungkapkan keluhannya tentang perilaku “mengerikan” dari beberapa penggemarnya. Ia merasa “diganggu” dan menyebutkan bahwa keluarganya bahkan “diintai”. Video-video tersebut sangat berbeda dari apa yang biasa dibagikannya, dan memicu diskusi tentang apakah selebriti boleh mengeluh tentang ketenaran mereka.

BACA JUGA: 10 Penampilan Kecantikan Terbaik di MTV VMAs 2024

Kemudian, minggu lalu, Chappell ditanya tentang pemilihan presiden yang akan datang dalam sebuah wawancara. Dalam kutipan yang kini viral, ia mengatakan bahwa ia tidak “tertekan” untuk mendukung siapa pun karena “ada masalah di kedua belah pihak.”

Pernyataan ini, yang disebarkan di luar konteks, menimbulkan kontroversi selama beberapa hari. (Beberapa orang menuduh Chappell, seorang lesbian, tidak paham dengan masalah-masalah LGBTQ+ di tengah serangan dari Partai Republik terhadap komunitas tersebut.) Akhirnya, dalam video lain, Chappell merespons dengan menyalahkan “clickbait” atas kegaduhan yang terjadi. Ia memperjelas bahwa dirinya akan mendukung Kamala Harris, tetapi tidak ingin “berkompromi” dengan pilihan yang ada, terutama terkait isu Israel-Palestina. “Ini bukan saya berpihak pada kedua kubu,” jelasnya. “Ini saya mempertanyakan kedua kubu.”

Melihat banyaknya kritik terhadap Chappell cukup membuat frustrasi. Kritik ini tampak tidak beralasan — diperkuat oleh kutipan yang diambil tanpa konteks dan disebarluaskan di internet demi sensasi. Saya juga merasa bahwa sebagian besar alasan orang tidak menyukainya adalah karena ia menolak untuk merendahkan dirinya atau suaranya agar terlihat lebih mudah diterima. Padahal, keinginan untuk menjatuhkannya merupakan masalah yang jauh lebih besar daripada pandangan Chappell atau cara dia menyampaikan pendapatnya.

Chappell bukan satu-satunya bintang pop yang baru-baru ini menegur penggemarnya. Pada bulan Juni, saat penggemar di konser Charli XCX di Brasil meneriakkan "Taylor Swift sudah meninggal," Charli langsung merespons melalui Instagram, menyatakan bahwa ia tidak akan "mentoleransi" perilaku semacam itu. Taylor Swift sendiri juga pernah memberikan sindiran kepada penggemarnya melalui musiknya. Dalam beberapa lagu dari albumnya yang terbaru, The Tortured Poets Department, Taylor meluapkan kemarahannya terhadap "orang-orang sok tahu" yang "berpikir mereka tahu apa yang terbaik" untuknya. Lirik ini diduga merujuk pada penggemar yang tidak setuju dengan hubungannya dengan vokalis 1975, Matty Healy.

Lirik terbaru Ariana Grande juga secara halus menyentuh ketegangan dengan penggemar dan media, terkait hubungannya dengan Ethan Slater, rekan sesama aktor di Wicked, yang kabarnya masih menikah saat mereka terlibat. “You cling to your papers and pens / Wait until you like me again,” nyanyinya dalam lagu “We Can’t Be Friends (Wait for Your Love).”

Sementara itu, tahun lalu, Doja Cat berbicara soal penggemar yang merasa seolah dirinya "dimiliki" oleh mereka. “Menurut saya, jika seseorang belum pernah bertemu saya langsung, maka secara tidak sadar saya tidak nyata bagi mereka,” ungkapnya kepada Bazaar. “Jadi ketika orang-orang menjadi terikat dengan seseorang yang belum mereka kenal di dunia maya, mereka merasa memiliki kendali atas orang tersebut.”

Mengapa serangan lebih banyak diarahkan pada Chappell? Salah satunya karena ketenarannya yang datang begitu cepat. Seolah-olah kita hanya merasa nyaman jika selebritas perempuan membicarakan beban ketenaran setelah kita merasa mereka cukup ‘menderita’. Berbeda dengan tokoh seperti Taylor Swift atau Britney Spears — yang merilis lagu protes “Piece of Me” pada 2007 di tengah gelombang pelecehan media — ada anggapan bahwa Chappell, sebagai sosok baru, belum "pantas" untuk mengeluh.

Percakapan ini juga diwarnai oleh rasa kepemilikan yang aneh, yang tampak terpengaruh oleh gender. Menanggapi pernyataan Chappell tentang pemilu, sebuah unggahan viral mengatakan bahwa "kita harus mengharapkan lebih banyak dari orang-orang yang kariernya kita biayai." Mengesampingkan politik dan harapan baru bahwa musisi harus mendukung calon presiden, cara pandang ini seolah menempatkan penggemar sebagai ‘pemegang saham’ atas karier sang artis. Ini mengingatkan saya pada perlakuan media Inggris terhadap Pangeran Harry dan Meghan Markle, Duke dan Duchess of Sussex, saat mereka masih aktif sebagai anggota keluarga kerajaan. “Meghan mencoba menghancurkan kontrak antara keluarga kerajaan dan publik: Kami membayar, mereka berpose,” tulis seorang kolumnis terkemuka, setelah Meghan menolak difoto dengan bayinya, Archie, hanya beberapa jam setelah kelahiran. Pesannya jelas: Jangan lupakan siapa yang ‘memiliki’ dirimu.

Berbicara tentang Harry dan Meghan, saya merasa banyak orang sebenarnya hanya kesal dengan Chappell, bukan karena sikapnya terhadap ketenaran atau pandangan politiknya, melainkan karena kehadirannya membuat mereka terganggu. Bagi saya, hal ini tercermin dari reaksi terhadap video viral dari MTV Video Music Awards bulan ini, ketika Chappell menghadapi seorang fotografer yang menyuruhnya “diam” saat berpose di karpet merah. Awalnya, video yang tersebar adalah versi yang telah dipotong (tanpa bagian di mana fotografer memprovokasi). Beberapa orang sangat ingin cerita versi terburuk — bahwa Chappell berteriak tanpa alasan — adalah benar. Orang-orang yang langsung berpikiran buruk lebih baik jujur saja bahwa mereka tidak suka dengannya, daripada memutarbalikkan kenyataan untuk membenarkan perasaan mereka. Tidak perlu merasa benar sendiri.

Ekosistem media saat ini membuat kita sulit melihat dengan jelas. (Saya tidak hanya berbicara tentang Fox News, yang jelas-jelas terusik oleh seorang perempuan muda queer yang tampaknya tidak peduli pada persetujuan laki-laki.) Sejak Chappell pertama kali menegur para penggemarnya, banyak jurnalis yang merasa perlu membahas hal tersebut dalam wawancara. Namun, kutipan-kutipan itu sering kali diambil secara sepotong-sepotong dan disebarkan oleh akun-akun seperti PopCrave, yang memanfaatkan situasi untuk menciptakan narasi bahwa Chappell selalu mengeluh atau berada dalam masalah.

Di satu sisi, saya memahami bahwa orang yang terus-menerus menganggap dirinya korban bisa membuat jengkel. Namun, itu tidak berarti mereka tak layak dihormati atau dimengerti — dan juga tidak berarti mereka salah. Banyak dari kita lupa bahwa Chappell masih berusia 26 tahun dan mendadak terkenal di seluruh dunia. Itu adalah pengalaman yang sulit kita bayangkan. “Saya tidak peduli bahwa perilaku seperti ini dianggap bagian dari pekerjaan atau industri yang saya pilih. Itu tetap tidak membuatnya benar,” ujar Chappell saat membahas tindakan penggemar yang berlebihan. Siapa yang bisa benar-benar tidak setuju dengan hal itu?

Courtesy of BAZAAR US
Pada 11 September 2024, Roan tampil memukau di acara MTV Video Music Awards (VMAs) di New York.

Pada dasarnya, kemarahan terhadap Chappell mencerminkan ketakutan kita sendiri. Ketenaran mungkin menjadi hal yang lebih diidealkan dalam budaya Barat dibandingkan uang. Sekarang, dengan adanya era influencer yang semakin membuka peluang ketenaran, menjadi terkenal hanya dengan menjadi diri sendiri terasa lebih mudah dijangkau bagi siapa saja yang memiliki ponsel. Mungkin inilah yang membuat sebagian dari kita semakin marah kepada Chappell. Kita tidak tahu siapa dirinya sebenarnya atau apa yang sudah ia alami, tetapi kita tahu bahwa ia tampak tidak menghargai sesuatu yang selama ini kita idamkan. Ia bukan hanya mempertanyakan sistem nilai yang kita pegang, tapi juga merusak fantasi kita.

Para pengkritik Chappell mungkin berpendapat bahwa video tanggapan yang ia buat justru memperkeruh suasana. Pandangan ini masuk akal, namun narasi "fallen princess" yang disematkan padanya mengungkapkan masalah yang lebih luas. Ketika saya melihat akun LizaMinnelliOutlives memposting bahwa legenda berusia 78 tahun tersebut telah "melampaui ketenaran menjanjikan RChappelloan" setelah komentar kontroversial dan tingkah lakunya di karpet merah, saya semakin yakin bahwa reaksi publik telah berkembang menjadi ajang penghinaan yang sangat disukai banyak orang.

Ini masalah kita, karena para selebriti sebenarnya tidak menciptakan aturan tentang ketenaran. Kitalah yang melakukannya. Kitalah yang terus meminta mereka lebih terbuka atau menunjukkan sisi politis mereka, namun kita juga yang menghukum ketika mereka tidak berekspresi dengan sempurna atau memiliki pandangan berbeda dari kita. Kitalah yang menjadikan ketenaran sesuatu yang kejam, lalu mengkritik mereka yang mengeluhkan hal itu — kecuali jika mereka sudah “dibantai” berkali-kali oleh tekanan publik sebelumnya.

Tekanan seperti ini tak akan hilang dalam waktu dekat. Selama akhir pekan, Chappell menjadi bahan lelucon di Saturday Night Live, di mana ia dibandingkan dengan Moo Deng — seekor kuda nil kerdil berusia 11 minggu yang menjadi bintang viral di TikTok. (Ini menunjukkan betapa absurdnya semua ini.) Sehari sebelumnya, Chappell membatalkan penampilannya di festival All Things Go di luar D.C., dengan alasan bahwa "segala sesuatu terasa sangat berlebihan dalam beberapa minggu terakhir." Saya berharap ia bisa menemukan cara untuk tetap berada di sorotan tanpa kehilangan dirinya atau harus mengorbankan prinsip-prinsipnya. Akan sangat disayangkan jika suaranya tenggelam oleh semua kegaduhan yang ada di sekitarnya.

BACA JUGA:

Pesan Ariana Grande untuk Para Haters dalam Single Terbarunya

Taylor Swift Kenakan Gaun Bermotif Floral Saat Menghadiri Undangan Pernikahan Bersama Travis Kelce

(Penulis: Louis Staples; Artikel ini disadur dari: BAZAAR US; Alih bahasa: Vanesa Novelia; Foto: Courtesy of BAZAAR US)