Mengenal Desainer Indonesia: Chitra Subyakto

Tak sebatas hanya berkiprah sebagai desainer, Chitra Subyakto adalah sosok penuh tujuan yang mendedikasikan karyanya untuk keberlangsungan hidup planet kita.



Membicarakan industri mode, tentu tak lepas dari isu lingkungan yang disebabkan oleh fast fashion dan limbah hasil produksi mode maupun dari pakaian-pakaian yang tak terpakai. Di antara hal tersebut terdapat kesinambungan antara perilaku konsumtif serta industri mode yang memang berjalan secara musiman. Fenomena tersebut kemudian menggerakkan pelaku mode untuk lebih condong ke prinsip mode berkelanjutan sebagai bentuk kepedulian mereka terhadap planet bumi. Sayangnya, masih banyak produk mode berkelanjutan yang kurang terjangkau dan membuat banyak orang memilih menggunakan fast fashion. Untungnya, industri mode memiliki sosok seperti desainer Chitra Subyakto yang merupakan pendiri label slow fashion Sejauh Mata Memandang.

Sosok Chitra sendiri sebelumnya tak asing lagi, bagi Anda yang belum familiar dengannya, dipastikan Anda pernah melihat karya-karyanya di dalam perfilman Tanah Air sebut saja film Ada Apa Dengan Cinta 2, Laskar Pelangi, Sang Penari, dan banyak lagi. Ya, selain sebagai desainer, Chitra lebih dahulu menyelami dunia mode dengan menjadi penata gaya untuk majalah dan penata busana untuk kostum perfilman Indonesia. Kiprahnya di bidang tersebut pun mendulang banyak prestasi untuk dirinya, ia berhasil mendapatkan piala Citra dan piala Maya sebagai Penata Kostum Terbaik sekaligus nominasi Penata Busana Terbaik di Festival Film Indonesia.

Chitra yang selama kariernya memiliki ciri khas berbusana yang tiada dua, kemudian mendirikan brand Sejauh Mata Memandang (SMM) dengan konsep Batik kontemporer pada tahun 2014. Seni Batik yang telah menjadi kebanggaan Indonesia menjadi fokus utama label miliknya. Namun, alih-alih menerjemahkan batik secara harfiah, Chitra memilih untuk melakukan modernisasi terhadap corak Batik dengan caranya sendiri yang membedakannya dengan yang lain. Salah satu corak yang diangkat adalah ilustrasi ayam yang biasa ditemukan di mangkok, kisah Timun Mas, laut Indonesia, dan Jembatan Semanggi yang melibatkan ibu-ibu dari beberapa rumah susun di Jakarta.

Kecintaannya dengan Batik dan warisan budaya di Indonesia, ia dapatkan dari kedua orangtuanya yang kerap mengajaknya mengunjungi museum dan candi-candi di Indonesia. Kebiasaan tersebut lalu menjadikan dirinya sebagai individu yang peduli dengan kebudayaan Indonesia yang lalu ia tuangkan di atas kain tekstil buatannya di mana koleksi ciptaannya terdiri dari busana keseharian tradisional Indonesia seperti kain sarung, celana longgar, kemben, dan banyak lagi dengan ungkapan lebih modern. Sosok desainer pembuat Batik seperti Go Tik Swan, Obin, dan Iwan Tirta adalah sumber inspirasinya. Kiprah Go Tik Swan yang merupakan seorang budayawan yang kemudian menjadi desainer yang banyak menyisipkan unsur modern pada Batik di masanya menginsipirasi perjalanan Chitra saat membangun Sejauh Mata Memandang untuknya menciptakan batik yang penuh warna dan tidak melulu hanya menggunakan warna cokelat.

Kreativitas dan gagasannya untuk mengolah tekstil menjadi sesuatu yang dapat dengan mudah dipadu-padankan kemudian menjadikan label Sejauh Mata Memandang populer di banyak kalangan, Desainnya yang memadukan napas tradisional dan modern, menjadikan produknya dapat dikenakan di segala kesempatan formal maupun non formal. Sekaligus mengubah pola pikir banyak orang terhadap kain yang dianggap suatu yang “usang” atau tidak mudah untuk dikenakan bersama busana masa kini.

Kemampuannya mengubah produk kain menjadi suatu yang kini, nyatanya turut membantu pergerakan mode berkelanjutan. Di mana setiap produknya yang mudah dipadukan serta tak mengacu kepada tren tertentu dapat membuat sang pemilik menjadi tidak konsumtif dan memakainya berulang kali. Ia pun hanya menggunakan material ramah lingkungan seperti katun, linen, dan tencel. Ia juga banyak mengolah kembali bahan-bahan sisa produksi menjadi sebuah terobosan baru sehingga tak terbuang begitu saja.

Tak hanya itu, Chitra turut menggerakkan berbagai insiasi yang berhubungan dengan keselamatan lingkungan hidup dan kemanusiaan. Salah satu usahanya untuk memberdayakan perempuan, ia salurkan melalui koleksi Semanggi saat dirinya menjadi mentor untuk para ibu rumah tangga di rumah susun Marunda agar mereka memiliki kemampuan dan dapat mandiri secara finansial.

Ia pun pernah mendirikan ekshibisi Laut Kita yang mengedukasi banyak orang kondisi laut di negara kita yang dipenuhi sampah akibat plastik sekali pakai yang biasa digunakan oleh banyak orang lewat instalasi-instalasi sampah plastik, fotografi, dan video dokumenter sehingga menarik atensi publik untuk mengetahui lebih lanjut. Ia juga merilis koleksi Sejauh Daur yang dibuat dari sisa bahan produksi konveksi-konveksi di pulau Jawa untuk lalu diallihkan menjadi masker kain, sandal, patchwork, dan dekorasi botol minum.

Kegiatan-kegiatan lain yang ia usahakan demi kelangsungan lingkungan hidup, ia upayakan dengan menarik dan cerdas demi menarik atensi publik. Salah satunya adalah program Rampok Plastik yang mana ia menghampiri orang-orang yang membawa plastik lalu menawarkan orang untuk menukarnya dengan tas kain. Ia juga berpartisipasi di sebuah program pemungutan sampah di Utara Jakarta dan Kepulauan Seribu dan banyak lagi.

(Foto: Courtesy of Instagram.com/@sejauhmatamemandang & @chitras)