Setelah 15 tahun berkarya, Auguste Soesastro menggelar pameran tunggal pertamanya dengan tajuk “Force of Subtleness” atau Dayaningbudi. Ekshibisi multimedia fashion ini digelar sejak 15 Agustus hingga 10 September di Plaza Indonesia, menghadirkan karya Auguste sejak pertama kali ia meluncurkan jenama Kraton pada New York Fashion Week, hingga saat ini.
BACA JUGA: Infusi Bersahaja dari Kraton by Auguste Soesastro
Kraton sendiri didirikan pada 2008 yang menggabungkan teknik dan kepekaan kain yang ditemukan pada lini couture dengan kepraktisan pada lini ready-to-wear. Jenama ini telah dipamerkan di New York, London, Paris Milan, Roma, Singapura, Jakarta, Manila, dan Sydney. Serta memiliki studio di New York, Paris dan Jakarta. Nama Kraton sendiri diambil untuk penghormatan terhadap leluhur Auguste, yang adalah keturunan Sunan Gunung Jati.
Pameran ini terbagi menjadi tiga tema, yang berbeda namun masih terhubung. Njawani, Architecture, dan Minimalism. Ketiga tema ini berakar pada lika-liku kehidupan pribadi Auguste.
Pada tema Njawani, Auguste merangkul budaya, gaya hidup dan falsafah orang Jawa dan relasinya dengan kultur peranakan serta keturunan pendatang lain. Pemilihan tema ini sebagian besar terinspirasi dari riwayat panjang keluarganya. Leluhur Auguste sendiri berasal dari Tionghoa Selatan yang bermigrasi ke Indonesia sebelum abad ke-17, yang kemudian berbaur dengan penduduk lokal.
Auguste ingin mendemokrasi pakaian bangsawan sekaligus tetap menghormati norma budaya yang ada, ini dilakukan dengan mempelajari asal, pemaknaan serta norma-norma dari pakaian tradisional Jawa. Tema ini sendiri pertama kali dihadirkan pada 2009.
Kemudian pada tema architecture diambil dari latar belakangnya sebelum ia terjun ke dunia fashion, yakni sebagai alumni University of Sydney jurusan arsitektur. Ia mengambil inspirasi pada studi arsitektural seperti biomimetika, matematika, dan futurisme yang ia masukan kedalam potongan-potongan eksperimentalnya.
Tema architecture pertama kali ditampilkan pada pameran mini bertajuk “Architecture of Cloth” pada 2016 di dia.lo.gue Jakarta. Tema ini menekankan kemampuan pola Auguste yang mengedepankan aspek konstruksi dan teknik.
Minimalism merupakan tema yang fokusnya berada pada desain. Berbeda dengan tema Architecture yang melihat pola sebagai konstruksi, pada tema ini konsep pola dilihat sebagai desain.
Pakaian yang dihasilkanpun dari luar terlihat bersih dan bersahaja, tetapi mengandung usaha yang presisi dan rumit. Setidaknya Auguste memakan waktu hingga 10 tahun, dan beberapa percobaan untuk berhasil menciptakan pakaian yang tersusun hanya dari satu potongan pola.
Dengan pameran ini Auguste menunjukkan bahwa pakaian tidak hanya sebagai sandang, melainkan dapat menjadi karya seni, sebuah sarana untuk memahami hubungan antara bentuk, material, dan konstruksi.
BACA JUGA:
Panduan Utama Mengoleksi dan Berinvestasi dalam Seni
10 Fakta Tentang Desainer Indonesia, Auguste Soesastro
(Penulis: Angel Lawas; Foto: Courtesy of Auguste Soesastro)