Cerita tentang desainer lokal yang karyanya hadir pada megahnya pertunjukan teater.
Elemen busana dalam bagian pertunjukkan merupakan hal yang esensial. Tuntutan untuk menyajikan performa terbaik pun turut 'mengundang' desainer fashion untuk turut ambil bagian.Sebagai sebuah kemasan utuh yang menghibur, berbagai elemen dalam panggung pertunjukkan mesti diolah sedemikian rupa, baik dari plot cerita, tata panggung, tata rias, hingga kostum pemain. Namun, sepanjang sejarah lakon di atas panggung, campur tangan desainer fashion terbilang jarang. Padahal walau keberadaan busana dalam salah satu tontonan seni ini sering dinomorduakan, pada akhirnya kostumlah yang menjadi salah satu sisi yang diingat penonton sebuah pergelaran. Hal ini nampaknya makin disadari kian hari, hingga akhirnya kontribusi seorang desainer fashion mulai merebak. Misalnya pada dua pergelaran terbaru di tahun ini, yakni drama musikal “Sangkuriang” dan opera klasik Jawa berjudul “Knights of the Golden Empress”.
Drama musikal “Sangkuriang”
Legenda asal bumi Parahyangan ini diangkat dari libretto (naskah musikal) karya almarhum Utuy Tatang Santani. Pertunjukan yang telah digelar Februari silam ini didukung oleh Djarum Apresiasi Budaya sebagai wujud pelestarian warisan budaya Indonesia. Tak hanya menggandeng para seniman bersuara indah, drama musikal ini turut menggandeng Deden Siswanto. Desainer yang memang asli Bandung ini menyajikan lebih dari 80 kostum untuk para pemain yang berlalu lalang di atas di panggung selama 90 menit. Sebagai seorang praktisi mode yang telah berkiprah selama 12 tahun, ia menganggap pendalaman karakter dan menyelami isi cerita sangatlah penting untuk merancang kostum, sehingga terciptalah kostum dengan gabungan unsur tradisional dan modern.
Opera klasik Jawa “Knights of the Golden Empress”
Jika berbicara budaya, ia menjadi tak terpisahkan dengan seni. Berbagai hasil kebudayaan muncul erat tak terpisahkan, dalam hal ini, Opera klasik Jawa tentu tak akan terpisah dari seni tari dan batik, termasuk pertunjukan berikut. Cerita ini diangkat dari naskah tua Serat Damarwulan, yaitu legenda zaman keemasan Majapahit ketika diperintah seorang ratu saat itu. Melalui opera klasik Jawa ini, format pergelaran peragaan adibusana dibawakan lebih entertaining yakni dengan menggabungkan seni tari, akting, dan olah vokal. Ekspresi akan keagungan dan keanggunan batik klasik pun semakin membaur secara estetis, berupa rangkaian batik yang dikenakan seluruh pemain watak, merupakan koleksi Iwan Tirta Private Collections (ITPC). Berkat amanat almarhum sang maestro batik, kini pesona batik turut tertancap di panggung ini, karena ia menyayangkan jika batik dianggap sebagai busana semata.
(Teks: Gusti Aditya, Foto: Dok. Djarum Foundation, Harper's Bazaar Indonesia)