Type Keyword(s) to Search
Harper's BAZAAR Indonesia

Alis Mata, Laki-Laki, dan Definisi Segar Maskulinitas

Di tengah maraknya estetika tampilan boyish ala Korea, Bazaar mengulik hubungan kaum adam dengan perawatan kecantikan di era yang semakin terbuka.

Alis Mata, Laki-Laki, dan Definisi Segar Maskulinitas
Foto: Courtesy of Pexels, Ron Lach

Beberapa bulan lalu, mantan model dan entrepreneur media, Tyra Banks, mengunggah video di kanal Instagram miliknya ketika berkunjung ke sebuah toko swalayan di Australia.

Subjek videonya? Sosok pria di balik kasir bernama Shimy yang memiliki unibrow, atau sepasang alis yang tersambung menjadi satu. Host dan pencipta acara kompetisi TV America’s Next Top Model itu begitu terkesima dengan keunikan fitur wajah Shimy, bahkan menyatakan “Mari kita lihat, kamu akan populer habis ini.”

Banyak tanggapan publik juga menggemakan perasaan Tyra yang mengaggumi tampilan Shimy dengan alis unibrow-nya. Hal ini membuat saya berpikir, apakah kaum pria siap menyambut keragaman tampilan? Bagaimana dengan perawatan kecantikan? Dan yang lebih spesifik, apakah pria peduli tentang tampilan alis mata mereka? 

Banyak yang bilang bahwa alis mata bagaikan bingkai untuk wajah Anda. Setiap ciri khas dan bentuknya dapat mengubah raut wajah seseorang yang menjadi impresi non-verbal pertama tentang karakter mereka. Yang menarik, bagi kaum wanita, tradisi merawat dan membentuk alis ini sudah memiliki sejarah yang sangat panjang dan bervariasi lintas dekade, mulai dari tampilan alis segaris hingga pemanfaatan bulu alis palsu. Bagaimana dengan pria? Do we even care? 

Lain dari Shimy yang memilih untuk menjaga tampilan alis naturalnya, banyak pria Asia, terutama di Jepang dan Korea memilih untuk merapikan sekaligus mempertebal alisnya. Dengan fenomena K-Pop yang tak kunjung padam, terlintas sosok-sosok pria yang kerap dijuluki “flower boys” dengan kulit tanpa cela yang dipermanis sentuhan blush di bagian pipi dan hidung, rambut yang telah di-perm untuk tekstur dan gelombang yang sempurna, serta sepasang alis yang tampil natural namun tegas.

Menariknya, distingsi terbesar antara pria yang "merawat diri" di Dunia Barat dengan di Korea bukan sekadar tampilannya, namun juga hubungannya dengan identitas gender dan orientasi seksual.

Jika (pada umumnya) tampilan tata rias dan rambut yang digemari banyak pria yang menggunakan makeup bisa dibilang menjadi bentuk ekspresi sisi feminin, bagi banyak pria di Asia terutama Korea dan Jepang, makeup subtil dan rutinitas skincare menjadi bagian besar dari perawatan diri sejak kecil yang justru menjadi simbol maskulinitas.

Berlawanan dengan stigma atau persepsi luas mengenai pria yang menggunakan makeup atau skincare, menjaga tampilan alis dengan grooming adalah sebuah wujud nyata perawatan diri yang penting sebagai pria dewasa yang bertanggung jawab. Logikanya, jika Anda dapat merawat diri sendiri dengan taat, maka Anda dapat merawat orang lain. Bahkan banyak dari tempat pangkas rambut laki-laki di Korea pun menawarkan servis kecantikan seperti aplikasi b.b. cream dan juga grooming alis.

Tentunya hal ini bukan fakta merata, namun konsensus besar menyatakan fenomena tersebut sebagai (mostly) true. At least for now.

That being said, pengaruh media sosial dan para content creator, serta Youtuber yang mendedikasikan kanalnya untuk informasi dan tutorial makeup serta skin care pria tentu perlahan merubah konotasi negatif yang kerap menyelimuti kaum pria yang melaksanakannya. Ini juga merevolusi ide rutinitas kecantikan untuk kaum pria sebagai bentuk perawatan diri yang normal, bahkan bermanfaat dan esensial. Banyak darinya dijuluki "Male skinfluencers."

Singkatnya, tidak semua tampilan makeup pada pria harus ekstrem layaknya drag queen. Rutinitas Anda bisa saja sesimpel menggunakan concealer dan blush untuk menutupi blemishes dan menciptakan tampilan yang segar seakan habis liburan di pantai, atau sun block untuk proteksi kulit dan pencegahan penuaan dini, serta serum dan produk skin care lainnya untuk kesehatan kulit yang optimal.

Kembali ke alis, ya, banyak tempat pangkas rambut pria atau barber memang sudah umum menawarkan servis grooming seperti trimming alis yang tumbuh terlalu panjang, rambut di bagian hidung, atau jenggot.

Setelah berbincang dengan teman-teman laki-laki saya yang tumbuh besar dan tinggal di Amerika dan Eropa, hal ini biasa ditawarkan kepada orang yang cukup berusia yang memang membutuhkannya. Dengan lain kata, hal ini sekadar maintenance untuk menjaga tampilan yang rapi, bukan untuk preferensi estetis.

Sedangkan banyak pria-pria muda di Korea melakukan hal ini sejak umur yang sangat muda, bukan karena keharusan melainkan untuk mengelevasi diri dan mencapai tampilan tertentu yang dianggap ideal. Salah satu yang menjadi karakter utama tampilannya adalah sepasang alis yang sempurna. Selain rapi dan terawat, mereka juga nyatanya memiliki ketertarikan dengan tampilan alis yang lebih tebal.

Hal ini pun biasa dicapai dengan beberapa hal, mulai dari menyisir alis dan menggunakan eyebrow gel, hingga menggambar alis atau pun prosedur bersifat semi permanen microblading (sulam alis), atau sejenis pigmen semi permanen yang menghasilkan fine strokes, yakni garis-garis halus untuk tampilan alis yang sangat alami. 

Foto: Courtesy of Instagram @actorleeminho

Lahir dengan alis pitak yang cenderung bolong-bolong, saya pribadi sudah mulai menggambar alis saya sejak kelas lima SD. Sebelum punya akses untuk membeli pensil alis, yang dulu saya lakukan adalah menggerus pigmen dari ujung pensil warna hitam lalu membasahinya agar menjadi pigmen yang cair, kemudian mengaplikasikannya dengan kuas tipis. Saya selalu melakukan ini diam-diam sekitar jam 6:30 pagi sebelum harus berangkat ke sekolah agar orang tua saya tidak melihat. Now looking back, who was I fooling? 

Lahir dengan alis pitak yang cenderung bolong-bolong, saya pribadi sudah mulai menggambar alis saya sejak kelas lima SD.

Masa itu lebih dari 15 tahun lalu. Kini, saya menggunakan pensil alis berwarna hitam dan eyebrow gel atau browcara.

Ya. Saya menggambar alis memang bertujuan untuk merapikan bentuknya yang tidak sempurna. Namun lebih dari itu, dengan alis bushy yang lebih tebal, saya juga merasa mata saya terlihat lebih besar dan juga memberikan wajah saya karakter yang lebih berani. Ritual ini menjadi salah satu kesenangan tersendiri. Namun kalau boleh jujur, banyak waktu di mana saya tidak punya banyak waktu untuk bersiap-siap, lantas hasil pulasan alis terlihat terburu-buru, tidak rata, dan jauh dari simetris.

Berbagi dengan teman-teman saya mengenai hal ini, beberapa dari mereka merekomendasikan nama-nama pakar kecantikan yang menawarkan banyak opsi perawatan brow enhancement.

Foto: Courtesy of Instagram @eunwoo.o_c

 
Salah satunya adalah Anggie Rasly yang memiliki studio kecantikan Beauty Studio by Anggie Rassly di bilangan Kemang, Jakarta Selatan.

Beberapa servis yang ditawarkan untuk pria di studio kecantikannya adalah threading alis, browlift, hingga sulam alis. Untuk sekarang, kurang lebih 30% klien Anggie adalah laki-laki, yang bisa dibilang cukup banyak. “Mereka sangat setia dan selalu kembali, dan sering kali membawa teman,” jelasnya.

Menurut Anggie, kebanyakan klien laki-lakinya menginingkan tampilan alis yang lebih penuh dan tebal, tanpa terlihat feminin. “Maka dari itu, kami menyediakan masculine brows, di mana bentuk alis yang dihasilkan tampil sangat natural, tapi at the same time menguatkan karakter wajah pemiliknya,” lanjut Anggie. “Kalau belum pernah disulam, mengerjakan alis laki-laki lebih mudah dibanding perempuan, karena hanya mengikuti bentuk alisnya dan tidak perlu digambar,” paparnya.

Courtesy of Instagram @jacksonwang852g7

Ibaratnya, sama-sama rambut seperti yang di kepala atau jenggot, apa salahnya juga mulai memerhatikan alis?

Mengetahui keragaman budaya serta teknologi yang telah hadir dan terus dikembangkan. Kini, kaum pria memiliki semakin banyak opsi untuk menjaga tampilan alis, for those who feel like they need it. Baik Anda sudah puas dengan tampilan alis seperti Shimy, atau justru merasakan perlu di-trim agar lebih teratur dan rapi, atau mungkin disulam dan dipertegas untuk tampilan yang lebih bold. Saya rasa kebebasan memilih tampilan dan cara mencapainya untuk kaum pria akan semakin lazim.

Foto courtesy of Instagram @taecyeonokay

Jika tren kala kini menjadi indikasi akan masa depan dunia kecantikan dan skin care, saya rasa sensibilitas marketing korporasi yang kerap mengotak-ngotakkan pengguna produknya berdasarkan asas jenis kelamin akan semakin tidak relevan. Pemahaman gender sebagai konstruksi sosial dan edukasi yang disebar luaskan secara masa via media sosial tampaknya perlahan menggiring masyarakat ke cara pandang yang lebih luas mengenai berbagai hal seperti cara berbusana, perananan gender di rumah tangga dan hubungan romantis, serta rutinitas kecantikan sehari-hari.

So, alis dan laki-laki, where do we stand now?