Type Keyword(s) to Search
Harper's BAZAAR Indonesia

Perjalanan Karier Zac Efron Hingga Jadi Aktor Film Serius

Zac Efron dikenal dalam film musikal ceria dan aktor komedi, kini melebarkan karirnya untuk berperan sebagai pembunuh berantai, Ted Bundy.

Perjalanan Karier Zac Efron Hingga Jadi Aktor Film Serius

Apa yang terbesit di kepala Anda ketika mendengar nama Zac Efron? Apakah tarian dan keahliannya dalam bermain basket di film High School Musical? Apakah gerakannya saat menari strip tease yang begitu menggoda di Bad Neighbours 2? Atau saat ia memamerkan otot dan bentuk tubuhnya ketika ia memenangkan MTV Movie Award untuk kategori Best Shirtless Performance? Jika Anda dengan mudah mengaitkannya dengan hal tersebut atau momen lain di mana Zac tampil memesona tanpa mengenakan busananya, maka apa yang Anda pikirkan tidak berbeda dengan orang lain pada umumnya. 

Di mata publik, Zac Efron dianggap sebagai sosok yang seksi. Meski ia tampil dan memerankan karakter yang membuatnya terlihat kurang menarik, ia masih mampu mengundang komentar penonton. Misalnya ucapan-ucapan semacam “jika Zac diibaratkan sebagai sebuah apel, maka ia adalah buah apel yang lezat” dan “inilah laki-laki terseksi yang pernah saya lihat.”




Ketika melakukan eksplorasi saat menulis artikel ini, saya sungguh terkejut saat mendapati bahwa tidak banyak tulisan yang membahas profilnya lebih mendalam. Padahal, Zac adalah aktor besar. Umumnya, ia berinteraksi dengan wartawan melalui video (mungkin karena persetujuan pihak media, tetapi cara ini menyiratkan jika penggemar Zac hanya ingin melihat wajah tampannya tanpa menyimak apa yang ia bicarakan ). 

Pada waktu tertentu ketika ia berkesempatan untuk berbicara, Zac mengungkapkan ketidakpuasannya saat harus terjebak dalam citra dirinya. Merujuk pada sebuah wawancara di tahun 2016 silam, dikatakan bahwa apapun yang ia lakukan, “ia tetaplah anak laki-laki di film High School Musical.” Mengapa ia mendapat stereotype demikian? Dan mengapa sekarang kita harus memandang sosoknya secara lebih serius? Bergabunglah bersama saya dalam menyusuri perjalanan dan memori yang membawa kita melihat Zac Efron dari seorang Troy Bolton hingga menjadi Ted Bundy.


Aktor Romantis yang Baik dan Polos

Pertama kali Zac mencuri perhatian kita adalah saat ia bermain sebagai Troy Bolton, seorang kapten tim basket dari film Disney berjudul High School Musical. Dengan gaya rambutnya yang mirip dengan Justin Bieber kala itu dan suaranya yang masih belum berubah berat karena pubertas, karakternya benar-benar jauh dari kata garang dan bahkan lebih menggambarkan anak laki-laki pada umumnya. Di ketiga filmya tersebut, Troy memperlihatkan tingkahnya yang masih seperti anak-anak, misalnya ia minum susu ketika makan malam, bermain-main di rumah pohonnya, dan bernyanyi dengan suara falsettonya yang tinggi. Ada lelucon yang dibuat dalam film trilogi itu bahwa ia dan kekasihnya, Gabriella, tidak pernah mendapat waktu berduaan yang tepat untuk berciuman (dan akhirnya setelah tiga kali interupsi, keduanya berciuman untuk pertama kalinya di akhir film High School Musical kedua).




Sama halnya dengan Leonardo DiCaprio yang dianggap hanya sebagai remaja bernama Jack Dawson dalam film Titanic di tahun 1997, demikian pula Zac Efron yang dipandang tak lain sebagai Troy Bolton. Ditambah lagi dengan fakta mengenai hubungan percintaannya dengan Vanessa Hudgens yang memerankan Gabriella sehingga mengaburkan batas antara realita dan fiksi. Saya berbincang dengan Oleysa Rush yang memerankan Kelsi si pianis dalam film yang sama untuk mengetahui bagaimana rasanya bermain peran bersama Zac. “Bekerja bersama Zac selalu terasa mudah,” ujarnya. “Ia tertawa bersama dan kami bercanda satu sama lain sebagai sesama pemeran film. Ia adalah aktor yang baik hati dan profesional meski saat itu masih berusia 16 tahun. Anda bisa melihat bahwa ia telah memilih karirnya sendiri dan meskipun saya yakin pekerjaan ini begitu menantang, ia telah berada di dunia yang benar.”




Tentu saja menantang. Ketika Zac merampungkan film High School Musical 3, ia telah mengincar proyek-proyek film yang lebih menarik dan kreatif. Ia menolak peran di film remake Footloose (karena terlalu terbatas) dan mengatakan, “Saya sudah siap untuk mencoba melebarkan sayap dalam berkarir sebagai aktor.” Namun film tentang penjelajahan waktu yang ia bintangi selanjutnya yakni 17 Again memperlihatkan karakter yang sebagian besar masih sama. Sebagai seorang anak SMA bernama Mike O’Donell, Zac bermain basket, mengatasi krisis identitas, dan surprise! Ia memenangkan hati seorang gadis.

Peluangnya untuk menjadi aktor besar kemudian terhenti, mengingat klimaks emosional karakternya (ketika ia mendapati pacarnya mengandung) ditayangkan dalam sebuah adegan siluet tanpa dialog. Ini membuat penontonnya tidak berkesempatan untuk menyaksikan bagaimana reaksinya saat ia menerima kabar tersebut. Kendati demikian, ada perubahan yang mendasar antara peran Zac di High School Musical dan 17 Again. Di film 17 Again, Zac mulai diperkenalkan sebagai simbol seks. Anda hanya perlu menunggu 45 detik saat opening credit jika ingin melihatnya memamerkan bentuk tubuh yang kini familiar itu.




Ada satu adegan di 17 Again yang membuatnya begitu memikat, di mana kamera hanya menyorot Zac. Setelah melewati makeover seperti momen-momen di film remaja lain pada umumnya, sang aktor keluar dari sebuah mobil sport mewah dengan mengenakan kaus putih dan kacamata hitam. Jaket kulit ia ayunkan ke atas pundaknya dan kemudian dikenakannya saat berdiri di depan pintu mobil. Transisinya sebagai heartthrob diperlihatkan dengan nyata dan menggoda. Ia nampak keluar dari mobilnya sebanyak tiga kali dan melepaskan kacamatanya dua kali. Pada suntingan film paralel ketika Zac berjalan melewati taman dan koridor sekolah, kamera menyorotnya dari berbagai sisi sehingga kita dapat melihatnya dari arah yang berlainan. Mulai dari frontal shots, sisi samping, medium wides, close-up, dan full body, semua bisa Anda saksikan. Sama seperti tokoh perempuan di setiap film, ia digambarkan sebagai sebuah obyek. Secara tematis ia masih belum cukup nampak menggairahkan dan hal ini terlihat dari adegan saat ia terdorong oleh teman-teman kelasnya (mungkin karena masih terpengaruh karakternya yang polos saat bersama Disney), namun secara formal ia adalah pria dewasa.


Lelaki yang menawan

Serangkaian kisah tentang kegagalannya menjadi ‘aktor yang serius’ berlanjut. Kita dapat melihatnya dari peringkat filmnya di box-office yang sama sekali tidak mencapai target. Drama tentang Presiden John F. Kennedy yang berjudul Parkland hanya meraup pendapatan sebesar 1.3 juta dolar Amerika dari anggaran film senilai 10 juta dolar Amerika. Film thriller The Paper Boy hanya membawa pulang pendapatan sejumlah 3.78 juta dolar Amerika dari biaya produksi yang mencapai 20 juta dolar Amerika. Sedangkan thriller lain yang berjudul At Any Price merupakan film dengan rekor paling memalukan sebab penjualan tiketnya hanya terhenti pada angka 487,455 dolar Amerika. 




Oleh karena itu, Zac akhirnya menuruti permintaan publik dan tampil sebagai sosok yang seksi. Ia membentuk tubuhnya dan melepaskan diri dari citra remaja yang dulu. Zac Efron 2.0 kemudian muncul dalam film komedi sebagai figur humoris bertubuh kekar di mana toilet humor dianggap normal. Di satu momen ia nampak terbaring tanpa busana di dekat kloset setelah kejadian induksi Viagra di film The Awkward Moment dan di situasi lain ia menjual dildo yang merupakan replika dari miliknya sendiri (Bad Neighbours).

Konsep Bros-before-hoes menjadi dasar cerita kedua film tersebut dan bahkan secara terang-terangan diperlihatkan dalam film Bad Neighbours. Zac bersama Dave Franco yang menjadi co-star-nya berada dalam hubungan toxic dan dengan bangga mengatakan istilah seperti “junk before trunk” atau “balls before dolls.” Karakter yang diperankan Zac dalam film-film ini, termasuk Dirty Grandpa, Baywatch, dan Mike and Dave Need Wedding Dates semuanya menarik namun terkesan tidak berbobot dengan bahan candaan yang kurang cerdas. 




Walaupun masih menghibur untuk ditonton, film komedi dengan rating dewasa tersebut belum mampu membawa Zac untuk meraih kritik dan perhatian yang ia cari. Yang menarik adalah bagaimana para jurnalis menayakan soal ini dalam sebuah wawancara melalui video. Sesuai perkiraan, reporter mewawancarai rekan-rekan aktrisnya yang sama-sama membintangi film tersebut. Alih-alih menanyakan tentang kontribusi dan peran aktris-aktris itu, mereka lebih senang bertanya tentang Zac. Misalnya seperti, “Apakah Zac menceritakan tentang kebiasaan dietnya kepada Anda?” (2017); “Apakah Anda mungkin akan menambah koleksi poster Zac Efron di dinding kamar? (2016). Kiersey Clemons, aktris yang juga bermain di Bad Neighbours 2 pun membahasnya. Ia mengatakan, “Saya senang bila ada yang bertanya soal kepribadian Zac.” Sementara Chloë Grace Moretz juga sepakat bahwa tak ada yang pernah menanyakan tentang personalitas pria yang kini berusia 30 tahun tersebut. Beanie Feldstein menambahkan, “Zac bukanlah soal penampilannya semata!”



Sama seperti bagaimana kamera film menyorotnya sebagai sosok yang gagah, media pun memperlakukan Zac Efron seperti cara Hollywood memandang para aktris, yakni dari sisi estetik dan bukan secara intelektual. Dalam wawancara itu, ia ditanya apakah ada hal lain dalam dirinya yang lebih dari sekadar wajah rupawan dan tubuh kekar serta bagaimana ia menanggapi sangkaan orang-orang akan dirinya sebagai obyek untuk dipandangi. Dengan kharismanya yang khas, ia menjawab, “Sedikit kurang sopan... Entahlah. Saya pun terjun di bidang ini. Suatu saat saya akan melakukan pekerjaan akting yang lebih serius.” Dan benar apa yang ia katakan.


Aktor yang bermain tepat di masa penghargaan film

Hingga saat ini, cukup adil rasanya untuk menilai bahwa performa Zac Efron tergolong biasa saja. Ia pernah bermain serius, misalnya dalam adegan perceraian di film 17 Again dan adegan ketika ia mengungkapkan perasaan cintanya dalam film The Awkward Moment. Semua itu kemudian tergantikan dengan kisah konyol murahan dan seksism. 

Film selanjutnya adalah biopik berjudul Extremely Wicked, Shockingly Evil, and Vile di mana ia berperan sebagai Ted Bundy dan akhirnya menghapus keraguan akan talenta Zac. Film ini sendiri telah membuktikan eksistensinya sebagai penyaing di penghargaan Piala Oscar pada Sundance Film Festival, sebuah batu lompatan untuk pemenang Academy Award termasuk Call Me By Your Name, Get Out, dan Manchester by the Sea. Extremely Wicked, Shockingly Evil, and Vile menerima beragam kritik (beberapa di antaranya menganggap jika film ini mengagungkan Ted), namun secara tak langsung juga membuat pandangan tertuju pada transformasi Zac menjadi seorang pembunuh berantai di tahun 1970-an.



Extremely Wicked secara efektif menggunakan pesona Zac yang memikat, sama halnya dengan Ted yang mengandalkan tampilan fisik dan karismanya untuk mengincar korban dan membunuhnya. Joe Berlinger sebagai sutradara telah memiliki pandangannya sendiri ketika ia melakukan casting. Ia berkata, “Zac adalah aktor pilihan pertama saya untuk memerankan Ted Bundy. Jika saya harus mempersembahkan sosok yang berpenampilan menarik, baik, dan memesona sebagai seorang pembunuh berantai, mengapa tidak memilih Zac untuk bergabung dalam film ini? Faktanya, Zac mengizinkan saya untuk mengeksplorasi karakter yang akan ia mainkan dan hal ini menunjukkan komitmennya.” Menurut Berlinger, Zac juga menerima “potongan gaji sebesar 99 persen” selama mengerjakan film ini, menunjukkan bahwa ia benar-benar memikirkan soal kualitas. 

Film tersebut memberikan memori yang sama akan karakter diperankan oleh Zac pada umumnya. Sebuah adegan menunjukkan ia berdansa bersama para gadis (sebagaimana yang pernah ditampilkan dalam Bad Neighbours, Dirty Grandpa, dan Baywatch) sebelum akhirnya ia mengakhiri hidup perempuan-perempuan tersebut. Tarian strip tease yang ia lakukan tanpa mengenakan sehelai busana nampak kurang membangkitkan gairah (tidak seperti film-filmnya Zac lainnya). Akan tetapi, adegan ini merupakan cerita penting yang menjadi alasan mengapa ia dipenjara. Mata birunya yang telah membuat perempuan di dunia jatuh cinta dalam 13 tahun terakhir masih mampu membuat siapa saja lemas meski pandangannya menyiratkan amarah selama adegan di pengadilan. Satu sorotan close-up menangkap setetes air mata yang keluar ketika hakim menyatakan bahwa Ted bersalah. 




Zac mempersiapkan segalanya demi menghidupkan kembali Ted Bundy. Ia mengenakan wig dan gigi palsu (“Berbicara terasa lebih mudah setelah memakainya beberapa kali”); menurunkan berat badannya hingga 13 pon (“Saya tidak makan karbohidrat. Saya mengurangi berat badan dan mengontrol diet. Keren sekali saya terlihat begitu kurus”); dan mempelajari rekaman Ted Bundy selama proses pengadilan (bagi Anda yang pernah melihat serial dokumenter Confessions with a Killer dapat melihat bahwa Zac mampu meniru sikap dan cara bicara karakternya secara sempurna). 

Sekarang masih terlalu cepat untuk membicarakan mengenai Piala Oscar. Namun dengan menggaris bawahi segala upaya yang dilakukan demi menjaga karakter yang otentik, Zac telah meramu komposisi dari sekian banyak karya sukses, yakni perjuangan. Contoh kasus lain adalah film Dallas Buyers Club. Ingatkah Anda bahwa Matthew McConaughey pernah mengungkapkan jika ia menurunkan berat badannya hingga 38 pon dan ia memenangkan Piala Oscar kategori aktor terbaik?

Akan tiba masanya saat Zac mengincar piala emas tersebut. Berlinger mengatakan bahwa menurutnya Zac layak mendapatkan pengakuan dari penampilannya yang luar biasa. Kini Netflix telah memegang kendali untuk pendistribusian film ini di Amerika Serikat dan telah menyatakan bahwa mereka akan mempromosikan sang aktor. Hal ini tentu merupakan pertanda yang baik. Layanan streaming ini telah menghabiskan 30 juta dolar Amerika untuk mempromosikan Roma tahun ini dan mengantarkannya meraih tiga piala Oscar.

Melihat lebih jauh lagi, sebanyak delapan pemenang kategori Best Actor di Academy Award selama sepuluh tahun terakhir merupakan orang-orang yang memerankan tokoh nyata. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa keputusan Zac untuk bergabung dalam produksi film biografi tersebut dapat mengarahkannya untuk meraih penghargaan. Tetapi meskipun Zac telah menyuguhkan penampilan terbaiknya di Extremely Wicked, saya tidak yakin bila kita dapat melihatnya naik ke panggung Dolby Theater untuk menerima penghargaan Piala Oscar ke-92. Melihat bagaimana Rami Malek bisa menang sebagai aktor terbaik di sini setelah melakukan lip-syncing lagu-lagu ternama milik Queen, performa Zac pun seharusnya patut diperhitungkan.

Selain soal penghargaan, akankah perkembangan dan transformasi karir Zac yang kini bermain sebagai karakter yang lebih serius menjadi perubahan yang permanen bagi sang aktor? Siapa bilang? Film-film yang ia bintangi selanjutnya terbagi menjadi dua jalur antara mainstream dan arthouse. Ia menjadi pengisi suara dalam kartun remake Scooby Doo dan ini mengacaukan penampilannya dalam film Harmony Korine. Apapun pilihan yang diambil olehnya, Zac Efron telah membuktikan bahwa ia memiliki jiwa untuk tetap bermain peran. Sekarang, semua diserahkan kepada para sutradara untuk menampilkan potensi terbaik dari dalam dirinya.


Extremely Wicked, Shockingly Evil, and Vile telah dirilis dan dapat disaksikan dalam layanan streaming Sky Cinema mulai tanggal 3 Mei 2019.


(Penulis: Yasmin Omar; Artikel ini disadur dari Bazaar UK; Alih bahasa: Erlissa Florencia; Foto: Courtesy of Bazaar UK)