
Pada suatu pagi yang tenang di bulan April, Harper’s Bazaar Indonesia duduk bersama Nadhif Basalamah. Seorang penulis lagu yang merangkai nada dari kedalaman perasaan. Dalam percakapan hangat yang dibalut gaya santai, Nadhif menyambut kami dengan senyum tipis dan aura yang penuh ketenangan.
BACA JUGA: Dunia Iwan Fals Lewat Nada dan Lagu Pilihannya
Percakapan dibuka dengan ucapan selamat atas pertunangannya, dan dengan wajah sedikit memerah, ia mengenang momen itu, campuran rasa gugup, hangat, dan penuh cinta. Dari kisah manis itu lahir lagu "bergema sampai selamanya," yang ia tulis khusus untuk sang tunangan. “Lagu ini datang begitu saja,” ungkapnya pelan. Mungkin karena ketika hati bicara jujur, kata-kata dan melodi mengalir tanpa perlu dipaksa. Baginya, lagu ini adalah surat cinta yang tak perlu banyak penjelasan, karena ia lahir dari rasa yang paling murni.

Tak hanya untuk pasangan hidupnya, Nadhif juga menulis lagu yang tidak kalah personal, "masih ada waktunya", sebuah dedikasi menyentuh untuk ibunya. Lagu ini lahir dalam sebuah sesi penulisan bersama Petra Sihombing. Di sela workshop, ia sempat beristirahat dan menyaksikan momen sederhana, Petra, ibunya, dan neneknya bermain Monopoli bersama. Dari jarak pandang ketiga, Nadhif melihat kehangatan hubungan itu, dan entah bagaimana, rasa syukur akan keluarganya sendiri ikut menyeruak. Lagu pun tercipta. Dari momen yang tampak ringan, lahir karya yang begitu dalam.
Kedua lagu ini, walau berbeda dalam cerita, datang dari ruang hati yang sama. Namun menurut Nadhif, lagu masih ada waktunya lebih mudah menyentuh hati banyak orang karena pesannya yang universal, tentang waktu, kehilangan, dan rasa syukur yang tak sempat terucap. Lagu ini juga menjadi bukti bahwa ia mampu menangkap emosi dari hal-hal kecil dan menjadikannya refleksi yang menyentuh. Menulis lagu bagi Nadhif bukan sekadar pekerjaan, tetapi sebuah terapi.

Saat ini, menulis lagu adalah satu-satunya bentuk terapi bagi saya.
Lewat lagu, ia menyalurkan perasaan paling dalam tanpa perlu menjelaskan semuanya. Dalam proses kreatifnya, ia merasa bebas. Kadang lagu muncul dari pengalaman pribadi, kadang dari cerita teman, atau bahkan dari pengamatan acak sehari-hari.
Tahun ini, Nadhif bersiap merilis deluxe album sebagai lanjutan dari album self-titled sebelumnya. Album ini menjadi dokumentasi emosional perjalanan setahun terakhir, berisi lima lagu baru dan versi akustik dari lagu-lagu yang sudah dikenal. Salah satu yang paling personal adalah "tak sama tanpamu", lagu tentang kota Medan yang ia kunjungi bersama keluarga tunangannya. Dari pengalaman itu, tumbuh sebuah kesadaran bahwa tempat bisa terasa asing tanpa kehadiran orang yang kita cintai. Sebuah rasa déjà vu yang mungkin pernah dirasakan banyak orang.

Di usianya yang baru menginjak 24 tahun, Nadhif mulai menjelajah genre baru. Ia tidak takut mengeksplorasi, karena ia tahu selama ia jujur pada proses, lagu-lagunya akan selalu menemukan hati yang tepat untuk didengarkan. Dengan lirik yang puitis, emosi yang tulus, dan keberanian untuk terus bereksperimen, Nadhif adalah suara generasi baru yang menulis bukan hanya untuk didengar, tapi untuk dikenang.
Portfolio ini:
Teks: Anya C. Azalia
Fashion Editor: Geofanny Tambunan
Makeup: Kim Achda - The A Team MGT
Hair: Dea Felicia
Fotografer: Gustama Pandu
Asisten Fotografer: Suprianto
Retoucher: Raghamanyu Herlambang
Wardrobe: Masshiro, Acne Studio, Zara
BACA JUGA:
Maudy Ayunda Rilis Extended Playlist Keduanya Mengenakan Busana Metalik