Bagi Anda pencinta serial TV Netflix Bridgerton, tentu sudah tidak sabar lagi untuk menyaksikan suguhan visual magis ala era Regency dengan drama kisah asmara para bangsawan Inggris. Kini di musim yang baru, dengan sudut pandang cerita yang juga baru, Anda disajikan misteri cinta dari pendatang baru asal India, yaitu klan Sharma. Menariknya, gaya tampilan mereka kaya akan rona penuh afeksi. Lantas, apakah ada makna tersirat dari pemilihan itu?
Bazaar berkesempatan untuk tanya-jawab dengan perancang busana Sophie Canale, yang karyanya sudah dikenal untuk film Kingsman: The Secret Service dan X-Men: First Class. Ia memulai penjelasannya dengan proses desain yang selalu berbasis dari skrip untuk menganalisis skenario setiap karakter, sehingga ia dapat mengetahui berapa banyak pergantian tampilan untuk pagi maupun malam hari. "Kemudian dengan itu, material menjadi starting point saya. Saya memiliki buying team yang luar biasa dan di sana kami memilih kain untuk para kostum lalu mulai membuat desain sketsa sembari berdiskusi dengan pemotong bahan saya," ungkap Sophie.
Setelah itu, berlanjut ke fitting process yang bagi Sophie sangat penting. Ia menjelaskan, "Selama fase ini banyak hal yang bisa berubah, dan saya terbuka untuk berdialog agar dapat memahami bagaimana setiap bahan bekerja pada tubuh masing-masing aktor."
Seperti di musim kedua ini, dengan keluarga Sharma, ia tengah meneliti warisan budaya India dan membawa pengaruh tersebut kepada pilihan kain, aneka bordir, pernak-pernik, hingga berbagai perhiasan mewah. "Saya ingin klan Sharma memiliki palet warna yang sangat berbeda karena mereka adalah karakter yang sangat berbeda," tuturnya.
Warna pink yang identik dengan lambang cinta, secara pari purna menggambarkan kepribadian dan perjalanan asmara Edwina, sang berlian musim ini. "Pink juga merupakan palet yang menenangkan seperti bunga, dan Edwina memiliki aura yang begitu indah, jadi dengan pink sebagai warna utamanya, ia benar-benar mencerminkannya," tegasnya.
Lalu penentuan perhiasan juga dikurasi secara mendetail supaya dapat menjadi suatu objek yang sentimental. "Jadi sepanjang musim ini Anda akan melihat setiap tampilan kostum menyandang perhiasan baru, kami juga memperkenalkan hiasan kepala melalui hairpins yang turut memiliki pengaruh dari India."
Namun, bagaimana cara sang perancang kostum menyeimbangkan akurasi sejarah dengan desain yang lebih menarik dan relevan untuk penonton modern?
"Anda harus selalu memiliki arahan dari suatu periode untuk melakukan penelitian, di mana Anda terinspirasi dari referensi sejarah, lukisan, lalu dari sana Anda memulai keputusan. Dengan Bridgerton khususnya, kami mengambil bagian dari periode tersebut kemudian menggunakan material kontemporer," jawab Sophie.
"Saya juga sangat beruntung dapat merancang gaun pernikahan, termasuk traditional wedding dress untuk keluarga Sharma. Jadi ada adegan kilas balik, di mana Edwina dan Kate tahu mereka mengenakan gaun yang sama namun sedikit berbeda karena Anthony melihat mereka dari sudut pandang berbeda. Edwina dengan tampilan lebih manis dan gaun pernikahan lebih tradisional ala Inggris, sementara gaun Kate memiliki potongan belahan dada lebih rendah dan lebih sensual. Jadi sangat menyenangkan ketika saya bisa bermain dengan dua gaun pernikahan menggunakan material yang sama," ucapnya.
Meski ia turut menjelaskan ada beberapa siluet pakem dari era Regency yang tidak bisa banyak diubah, seperti Empire Line dress. Ia melanjutkan, "Anda akan melihat setiap aktor memiliki siluet lengan yang berbeda. Seperti kakak-adik klan Sharma yang tentunya potongan lengan gaunnya terinspirasi dari India, yang jika dibandingkan, akan berbeda dengan desain untuk Eloise dan Penelope. Untuk keluarga Featherington, mereka mempunyai gaun dengan lengan terbesar dan paling kaya akan ornamen, sehingga mampu untuk membawa unsur fashion dengan pilihan bahan yang kontemporer."
Ada pula perkembangan gaya tampilan untuk karakter lain yang berbeda dari musim sebelumnya. Sophie mengambil contoh Eloise, dengan sentuhan elemen yang lebih lembut untuknya, yakni masih sesuai dengan padu padan suit, vest, dan jaket spencer dalam motif kotak-kotak dan garis-garis demi memberi nuansa yang maskulin.
"Tetapi Anda juga akan melihat tucker yaitu blus yang ia kenakan sebagai dalaman dengan nuansa lebih lembut, yakni menampilkan sisi lainnya yang lebih lembut dan juga dari sudut pandang desain, saya ingin memperkenalkan teknik fabric manipulation dengan pleats dan dart work," tambahnya.