Selama satu bulan penuh, galeri Artspace, G3, Art:1 yang terletak di kawasan Jakarta Pusat menjadi tuan rumah kepada seorang seniman Yogyakarta bernama Nana Tedja. Pameran tunggal ke-4 Nana yang bertajuk Tumbuh Akar ini resmi dibuka pada tanggal 21 Maret kemarin, berkolaborasi dengan kurator sekaligus sahabatnya A. Anzieb.
Selain berteman baik, A. Anzieb juga telah meneladani lukisannya sejak dulu. Ia berpendapat bahwa selalu ada cerita di balik tarikan garis dan goresan warna yang dilukiskan Nana. Hampir di setiap karyanya, Nana mempunyai ciri khas yang bersifat "tumpuk" atau berlapis, membuat lukisannya semakin menarik dan berbeda.
Gereja Sore, acrylic on canvas.
Perempuan kelahiran tahun 1971 ini dibesarkan di kota Yogyakarta, tempat ia juga mempelajari Penciptaan Seni Lukis saat kuliah di Institut Seni Indonesia. Di pameran tunggal yang akan berlangsung sampai tanggal 21 April tersebut, seluruh karya sang pelukis terinspirasi dari kehidupan sehari-hari, seperti masalah seputar rumah tangga, masa lalu, emosi, dan imajinasi.
Semua itu dituangkannya ke atas 19 kanvas yang pada akhirnya dipenuhi dengan garis dan coretan hingga nyaris tak terdapat ruang kosong kecuali riuh disana-sini. Nana percaya bahwa bentuk garis atau coretan adalah bahasa ungkapan otentik (jujur) pada setiap orang ketika masih anak-anak.
Si Putih, acrylic on canvas.
Tumbuh Akar memiliki arti yang berbeda untuk setiap orang, bagi Nana, judul tersebut mengartikan pengalaman kultural yang tumbuh ke dalam dirinya sejak kecil hingga ketertarikannya terhadap dunia seni yang berawal mula dari coretan garis.
Rindu, acrylic on canvas.
Nana banyak dikenal sebagai pelukis dengan karya yang berjiwa abstrak. Hampir semua lukisannya dimulai dari coretan yang bertumpu di tengah kanvas. Di ekshibisi Tumbuh Akar, Nana merasa bebas mengartikan apa yang ia rasakan sehari-hari lewat karyanya.
(Foto: Dok. Nana Tedja)