Type Keyword(s) to Search
Harper's BAZAAR Indonesia

Jasmine Elizabeth Rayakan 10 Tahun Melalui Pameran Arsip dan Peluncuran Koleksi Floraison

Selebrasi satu dekade yang penuh intimasi.

Jasmine Elizabeth Rayakan 10 Tahun Melalui Pameran Arsip dan Peluncuran Koleksi Floraison
Layout: Alyanda Khalesha/ Courtesy of Jasmine Elizabeth

Dalam perayaan yang hangat dan sarat makna, brand sepatu artisan asal Bali, Jasmine Elizabeth, merayakan perjalanan satu dekadenya melalui sebuah acara intim bertajuk “Blooming in Love”. Bertempat di Ulu Shanti Pavilion (Chapel), The Royal Santrian Luxury Villas, perayaan selama dua hari ini menjadi momen reflektif sekaligus selebrasi dari proses kreatif yang telah dijalani mereka sejak 2015. Di bawah nuansa sakral dan lembut dari chapel tersebut, Jasmine Elizabeth menghadirkan sebuah ruang bagi para perempuan yang selama ini menjadi bagian tak terpisahkan dari kisahnya mulai dari para klien setia hingga sosok publik yang turut mendukung perjalanan kreatif mereka.

Area chapel yang disulap menjadi instalasi arsip sebanyak 16 pasang sepatu

Pemilihan venue bukan sekadar estetika, ada pesan di dalamnya. Ada suasana yang tenang, intim, dan penuh nilai emosional selaras dengan karakter Jasmine Elizabeth yang sejak awal tumbuh melalui kedekatan personal dan karya yang lahir dari ketulusan. Para tamu yang hadir di antaranya loyal clients, sahabat brand, sosialita Bali, hingga sejumlah public figure seperti Cinta Laura Kiehl, Patricia Gouw, dan Maudy Koesnaedi. Dalam suasana yang terasa personal, mereka menyelami perjalanan panjang Jasmine Elizabeth melalui pameran arsip yang dikurasi dengan penuh sensitivitas dan detail.

Patricia Gouw tampil serba pink di acara hari ke-2
Cinta Laura Kiehl yang juga hadir di intimate preview

Agie Purwa, sang founder, berfoto dengan Ria Lirungan, Editor-in-Chief Harper’s Bazaar Indonesia

Selama dua hari, pameran tersebut menampilkan 16 pasang sepatu yang merekam jejak evolusi brand dalam sepuluh tahun terakhir. Setiap pasangan dipilih bukan hanya karena nilai estetikanya, tetapi juga karena kisah yang menyertai proses penciptaannya. Beberapa merupakan karya kolaboratif yang menandai fase penting dalam sejarah brand, sementara lainnya menjadi saksi perubahan desain, teknik, dan identitas visual yang terus berkembang dari tahun ke tahun. Pameran ini menjadi testimoni bahwa sepatu bukan hanya objek fashion, tetapi manifestasi perjalanan, ide, serta dedikasi para artisan lokal yang telah mendukung Jasmine Elizabeth sejak awal berdiri.

Koleksi pertama Jasmine Elizabeth di tahun 2015

Arsip itu menyoroti beberapa karya ikonis, termasuk Butterfly Kiss (2015), desain perdana yang menandai langkah pertama Jasmine Elizabeth. Sepasang sepatu berbahan soft suede dengan lining kulit emas metalik ini dihiasi sayap yang dijahit tangan menggunakan mutiara air tawar dan payet, menyimbolkan “first flight” yang menjadi fondasi perjalanan brand.

Lalu hadir Sissy (2020), kolaborasi bersama Luna Maya, yang terinspirasi dari keanggunan Princess Sissi. Dibuat dari lambskin dengan heels bersiluet skulptural, sepatu ini lahir dari perjalanan sang founder ke Austria.

Sepatu kolaborasi bersama Luna Maya di Tahun 2020

Karya lain, Gia (2023) yang diciptakan bersama Marsha Timothy, menghadirkan interpretasi modern dari kilau elegan melalui sandal wedge berbahan soft lambskin dengan sentuhan star studs halus.

Koleksi bersama Marsha Timothy yang masih digemari hingga kini

Selain ketiga ikon tersebut, arsip lain dalam pameran turut memperlihatkan eksplorasi siluet klasik, permainan tekstur, hingga detail inovatif yang membentuk DNA desain Jasmine Elizabeth hari ini.


Momen perayaan satu dekade ini sekaligus menjadi panggung bagi peluncuran koleksi spesial bertajuk Floraison, sebuah rangkaian yang menggunakan kelopak bunga sebagai metafora perkembangan, keanggunan, dan feminitas modern. Koleksi ini hadir beriringan dengan pengenalan logo baru Jasmine Elizabeth yang tampil lebih minimalis dan refined, sebuah perubahan identitas visual yang mencerminkan kematangan brand memasuki dekade berikutnya.

Instalasi Floraison yana ada di area bawah chapel

Floraison bukan hanya koleksi, melainkan pernyataan artistik tentang komitmen terhadap estetika yang elegan, craftsmanship yang presisi, dan kenyamanan tiga hal yang selalu menjadi esensi dari setiap desain Jasmine Elizabeth.

Lebih jauh, perjalanan sepuluh tahun Jasmine Elizabeth semakin ditegaskan melalui filosofi brand yang berakar pada craftsmanship berkualitas, penggunaan material kulit premium, serta desain yang feminin namun tetap modern. Layanan personalisasi menjadi nilai tambah yang membuat brand ini dekat dengan pelanggannya, memungkinkan setiap perempuan menyesuaikan tinggi dan bentuk hak hingga warna sesuai preferensi pribadi.

“Sepuluh tahun merupakan bukti bahwa keindahan membutuhkan waktu, ketekunan, dan kesungguhan hati. Kami tumbuh bersama para perempuan yang memakai karya kami. Mereka adalah alasan kami untuk terus berkarya,”

ujar Agie Purwa, Founder Jasmine Elizabeth, menegaskan hubungan emosional yang terjalin antara brand dan komunitasnya.

Salah satu identitas baru koleksi Floraison melalui kelopak bunga yang merekah

Jasmine Elizabeth ingin menjadikan perayaan ini sebagai penegasan bahwa sebuah brand lokal Bali dapat tumbuh melalui kekuatan komunitas, dedikasi tangan-tangan artisan lokal, serta komitmen menghadirkan karya yang lahir dari ketulusan. Perjalanan ini bukan hanya tentang sepatu, tetapi juga tentang hubungan, kerajinan tangan, dan kontribusi yang bermula dari sesuatu yang dibuat dengan sepenuh hati.