Anggapan "architect of shoes" melekat di sosok Pierre Hardy, pria berkebangsaan Prancis yang sudah mendalami seluk-beluk dunia sepatu sejak awal kariernya.
Ia pertama kali bekerja untuk rumah mode Dior sebelum akhirnya memutuskan untuk meneruskan perjalanan kariernya ke rumah mode Hermès sebagai direktur kreatif untuk divisi alas kaki rumah mode legendaris tersebut.
Talenta dan pengalamannya yang panjang di Hermès kemudian membuat dirinya untuk memberanikan diri mendirikan label eponimnya yakni Pierre Hardy di tahun 1990 yang hingga kini masih terus aktif dan memiliki banyak penggemar.
Untuk label eponimnya, pria yang juga memiliki ketertarikan di dunia tari dan fine art ini mengusung aliran desain yang banyak memainkan komposisi yang terdiri dari volumes, struktur, grafik, dan palet warna yang bold. Sehingga menjadikan desain-desainnya memiliki unsur radikal yang menciptakan karya autentik dan unik.
Untuk merayakan pencapaian karier yang sudah berlangsung selama 20 tahun lamanya, Pierre memutuskan untuk menyapa para penggemarnya di Asia secara langsung. Dinamakan The 20 Years Capsule Collection, Pierre melakukan kilas balik dengan memunculkan kembali koleksi arsipnya yang ikonis ke dalam momentum ini.
Dalam rangka menyapa para penggemarnya di butik yang menjual koleksi rancangannya yakni butik On Pedder yang tersebar di Asia termasuk di kota Jakarta, Pierre Hardy menyempatkan diri untuk duduk bersama Bazaar untuk berbicara tentang koleksi terbarunya hingga pengalaman bekerja yang paling berkesan di sepanjang kariernya.
Berikut petikan wawancaranya.
Harper's Bazaar Indonesia (HBI): Hari ini Anda merayakan koleksi 20 Years Capsule Collection milik Anda setelah 20 tahun lamanya Anda bergulat di dunia sepatu. Material atau teknik apa yang menurut Anda cukup menantang untuk dikerjakan di koleksi ini?
Pierre Hardy (PH): Sneakers. Meski desain sneakers di koleksi ini termasuk desain yang klasik, proses pembuatannya sedikit lebih menantang dibandingkan yang lainnya. Karena proses ini melibatkan tim ahli, pabrik, teknik dan proses yang sangat berbeda. Membuat sneakers dapat dikatakan seperti memulai sebuah profesi yang baru, karena kami harus menyusun semuanya dari A ke Z. Dibutuhkan banyak penyesuaian dibandingkan ketika saya membuat sepatu wanita yang lainnya, ketika membuat sneakers saya merasa saya berada di dunia berbeda namun saya sangat menyukainya dan menikmati setiap prosesnya.
HBI: Di koleksi terbaru Anda, salah satu karya arsip Anda yang bertajuk The Blade muncul kembali dan meskipun sepatu tersebut sudah ada sejak tahun 1999 namun desainnya masih terlihat relevan untuk dikenakan sekarang. Boleh ceritakan sumber inspirasi Anda saat membuat The Blade kepada kami?
PH: The Blade adalah karya saya yang paling ikonis dan paling saya sukai hingga sekarang. Kecintaan saya untuk menyimpan dan mengulang kembali ingatan di dalam kepala saya menolong saya untuk menciptakan sepatu ini. The Blade datang dari ingatan saya tentang masa kecil ketika berusia 5 hingga 10 tahun, yakni ketika ibu saya dan semua wanita di masa itu mengenakan sepatu jenis stiletto. Potret elegansi mereka menginspirasi saya untuk menciptakan sesuatu yang klasik, feminin dan elegan namun modern. Karena itu, The Blade memiliki bentuk hak yang kontemporer meskipun badan sepatu itu sendiri masih menyerupai tampilan sepatu stiletto yang sudah muncul sejak zaman dahulu.
HBI: Anda merubah aliran desain Anda di setiap musim, untuk sekarang bagaimana Anda menjelaskan aliran desain Anda?
PH: Grafis mendominasi aliran desain saya saat ini. Grafis yang menyerupai lengkungan, abstrak, imbuhan warna cerah, garis minimal, dan siluet radikal merepresentasikan aliran desain saya.
HBI: Setelah 20 tahun mendesain sepatu, apakah Anda merasa semuanya menjadi lebih mudah?
PH: Tidak pernah terasa lebih mudah, jika orang berbicara bahwa semakin lama Anda berkecimpung suatu hal maka semua akan menjadi lebih mudah, hal itu tidak sama dengan apa yang kami lakukan di sini karena kami terus mencoba menciptakan suatu hal yang baru. Sama seperti dengan apa yang terjadi industri fashion saat ini semuanya terus berubah terutama jika kita melihat selama 5 tahun terakhir ini. Semakin majunya teknologi komunikasi seperti internet dan media sosial benar-benar merubah industri mode. Semua rumah mode dunia dan perusahaan besar juga mengubah fokus mereka, terutama ketika kita berbicara tentang aksesori. Kini, aksesori sudah menjadi aspek terpenting dan merupakan sumber pendapatan para perusahaan dan rumah mode dunia. Maka itu, semua ini tak pernah menjadi mudah, ini adalah industri yang penuh tantangan.
HBI: Lalu, Anda sudah berhasil mempertahankan label Anda selama 20 tahun lamanya, boleh beri tahu kami kunci agar tetap menjadi relevan?
PH: Saya tidak memiliki jawaban yang pasti, untuk saya cara agar bisa selalu relevan adalah dengan selalu menciptakan sesuatu yang unik dan bagus agar orang mengenali identitas desain saya. Semua orang kini menginginkan sesuatu yang kaya akan identitas namun secara bersamaan mereka juga ingin mengenakan sesuatu yang indah. Maka itu, saya selalu mempertahankan DNA desain saya agar semua orang tahu siapa saya, ini yang saya sukai, dan apa yang Anda lihat itu yang akan Anda dapatkan.
HBI: Dahulu Anda pernah bekerja di beberapa rumah mode, adakah dari beberapa rumah mode tersebut yang masih memengaruhi cara desain dan cara kerja Anda sampai sekarang?
PH: Meskipun saya bekerja hanya dalam waktu sebentar di rumah mode Dior, bekerja di Dior adalah pengalaman pertama saya bekerja secara nyata di sebuah brand besar. Di sana saya belajar tentang monogram mereka yang ikonis, palet warna, bagaimana cara bereksplorasi dengan elemen dan mengubah semua itu menjadi sebuah koleksi sepatu. Hal itu sangat penting di karier saya terutama sekarang Dior sudah menjadi sosok rumah mode terbesar di dunia. Saya juga banyak belajar lewat Hermès, tetapi yang saya pelajari di sana lebih berbeda. Saya belajar tentang cara mengartikan kemewahan, menyatakan desain yang berkualitas karena Hermès adalah sebuah luxury brand yang dihormati di dunia. Jad Hermès benar-benar membuat saya belajar bagaimana mengartikan kemewahan dengan cara berbeda.
(Foto: Courtesy of Instagram.com/@pierrehardy & On Pedder Plaza Indonesia)