Pada Minggu pagi lalu, sekelompok pencuri membobol Museum Louvre di Paris dan mencuri perhiasan milik Permaisuri Eugénie, istri Napoleon III, dalam aksi pencurian berani yang menjadi sorotan internasional. Koleksi tersebut diperkirakan bernilai lebih dari 100 juta dolar AS, namun dari sudut pandang sejarah dan keahlian pembuatannya, nilainya jauh melampaui jumlah materielnya. Setiap perhiasan merupakan peninggalan nyata dari sejarah Prancis, bermakna bukan hanya dari segi desain, tetapi juga sebagai simbol perubahan politik di Prancis pasca-revolusi.
BACA JUGA: Cincin Termahal di Dunia: Simbol Kemewahan, Prestise, dan Nilai Investasi
“Perhiasan-perhiasan ini sebenarnya adalah cara Napoleon untuk menegaskan dirinya dan hampir melegitimasi pemerintahannya secara visual melalui benda-benda ini,” ujar Andrea Friedenson, pendiri toko barang vintage, antik, dan warisan La Plus Charmante, kepada Bazaar. “Jadi, benda-benda ini sangat penting, bukan hanya sebagai perhiasan, tetapi juga sebagai artefak sejarah, karena dari situ kita benar-benar bisa memahami apa yang sedang terjadi pada masa itu.”
Perhiasan-perhiasan tersebut dibuat dengan ketelitian luar biasa, mulai dari pemilihan dan pemotongan setiap batu hingga rancangan keseluruhannya, mewakili tingkat keahlian yang hampir mustahil ditiru kembali karena keterbatasan biaya material yang mahal dan ongkos tenaga kerja yang tinggi. Sepanjang sejarah, perhiasan sering kali mencerminkan kondisi ekonomi suatu tempat dan masa, jelas Andrea. Ketika material murah namun tenaga kerja mahal, desain cenderung lebih berani dan sederhana; sedangkan ketika tenaga kerja murah dan material mahal, perhiasan menjadi lebih ringan dan rumit dengan gaya “Rococo” yang mewah.
“Dan kemudian, ada kasus yang sangat langka di mana seseorang memiliki kemampuan dan ketertarikan untuk benar-benar menginvestasikan uang pada material terbaik dan pengerjaan terbaik, dan itulah yang menjadikannya sebuah artefak,” kata Andrea. “Tidak banyak momen dalam sejarah di mana seseorang memiliki kebutuhan dan keinginan untuk melakukan hal seperti itu.”
Mulai dari kalung zamrud dan anting serasi yang diberikan kepada Marie Louise oleh Napoleon I, hingga bros pita dada berhias berlian milik Permaisuri Eugénie, seluruh koleksi tersebut merupakan pesanan khusus yang dibuat untuk keluarga kerajaan Prancis pada abad ke-18. Masing-masing kemungkinan memakan waktu bertahun-tahun untuk diselesaikan, ujar Hartley Brown, pendiri Hartley Brown LLC, Antique and Period Jewelry, kepada Bazaar. Pada tahun 1970-an, Hartley bekerja di Carrington & Co., perusahaan yang bertanggung jawab atas pembuatan perhiasan khusus untuk keluarga kerajaan Inggris, seperti bros Dorset Bow milik Ratu Mary. Kini, ia menjalankan toko perhiasan vintage dan warisan atas namanya sendiri di Manhattan Vintage and Antiques Center, New York City, dan dikenal sebagai ahli dalam dunia intaglio dan cameo langka, karya seni Art Nouveau, serta batu permata alami yang belum diolah.
“Perhiasan mahkota Prancis itu tidak dibuat dalam semalam,” ujar Hartley. “Proses pembuatannya memakan waktu lama—mulai dari mendapatkan batu-batu permata, mencocokkannya, hingga memotongnya. Ini bukan pekerjaan yang bisa selesai dalam satu malam, dan pada masa itu, batu permata berkualitas tinggi jauh lebih banyak di pasaran dibandingkan sekarang. Jadi, akan sangat, sangat sulit untuk menirunya saat ini. Bahkan, bisa dibilang mustahil.”
Perancang perhiasan asal New York, Briony Raymond, sependapat. “Kita memang memiliki teknologi luar biasa saat ini, tetapi perhiasan kelas tinggi sejati tetap bergantung pada sentuhan dan ketelitian manusia,” ujarnya kepada Bazaar. Briony dikenal sebagai pembuat perhiasan kepercayaan banyak selebriti—mulai dari Rihanna hingga Sarah Jessica Parker—berkat karyanya yang orisinal dengan sentuhan warisan klasik serta koleksi perhiasan antik yang dikurasi dengan cermat. “Ketika saya mempelajari perhiasan seperti bros pita milik Eugénie, saya melihatnya bukan sekadar sebagai perhiasan, melainkan karya seni sejati, sebuah ciptaan yang abadi, sangat manusiawi, dan sayangnya, mustahil untuk ditiru sepenuhnya.”
Di bawah ini, para ahli menyoroti beberapa perhiasan yang dicuri dalam perampokan tersebut.
Tiara Permaisuri Eugénie
Menurut keterangan dari Louvre, mahkota Permaisuri Eugénie memiliki 212 mutiara, termasuk 17 mutiara berbentuk tetesan air mata atau pear-shaped. Meskipun struktur tiara yang rumit sudah menakjubkan dengan sendirinya, mutiara-mutiaranya lah yang membuat perhiasan ini benar-benar istimewa. Mutiara tersebut merupakan mutiara alami dari Asia yang terbentuk secara alami tanpa campur tangan manusia, jelas Hartley. Sebaliknya, sebagian besar mutiara di pasaran modern saat ini adalah mutiara budidaya, yang berarti sepotong jaringan atau manik ditanamkan ke dalam tiram untuk merangsang pembentukan mutiara. “Saat saya bekerja di Carrington pada awal tahun 1970-an, saya sempat melihat buku stok mereka dari sekitar tahun 1900–1910. Barang paling berharga dan paling mahal saat itu sebenarnya adalah mutiara, bukan berlian,” ujarnya.
Dalam sebuah lelang di Sotheby’s pada tahun 2018, kalung liontin mutiara yang pernah dimiliki Marie Antoinette terjual dengan harga rekor 36 juta dolar AS. “Masalahnya, benda-benda seperti ini memang tidak tergantikan,” kata Hartley. “Setiap bagiannya akan diperiksa dengan sangat teliti sebelum digunakan... setiap mutiara, setiap detailnya harus benar-benar yang terbaik.” Dalam kasus tiara ini, keunikan setiap mutiara semakin disempurnakan oleh rangka perhiasan yang dihiasi hampir 2.000 berlian yang tertanam dalam perak, berpilin dan berputar di sekitar setiap butir mutiara yang berkilau.
Pita Besar Milik Permaisuri Eugénie
“Pada abad ke-18 dan ke-19, perhiasan seperti bros pita dada milik Permaisuri Eugénie merupakan hasil karya atelier di mana setiap perajin memiliki keahlian khusus pada satu aspek pembuatan,” ujar Briony kepada Bazaar. “Seorang perajin mungkin mendedikasikan hidupnya untuk menyempurnakan teknik pavé setting, sementara yang lain menguasai pengerjaan emas hingga terasa selembut sutra di kulit.”
Karya agung ini, yang menampilkan rangkaian pita berjumbai dan lima baris tetesan berlian dengan bingkai bezel, terdiri dari 2.438 berlian dan 196 berlian potongan mawar, menurut keterangan dari Louvre. “Ini adalah pencapaian luar biasa dalam hal ketelitian teknis: ratusan batu yang dipotong satu per satu (tanpa bantuan laser atau alat potong komputer seperti sekarang!) dan dipasang sedemikian rupa agar mampu menangkap cahaya seolah perhiasan itu bernapas,” ujar Briony. “Para perajin pada masa itu mengandalkan kawat yang digambar tangan, paduan logam tempa manual, dan alat sederhana yang menuntut bukan hanya keterampilan, tetapi juga tingkat kesabaran yang hampir mustahil dibayangkan di budaya modern yang serba cepat seperti sekarang.”
Kalung dan Anting dari Set Zamrud Milik Marie Louise
Set perhiasan yang mencolok ini mencakup kalung dengan 32 zamrud dan 1.138 berlian, menurut Louvre. Perhiasan ini awalnya merupakan bagian dari paket pernikahan yang diberikan kepada Marie Louise oleh Napoleon I, yang juga termasuk tiara dan sisir. Keindahannya bukan hanya terletak pada warna dan kualitas zamrud, tetapi juga pada ketelitian setiap sudut dan faset tiap batu permata, yang menjadi bukti keahlian pengerjaan dari masa lampau. Jika diperhatikan dengan seksama, terlihat tekstur halus mirip diamanté pada setiap tetesan zamrud yang menonjol di tepi kalung. Ketika keluarga kerajaan memesan perhiasan, mereka biasanya memulai dari nol menggunakan batu permata berkualitas luar biasa, dan mempercayakannya kepada tangan-tangan paling ahli untuk mewujudkannya. “Para perajin pada masa itu di Prancis adalah sebagian dari pembuat perhiasan terbaik yang pernah ada, menurut saya,” kata Hartley kepada Bazaar. “Semuanya dilakukan dengan tangan… setiap batu harus dipasang dengan presisi sempurna.”
Tiara, Kalung, dan Anting Safir
Set perhiasan ini yang awalnya juga mencakup dua bros kecil, satu bros besar, sebuah sisir, dan dua gelang, menampilkan safir Ceylon alami yang hidup, masing-masing dikelilingi oleh hiasan berlian bulat yang mewah. Kalungnya, khususnya, menunjukkan kecakapan teknis luar biasa yang dimiliki para perajin Prancis pada abad ke-19. Disusun menggunakan segmen berlian yang dapat bergerak, kalung ini memperlihatkan bagaimana perhiasan Prancis dikenal sebagai pelopor seni pengerjaan perhiasan. “Bahkan jika kita melihat produksi di Inggris dan Belanda, mereka sangat dipengaruhi oleh desain dan keterampilan perajin Prancis, terutama dalam seni perhiasan dan seni dekoratif. Sangat mudah untuk menghabiskan banyak uang pada sebuah produk tapi hasilnya menjadi berlebihan atau norak. Tapi perhiasan-perhiasan ini tidak seperti itu,” ujar Andrea. “Mereka mewah dan indah, tapi tetap elegan.”
Bros “Reliquary”
Bros ini, yang terdiri dari 94 berlian, merupakan pelajaran tentang keahlian pahat yang luar biasa. Dari atas hingga bawah, berlian dipotong dengan ketelitian tajam, menghasilkan karya gantung di mana berlian berbentuk tetesan air menetes seperti embun yang berkilau dengan simetri sempurna. “Dalam beberapa hal, karena posisi Prancis di dunia—di puncak masyarakat terdidik dan berbagai kalangan aristokrat maka perhiasannya sangat berani. Ukurannya besar dan seolah berkata, ‘Saya hadir di sini!’” kata Andrea. “Jadi, saya rasa aspek ini benar-benar merupakan salah satu sisi non-materiil dan tidak tergantikan dari perhiasan ini, dan alasan mengapa kehilangan ini begitu besar. Bukan hanya publik sekarang tidak bisa melihat jenis perhiasan yang jarang terlihat, tetapi mereka juga kehilangan kesempatan untuk mengakses sebuah artefak.”
BACA JUGA:
Pelajari Sejarah Cartier di Museum Victoria & Albert
5 Alasan Mengapa Perhiasan Berlian Klasik Selalu Jadi Pilihan Favorit
(Penulis: Jennifer Jenkins; Artikel disadur dari BAZAAR US; Alih bahasa: Emily Naima; Foto: Courtesy of Bazaar US)
