Seni rupa Indonesia telah lama menjadi bagian dari dinamika budaya global. Di balik keragaman etnis, tradisi, dan sejarahnya yang kaya, Indonesia berhasil melahirkan para seniman yang mampu menerobos batas geografis dan menempatkan karyanya sejajar dengan perupa dunia. Mereka tidak hanya menghadirkan visual yang estetik, tetapi juga membawa pesan-pesan sosial, politik, spiritual, hingga filosofi lokal yang memikat publik internasional.
Berikut adalah 12 seniman dan pelukis Indonesia yang namanya telah menggema di kancah global, disertai pembaruan relevan terhadap pencapaian mereka hingga tahun 2025.
1. Affandi
Affandi (1907–1990) adalah pelukis ekspresionis paling legendaris dari Indonesia. Gaya lukisnya yang khas, yaitu menggunakan tangan langsung alih-alih kuas, melahirkan karya-karya dengan emosi mentah yang intens. Karya-karyanya banyak menggambarkan penderitaan rakyat kecil, kesedihan manusia, dan sisi kemanusiaan yang mendalam. Affandi telah berpameran di lebih dari 30 negara, termasuk di São Paulo Biennale, Venice Biennale, dan Tokyo Biennale. Salah satu karyanya bahkan menjadi koleksi tetap di Museum of Modern Art (MoMA), New York. Tahun 2025, dalam peringatan 35 tahun wafatnya, karya-karyanya kembali dipamerkan secara besar-besaran di National Gallery of Singapore dalam pameran bertajuk “The Soul of the Archipelago.” Affandi tak hanya dikenang sebagai pelukis besar, tetapi juga sebagai wajah seni rupa Indonesia di mata dunia.
2. Raden Saleh
Sebagai pelopor seni lukis modern Indonesia dan perwakilan awal Indonesia di kancah seni Eropa abad ke-19, Raden Saleh (1811–1880) merupakan figur monumental dalam sejarah seni Asia. Ia mengenyam pendidikan seni di Belanda dan bersahabat dengan bangsawan Eropa, termasuk Raja Belanda dan kaisar Jerman. Identitas karyanya mengadopsi gaya Romantisisme, namun menampilkan pemandangan dan peristiwa lokal seperti perburuan harimau atau adegan sejarah kolonial. Lukisannya yang terkenal, "Penangkapan Pangeran Diponegoro," kini menjadi simbol perlawanan nasional dan disimpan di Istana Negara. Pada 2023, karya-karya Raden Saleh menjadi bagian dari pameran besar “Oriental Visions” di Louvre, Paris, yang menyoroti pelukis non-Barat yang berkiprah di Eropa. Ia tetap menjadi figur penting dalam dialog seni global, terutama terkait poskolonialisme dan identitas Timur di Barat.
3. Christine Ay Tjoe
Sebagai pelukis perempuan kontemporer paling menonjol dari Indonesia, Christine Ay Tjoe telah menjangkau pasar dan galeri seni kelas dunia. Lahir di Bandung, ia awalnya berkarya sebagai seniman grafis sebelum menemukan kekuatan dalam medium lukisan abstrak. Goresan-goresannya menyiratkan tema tentang kerentanan manusia, spiritualitas, serta dualitas dalam kehidupan. Karya-karyanya dipamerkan di galeri ternama seperti White Cube London dan Art Basel Hong Kong, serta masuk dalam koleksi pribadi di Amerika, Jepang, hingga Timur Tengah. Pada 2024, lukisannya “Black, kcalB” terjual lebih dari USD 800.000 dalam lelang Sotheby’s, menjadikannya salah satu seniman perempuan Asia Tenggara dengan nilai tertinggi. Christine membuktikan bahwa seni Indonesia mampu berbicara universal, namun tetap berpijak pada kontemplasi lokal yang dalam.
4. I Nyoman Masriadi
Masriadi, pelukis asal Bali yang berbasis di Yogyakarta, dikenal karena lukisan-lukisan figuratifnya yang kuat dan berisi sindiran tajam. Sosok-sosok berotot besar dengan gaya komik menjadi ciri khasnya, diiringi narasi tentang kehidupan urban, teknologi, kekuasaan, dan absurditas politik. Pada tahun 2008, lukisan Masriadi menjadi karya seni kontemporer Asia Tenggara pertama yang terjual lebih dari 1 juta dolar Amerika di Sotheby’s Hong Kong, sebuah tonggak sejarah seni Indonesia. Ia telah berpameran di Singapore Art Museum, Gajah Gallery, dan galeri internasional lainnya. Tahun 2025, ia akan membuka pameran tunggal di Museum of Contemporary Art Tokyo (MOT) yang kemudian menjadikannya seniman Indonesia pertama yang tampil dalam ruang utama institusi tersebut. Masriadi adalah wajah seni rupa modern Indonesia yang kuat dan jenaka.
5. Heri Dono
Dikenal dengan gaya eksentrik dan pemikiran avant-garde, Heri Dono adalah seniman kontemporer Indonesia yang menjelajahi batas antara budaya tradisional dan modernitas global. Ia menggunakan wayang, mitologi Jawa, dan unsur budaya pop dalam karya instalasi kinetik, lukisan, serta patung interaktif. Heri Dono adalah seniman Indonesia pertama yang diundang ke Venice Biennale (2003 dan 2015) dan telah memamerkan karyanya di lebih dari 40 negara. Tahun ini, ia menjadi salah satu pembicara utama di simposium seni Asia-Eropa di Berlin, menyoroti bagaimana tradisi bisa menjadi alat kritik kontemporer. Heri Dono menunjukkan bahwa kejenakaan bisa menjadi alat efektif untuk menyampaikan pesan serius tentang kekuasaan, militerisme, dan kemanusiaan.
6. Eko Nugroho
Seniman asal Yogyakarta ini dikenal luas karena pendekatan multidisipliner dalam berkarya—memadukan mural, komik, bordir, seni jalanan, hingga patung. Estetikanya pun sangat khas yaitu penuh warna, figur-figur bertopeng, serta simbol-simbol sosial yang mencerminkan kegelisahan manusia di zaman modern. Karya Eko sering membahas tema kebebasan berekspresi, demokrasi, dan kehidupan urban di Asia Tenggara. Ia telah berpameran di berbagai museum bergengsi dunia seperti Mori Art Museum (Tokyo), Palais de Tokyo (Paris), hingga Singapore Art Museum. Tahun 2025, Eko kembali menjadi sorotan melalui kolaborasinya dengan seniman Korea Selatan untuk pameran bersama bertajuk "Urban Mutations" yang mengangkat fenomena masyarakat pasca-pandemi. Keberhasilannya memadukan akar budaya lokal dengan gaya global menjadikannya seniman yang menjembatani dunia Timur dan Barat secara autentik.
7. FX Harsono
Sebagai salah satu perintis seni kontemporer Indonesia, FX Harsono konsisten menjadikan karya seninya sebagai bentuk kritik sosial, terutama terkait isu kekerasan negara, sejarah yang dilupakan, dan identitas etnis Tionghoa-Indonesia. Karya-karyanya kerap berupa instalasi, performans, dan seni konseptual yang mengajak penonton untuk berpikir ulang mengenai sejarah bangsa dan luka-luka yang tak pernah diobati. Salah satu karya terkenalnya, “Writing in the Rain,” menampilkan dirinya menulis nama-nama Tionghoa di balik hujan tinta hitam, sebagai metafora tentang memudarnya sejarah kelompok minoritas di Indonesia. Tahun ini, FX Harsono menerima penghargaan “Lifetime Achievement in Asian Contemporary Art” dari Asia Art Archive, Hong Kong, atas dedikasinya terhadap seni sebagai medium aktivisme. Ia adalah suara penting yang tidak hanya merespons masa lalu, tetapi juga membentuk arah seni kontemporer Indonesia ke depan.
8. Titarubi
Seniman perempuan asal Bandung ini mencuri perhatian dunia melalui karya-karya instalasi berskala besar yang sarat akan muatan sejarah, spiritualitas, dan pembacaan ulang atas peran perempuan. Ia menggunakan media yang tak lazim seperti arang, kayu, dan ribuan sendok perak untuk membangun narasi visual tentang kolonialisme dan ketimpangan struktural. Salah satu karyanya yang paling mencolok adalah perahu raksasa yang dilapisi sendok perak, yang pernah tampil di Venice Biennale tahun 2013 di mana karya tersebut dibuat untuk menyimbolkan sejarah perdagangan, eksploitasi, dan migrasi. Pada 2025, ia menyiapkan proyek kolaboratif dengan seniman Prancis untuk mengangkat tema feminisme Asia melalui instalasi suara dan tekstil di Centre Pompidou. Karya Titarubi menghadirkan suara perempuan Indonesia di kancah seni rupa dunia secara kuat, reflektif, dan menggugah.
9. Entang Wiharso
Dengan gaya yang memadukan kekerasan simbolik dan keindahan visual, Entang Wiharso dikenal karena karya-karya instalatif dan lukisan logamnya yang menggambarkan konflik, sejarah, serta identitas. Lahir di Tegal, Jawa Tengah, dan kini menetap di dua tempat yaitu Yogyakarta dan Rhode Island, AS, Entang menciptakan karya-karya monumental yang menggambarkan ketegangan antara budaya Timur dan Barat. Ia mewakili Indonesia di Venice Biennale 2013 dan terus berpameran secara global. Lukisan dan instalasinya seperti “Feast Table” dan “Love Me or Die” menjadi simbol dialog antarbudaya dan trauma kolektif. Tahun 2024 lalu, ia membuka pameran tunggal di Museum MACAN Jakarta, berjudul “Nations of Fear,” yang mengkritisi nasionalisme sempit dan kehilangan empati global. Karya Entang adalah refleksi akan dunia yang terus berubah dan rapuh.
10. Jeihan Sukmantoro
Jeihan adalah pelukis legendaris asal Bandung yang dikenal dengan gaya potret berwarna kontras dan mata tokohnya yang dibiarkan kosong. Teknik ini dimaksudkan bukan sebagai kekurangan, melainkan simbol spiritualitas dan penggambaran sisi batin manusia. Ia menyebut lukisannya sebagai jendela jiwa, bukan hanya wajah. Sepanjang hidupnya, Jeihan menghasilkan ribuan lukisan yang tersebar di berbagai koleksi pribadi dan galeri dalam serta luar negeri. Setelah wafat pada 2019, namanya justru semakin diperbincangkan. Museum Jeihan yang dibuka di Bandung kini menjadi tempat dokumentasi dan studi seni penting. Pada 2025, retrospektif besar bertajuk “Mata yang Mendengar” diadakan di National Gallery Singapore, menandai peringatan enam tahun wafatnya. Warisan Jeihan tidak hanya pada teknik dan filosofi visual, tetapi juga kontribusinya membangun ruang seni alternatif di masa Orde Baru.
11. Made Wianta
Seniman Bali ini adalah salah satu tokoh penting dalam seni kontemporer Indonesia yang berhasil menjembatani nilai tradisi dan semangat eksperimentasi modern. Made Wianta menggabungkan kaligrafi Bali kuno, pola geometris, hingga teknologi digital dalam satu tarikan karya yang selalu menyimpan pesan ekologis dan spiritual. Ia telah berpameran di Asia, Eropa, dan Amerika Serikat, termasuk di Venice Biennale dan Havana Biennale. Karya-karyanya kerap mengangkat isu lingkungan, seperti krisis air dan deforestasi, melalui simbol-simbol budaya yang khas Bali. Sebelum wafat pada 2020, ia aktif mendorong dialog lintas disiplin di antara seniman Asia. Tahun ini, keluarganya bersama beberapa kurator menginisiasi Wianta Foundation, sebuah lembaga riset seni berfokus pada keberlanjutan dan seni lokal-global. Made Wianta dikenang sebagai visioner yang menjadikan Bali bukan hanya destinasi wisata, tetapi pusat pemikiran seni.
12. Jompet Kuswidananto
Terakhir yaitu Jompet Kuswidananto. Jompet adalah seniman kontemporer asal Yogyakarta yang dikenal karena karya-karya instalatif, performans, dan video art yang merefleksikan sejarah kolonial, kekuasaan, identitas Jawa, serta transformasi budaya Indonesia pasca-reformasi. Salah satu karya paling terkenal, “Java’s Machine: Family Chronicle,” menggunakan figur-figur tentara tanpa kepala dan instrumen marching band untuk menggambarkan narasi sejarah yang terputus dan manipulasi kekuasaan. Ia telah berpameran di Yokohama Triennale, Asian Art Biennale Dhaka, dan ZKM Karlsruhe di Jerman.
Tahun 2024, Jompet mengadakan pameran tunggal bertajuk The Inherited Echoes di The Museum of Modern Art Australia, yang menampilkan dokumentasi imersif tentang relasi kekuasaan, modernitas, dan spiritualitas di Asia Tenggara. Melalui perpaduan media dan pemikiran mendalam, Jompet berhasil menciptakan ruang reflektif yang mengundang penonton global memahami kompleksitas sejarah Indonesia. Ia melengkapi daftar seniman Indonesia yang tak hanya dikenal di dunia, tetapi juga mengubahnya.
Dua belas nama ini adalah sebagian kecil dari wajah seni rupa Indonesia yang terus tumbuh, berkembang, dan diterima dunia. Mereka bukan hanya memamerkan karya di luar negeri, tetapi turut membentuk wacana global tentang seni, identitas, sejarah, dan masa depan. Di tengah era digital dan perubahan sosial cepat, karya-karya mereka tetap relevan dan menginspirasi generasi baru seniman Indonesia untuk berpikir melampaui batas. Seni rupa Indonesia tidak hanya hadir sebagai bentuk estetika, tetapi juga sebagai jembatan pemahaman lintas budaya dan nilai-nilai kemanusiaan.
Baca juga: Kisah di Balik Seni Tato yang Dapat Memproyeksikan Kisah Abadi
- Tag:
- seniman indonesia
