Selain menghiasi industri perfilman tanah air, Hannah Al Rashid juga aktif menyuarakan dan memperjuangkan kesetaraan gender sehingga ia juga terpilih menjadi salah satu aktivis yang membantu proyek Sustainable Goals Development dalam bidang Gender Equality dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Dalam seri Brunch With Dave Hendrik, Hannah pun membagikan pentingnya untuk membahas topik-topik tentang peran di dalam rumah tangga kepada pasangan ketika menjalin hubungan ketika Dave ingin tahu jenis-jenis perbincangan yang harus dilakukan sebelum lanjut ke jenjang pernikahan.
“Intinya, siapa pun yang menjadi, akan menjadi atau sudah menjadi, my life partner, hal-hal kayak gitu didiskusikan, memang karena menurut gue itu penting and for all the girls out there, menurut gue itu sangat penting lho. Saat pacaran pun you have to talk about this kind of stuff, you have to have conversation about this kind of stuff supaya elo bisa tahu calon laki elo adalah tipe lelaki yang expect lo di rumah aja dan elo diem aja dengerin dia atau dia adalah tipe orang yang support your creativity, support your passion dan akan mau berjuang bareng. For me, I’m all about berjuang bareng,” ungkap Hannah.
Dave pun kembali menilik ke dalam kehidupan Hannah dalam menjalin hubungannya, “Sebelum akhirnya menemukan yang cocok, klop gitu, pernah enggak dapat cowok-cowok yang toxic, yang akhirnya begitu filter Hanna bilang itu langsung mereka mundur gitu, Ada?”
“Banget. Sebenarnya, dulu pertama waktu gue awal pindah ke Indonesia, justru merasa kayak susah banget lho untuk dekat sama orang di sini, karena gue memang lahir besar di luar negeri, so I have like a strong-willed personality gitu, independen, fighter sendiri enggak apa-apa, ya itu partnership gitu. Kayak dulu sering banget ketemu cowok-cowok insecure yang kayak, kan gue bisa naik ojek kemana-mana ya, even before ada aplikasi, dulu nomor langganan ojek itu, kayaknya lebih banyak ojek numbers daripada boys’ numbers gitu. Gue bisa pulang pergi by myself terus yang kayak ‘aku ngerasa nggak dibutuhkan, kamu nggak minta dijemput,” cerita Hanna dilengkapi dengan ekspresi terkejutnya.“Lo mau jadi supir gue atau partner gue man, kayak menurut gue aneh bahwa standar pacarana di sini, perempuannya harus diantar jemput kemana-mana, I find that so weird buat gue personally ya gitu,” tambahnya.
Pengalamannya pun kembali ia bagikan ketika menjalin hubungan dengan seseorang dari industri kreatif, “Pernah tuh dekat sama orang, orang kreatif juga sebenarnya, sempat ngobrol ‘yaudah kalau nikah nanti gimana?’ Terus malah dia bilang ke gue, kalau nikah nanti kamu nggak boleh syuting-syuting ya, kamu di rumah, jaga anak. Gue langsung ‘oh you’re one of those people’, nggak apa-apa sih kalau you find a partner yang nggak apa-apa ninggalin karier untuk stay di rumah, not a problem,” kemudian ia mengarahkan telunjuk ke arahnya, “yang ini nggak ikhlas, nggak mau, problem. Sudah enggak jadi,” tambahnya dengan tawa.
Simak perbincangan seri Brunch With Dave Hendrik bersama dengan Hannah Al Rashid yang akan segera tayang di kanal YouTube Harper's Bazaar Indonesia.
Baca Juga: Pandangan Hannah Al Rashid Tentang Toxic Masculinity
(Penulis: Vanessa Masli; Foto: Courtesy ofInstagram @hannahalrashid)