Buku mungkin bisa menjadi hadiah yang mudah diterima banyak orang. Banyak dari kita yang memiliki keinginan untuk membaca lebih banyak buku dan masa liburan menjadi momen yang tepat untuk melakukannya. Berikut adalah beberapa pilihan novel dari kami yang bisa dijadikan bingkisan bagi teman-teman dan keluarga Anda ketika libur Natal tiba.
1. Normal People karya Sally Rooney
Setelah sukses dengan novel pertamanya yang berjudul Conversation with Friends, Sally Rooney kembali menerbitkan buku keduanya pada bulan Agustus kemarin yakni Normal People. Penggambaran jiwa seorang laki-laki dan pendekatan bernuansa romantis yang tersaji dalam buku ini pun mendapat sambutan hangat dari pembacanya.
Cerita yang diangkat adalah tentang hubungan percintaan yang tak pasti antara dua sejoli bernama Marianne dan Connell. Mereka tumbuh dewasa bersama-sama dan berasal dari latar belakang yang amat berbeda.
Marriane yang kaya raya tinggal di sebuah rumah besar, sementara ibu Connell bekerja sebagai pembantu rumah tangganya. Meski pembaca dibuat tak dapat menebak apakah mereka akan berakhir bersama, Sally Rooney mampu memberikan gambaran yang berarti tentang kebahagiaan dalam cinta dan membuat para pembacanya turut merasakannya, tak peduli bagaimana akhir dari kisah ini.
2. Dead Man's Trousers karangan Irvine Welsh
Dead Man’s Trousers menceritakan tentang kehidupan Renton, Begbie, Sick Boy, dan Spud ketika mereka tumbuh dewasa. Dan seperti yang sudah diberitakan sebelum novel ini terbit, salah satu dari mereka meninggal dunia.
Setelah melalui serangkaian kejadian yang tak biasa, keempat karakter ini pada akhirnya kembali berkumpul bersama. Renton adalah seorang DJ manager yang sukses dan kaya raya, Begbie merupakan seorang pematung yang menjauhi minuman beralkohol,
Spud hidup sebagai tuna wisma, dan Sick Boy memiliki sebuah agensi. Meski jalan ceritanya terkesan dibuat-buat, namun para penggemar Irvine Welsh masih dapat mengikuti alurnya.
3. The Diary of Frida Kahlo: An Intimate Self-Portrait oleh Sarah M. Lowe
Tak diragukan lagi bahwa gelar It girl tahun ini melekat pada sosok Frida Kahlo sejak adanya pameran yang paling dinanti di V&A, di mana ekshibisi ini memperlihatkan bagaimana ia menciptakan gaya dan citranya.
Kisah dalam novel The Diary of Frida Kahlo: An Intimate Self-Portrait ini diangkat dari isi buku harian sang seniman, menceritakan secara detail tentang segala buah pemikirannya termasuk karya puisi serta mimpi-mimpinya yang kebanyakan menggambarkan hubungan kurang harmonis dengan sang suami, Diego Rivera. Selain itu, buku ini juga menyajikan sebanyak 70 ilustrasi watercolour.
4. The Female Persuasion karya Meg Wolitzer
Dalam momen #MeToo, Meg Wolitzer mengamati tentang pencapaian yang telah berhasil diraih oleh feminisme gelombang kedua. Cerita bermula pada tahun 2006 ketika Greer Kadetsky yang menjadi karakter utama dalam buku ini mengalami pelecehan seksual dalam sebuah frat party.
Kejadian tersebut dikaitkan dengan kebangkitan para kaum feminis dalam 12 bulan terakhir. Tak lama kemudian, Greer bertemu dengan seorang aktivis yang bertindak pula sebagai mentornya. Sebuah kisah yang jenaka namun cerdas tertuang dalam buku ini, mengajak pembacanya untuk ikut berpikir mengenai cara yang benar untuk menjadi seorang feminis dan apa saja yang masih harus dilakukannya.
5. Becoming Michelle Obama oleh Michelle Obama
Sebagian orang mungkin tidak tertarik dengan kehidupan seorang Michelle Obama - sebagaimana yang pernah dikatakan langsung oleh istri dari mantan presiden Amerika Serikat tersebut.
Di sini, ia menceritakan tentang dirinya secara lebih personal dalam sebuah memoar, mulai dari masa kecilnya di Chicago hingga kebangkitan karirnya, serta kehidupannya di White House sebagai wanita nomor satu di Amerika Serikat dan pengalamannya menjadi seorang ibu.
Berdasarkan isinya, dapat dipastikan jika buku ini akan menjadi buku yang paling banyak dikutip tahun ini.
6. She Is Fierce karangan Ana Sampson
Terkadang, tak ada puisi mampu mengungkapkan momen, emosi, dan sebuah gerakan secara singkat sekaligus. Di tahun yang dikenal sebagai the year of the woman ini, Ana Sampson mengangkat 150 suara dari barisan hawa melalui puisi kepada anak-anak dan pelayan perempuan hingga berbicara mengenai makna menjadi seorang wanita.
Buku ini terbagi dalam beberapa aspek yang berbeda dan menceritakan pengalaman para kaum feminin, seperti ketika mereka tumbuh besar, menjalin pertemanan serta kisah tentang cinta, alam, kebebasan, citra tubuh, dan keberanian.
7. Fantastic Beasts: The Crime of Grindelwald karya JK Rowling
Fantastic Beasts: The Crimes of Grindelwald merupakan novel skenario kedua karangan JK Rowling, sebuah sekuel dari Fantastic Beasts and Where to Find Them.
Dikisahkan bahwa Gellert Grindelwald yang merupakan seorang penyihir hitam berhasil melarikan diri setelah sebelumnya ia ditangkap di New York dan ditahan. Selama masa pelariannya tersebut, Grindelwald mengumpulkan para pengikut.
Newt Scamander pun berniat untuk membantu menangkap penyihir jahat ini, namun sayangnya ia tak sadar bahaya apa yang akan mengintainya.
8. To Kill A Mocking Bird: A Graphic Novel
Buku karya Harper Lee yang satu ini seakan tak pernah habis oleh zaman. To Kill A Mockingbird bercerita mengenai kejadian rasisme yang sistemik di wilayah Amerika Selatan.
Karangan ini kini diterbitkan kembali dalam bentuk novel grafis karya Fred Fordham. Ia telah mendapat persetujuan dari pihak pengarang untuk menggambarkan kembali kisahnya dalam sebuah artwork. Novel original To Kill A Mockingbird diterbitkan untuk pertama kalinya pada tahun 1960 dan terjual sebanyak 40 juta kopi.
Dengan adanya versi novel grafis, diharapkan cerita ini dapat merangkul lebih banyak pembaca.
9. Feel Free karangan Zadie Smith
Buku Feel Free merupakan kumpulan esai informatif yang ditulis oleh Zadie Smith. Ide yang tertuang diambil dari subyek-subyek umum, mulai dari Brexit dan Justin Bieber hingga perpustakaan dan media sosial. Setiap tulisannya disertai dengan berbagai pemikiran dan pendapat unik soal budaya yang menantang sekaligus mengedukasi cara berpikir pembacanya.
10. To Throw Away Unopened oleh Viv Albertine
Viv Albertine menuliskan memoar pertamanya melalui sebuah genre yang belum pernah tersentuh sebelumnya, yakni tentang era punk dilihat dari sudut pandang perempuan sebagai pelakunya. Melalui To Throw Away Unopened, Viv mengkaji ranah yang belum pernah diangkat dalam dunia sastra mengenai perspektif perempuan punk paruh baya yang melewati kencan-kencan menyakitkan dan hubungan pelik dengan ibu dan adiknya.
Di sini, Viv menceritakan segalanya secara apa adanya, termasuk tentang amarah pada diri wanita, kesepian yang dianggap tabu, dan mengapa ia selalu ingin menjadi sosok yang berbeda – sebab ia adalah sosok tanggung dan memesona.
(Artikel ini disadur dari Bazaar UK; Alih bahasa: Erlissa Florencia; Foto: Courtesy of Bazaar UK)