Sebagai atlet biliar Indonesia berprestasi, Angeline Ticoalu merupakan salah satu sosok tangguh yang membawa semangat feminisme di tengah kobaran gelora maskulin.
Dengan tatapan mata yang tajam, kedua bola mata Angeline Ticoalu terfokus pada satu titik di permukaan bola gading—titik imajinasi yang hanya dapat dilihat olehnya. Jemarinya yang lentik menggenggam erat sebuah stik kayu yang panjang, tangan kanan di ujung depan stik dan tangan kiri di ujung belakang.
Dalam satu hela napas ia melepaskan bidikan stik biliar pada bola gading hingga mengenai bola sasaran dan membawanya masuk ke satu lubang di sudut kanan meja biliar.
Setiap aksi begitu penuh presisi, seolah enggan membuang banyak waktu dan energi. Dan tak ayal, kemampuannya menguasai meja biliar yang biasanya menjadi tempat kaum laki-laki beradu ketangkasan pun berhasil mengundang perhatian.
Hidup di dunia yang didominasi oleh laki-laki membuat kehadiran sosok perempuan dengan karisma dan prestasi yang menandingi kaum adam segera dihujani oleh sorotan massa.
Terlebih ketika perempuan tersebut berkecimpung di industri yang sangat lekat dengan citra maskulin, seperti misalnya dunia olahraga. Industri ini telah begitu lama identik dengan orientasi maskulin dan sangat didominasi oleh kaum pria.
Imaji akan kualitas fisik yang kuat dan tangguh, cepat, tangkas, dan penuh strategi, cenderung direkatkan dengan karakteristik kaum pria. Sedangkan kaum perempuan kerap dicap tidak memiliki kapasitas itu.
Kehadiran atlet perempuan berprestasi seolah mematahkan berbagai stereotype yang dilemparkan pada mereka. Mereka membuktikan bahwa olahraga merupakan suatu bidang yang juga bisa mereka kuasai, sama seperti kaum laki-laki.
Ketika Angeline Ticoalu pertama kali menginjakkan kaki ke gelanggang biliar, ia adalah satu-satunya perempuan yang menunjukkan batang hidungnya di sana.
Memiliki banyak teman pria membukakan jalan bagi Angeline untuk mengenal olahraga yang sangat mengandalkan teknik fokus serta permainan strategi ini. Merekalah yang memboyong Angeline ke arena biliar dan mengajarkannya untuk menyodok bola kecil berwarna putih gading tersebut hingga mengenai bola-bola sasaran.
Setelah kunjungan pertamanya, Angeline pun semakin rutin bermain biliar walau hanya untuk bersenang-senang. Sebagai satu-satunya kaum hawa yang beraksi di meja biliar, tentu saja Angeline menjadi pemandangan yang eksotis.
Namun atensi yang didapatkannya bukan hanya karena ia seorang perempuan yang asyik berlaga di tengah arena yang dipadati oleh kaum pria. Berkat permainannya yang cerdik dan senantiasa mengalahkan teman-teman prianya, ia pun disorot secara khusus.
Tak jarang para pengunjung pria menghampirinya dan mengajaknya untuk beradu ketangkasan di meja biliar, dan Angeline selalu mampu membuat mereka tersungkur dalam kekalahan.
Seorang pelatih biliar pun melihat potensi yang dimilikinya dan menawarkannya untuk mendalami olahraga biliar sebagai seorang profesional.
“Di pertemuan pertama itu, ia mengajarkan saya tentang teknik-teknik biliar yang tidak saya ketahui sebelumnya. Banyak sekali strategi baru yang diajarkan pada saya. Sepulangnya saya dari arena biliar, saya merasa sangat terobsesi saya pun mencatat semua hal yang saya pelajari di sana ke dalam sebuah sketsa. Ketika itu saya seperti segera tahu, saya ingin menekuni olahraga ini,” tutur Angeline mengenang salah satu titik terpenting dalam hidupnya 16 tahun yang lalu.
Usai menuntaskan pendidikannya di SMA, Angeline mendapatkan tawaran untuk bergabung dengan tim daerah DKI Jakarta dan berkesempatan mendapatkan pelatihan intensif serta mengikuti berbagai pertandingan.
Dari pelatihan profesional ini Angeline semakin mengasah kepiawaiannya bermain biliar, terutama dalam menyusun strategi, insting, juga akurasi dan efisiensi dalam setiap permainan. Boleh dibilang, olahraga ini pula yang membentuk karakter Angeline menjadi lebih tenang, bahkan cenderung terlihat dingin--terlebih bila Anda tidak mengenalnya.
“Melalui biliar saya belajar banyak tentang bagaimana mengendalikan emosi saya dan bernapas dengan tenang, karena kemampuan ini sangat penting ketika tengah bertanding. Berbeda dengan cabang olahraga lain yang lebih agresif dan energik, biliar tak sepenuhnya tentang seberapa kuat tenaga seseorang, namun lebih fokus kepada ‘rasa’.
”Kemampuan mengontrol emosi ini juga seolah menegasi pandangan publik terhadap perempuan sebagai sosok emosional. Menyaksikan aksi permainan seorang Angeline Ticoalu di meja biliar sudah dapat membuktikan bahwa olahraga ini mampu dikuasai oleh kedua gender dengan tingkat kesulitan yang sama.
Ketekunannya yang dipupuk dengan rasa cinta akan olahraga biliar berhasil membawa Angeline sebagai atlet biliar perempuan paling berprestasi yang dimiliki oleh Indonesia saat ini.
Sepanjang perjalanannya sebagai seorang atlet biliar perempuan, ia telah mengumpulkan sedikitnya 50 medali dan setengahnya adalah medali emas—yang beberapa kali ia dapatkan dari SEA Games, Pekan Olahraga Nasional, dan beberapa turnamen biliar skala internasional yang berpusat di China.
“Mewakili Indonesia sebagai semifinalis di pertandingan World 9-Ball Amway Cup 2015 di Taipei merupakan salah satu prestasi terbaik saya saat ini. Walaupun hanya sampai babak semifinal, namun bisa bertanding sejauh itu melawan pemain biliar dari berbagai penjuru dunia sudah menjadi pencapaian tersendiri bagi saya,” cerita Angeline dengan senyum mengembang.
“Meskipun mengikuti pertandingan di luar negeri membuat saya sangat kesepian karena saya harus pergi seorang diri dan tinggal di sana berminggu-minggu bahkan hingga satu bulan lamanya, namun semuanya terbayar dengan rasa senang dan bangga ketika berhasil membawa pulang medali untuk Indonesia.”
Angeline Ticoalu beraspirasi untuk terus berprestasi membawa nama Indonesia khususnya dari cabang olahraga biliar ke tingkat dunia.
“Cabang olahraga biliar memiliki potensi yang sangat besar dan belum banyak mendapatkan perhatian khusus seperti cabang olahraga lainnya yang lebih populer seperti sepakbola maupun bulutangkis. Padahal Indonesia memiliki sejumlah atlet biliar perempuan yang berprestasi, seperti Silviana Lu dari Kalimantan Barat yang baru berusia 20 tahun. Saya percaya ke depannya akan semakin banyak atlet biliar perempuan yang dapat mengharumkan nama Indonesia di laga internasional,” ujar Angeline mantap.
Ketika ditanya tentang cita-citanya yang belum tercapai, Angeline menjawab bahwa ia ingin membangun akademi biliar demi menelurkan bakat-bakat baru di dunia biliar nasional.
“Saat ini saya masih sangat aktif bermain dan mengikuti berbagai pertandingan baik di tingkat nasional maupun internasional. Saya senang saya bisa berbagi ilmu dengan pemain-pemain junior dan melihat potensi mereka kian berkembang. Mungkin suatu saat nanti saya dapat menjadi pelatih biliar yang mengasah kemampuan mereka dan menunjukkan bahwa setiap individu mampu mencetak prestasi (di cabang olahraga biliar) terlepas apa pun gendernya,” tutup sang atlet biliar dengan mata bersinar penuh optimisme.
(Fotografer: Rakhmat Hidayat. Editor & Stylist: Chekka Riesca. Makeup: Abita Inkiriwang. Busana dan aksesori: Alexander McQueen, Burberry, Sapto Djojokartiko)