Apakah Anda Memiliki Mental-Health Imposter Syndrome?

Anda berpikir bahwa masalah Anda tidak layak untuk dibantu? Menurut para ekspert "tidak ada masalah yang terlalu kecil untuk diceritakan kepada seorang terapis"

Courtesy of Bazaar UK


“Tetapi saya tidak pernah mengalami hal buruk. Tidak seperti apa yang kamu alami.”

Teman saya duduk di depan saya dengan air mata dan kepanikan di matanya (perasaan yang, sayangnya, saya kenal dengan baik). Menjadi orang dengan Complex Post Traumatic Stress Disorder dalam sebuah grup pertemanan biasanya menghasilkan satu dari dua hal: orang datang kepada Anda tentang segala hal karena mereka berharap Anda mengerti dan mungkin tahu apa yang harus dilakukan.

Atau, mereka tidak mendatangi Anda sama sekali, karena mereka mengira Anda memiliki “a bigger fish to fry” (yang mana saya sebenarnya tidak).

BACA JUGA: Inilah 6 Alasan Mengapa Decluttering Barang Bisa Meningkatkan Kesehatan Mental!

Sebagai seseorang yang telah mencoba beberapa tugas dari sesi terapi, saya sangat percaya bahwa setiap orang dapat memperoleh manfaat darinya. Tetapi bagaimana jika Anda tidak yakin bahwa Anda memiliki alasan yang cukup untuk mendaftarkan diri ke sebuah sesi terapi?

Menurut Dr. Jenna Vyas-Lee, psikolog klinis dan salah satu pendiri klinik perawatan kesehatan mental bernama Kove, ini adalah salah satu kesalahpahaman yang membuat banyak orang menghindar dari bantuan orang lain. Yang mana justru akan sangat bermanfaat untuk mereka.

“Berpikir seperti ini adalah tanda dari Mental-Health Imposter Syndrome,” katanya padaku.

“Anda mungkin percaya bahwa masalah Anda tidak seburuk masalah orang lain, jadi Anda berpikir tidak perlu mencari bantuan. Tetapi tidak ada masalah yang terlalu kecil untuk menemui seorang terapis. Jika ada sesuatu yang mengganggu Anda, bahkan mungkin selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, ada sebaiknya berbicara dengan seseorang untuk maju kedepan. Masalah yang tampak kecil bisa menjadi lebih besar dalam jangka panjang, terutama jika Anda mengabaikannya.”

Courtesy of Bazaar UK

Persepsi sosial mengenai treatment untuk mental health

Secara sosial, datang ke sesi terapi umumnya berarti bahwa Anda memiliki masalah atau sesuatu yang perlu 'diperbaiki', yang mengakibatkan banyak dari kita untuk menjadi diam tentang mendapatkan treatment demi kesehatan mental kami. Akibatnya, akan tetap ada stigma, tetapi ada beberapa cara untuk menghilangkan mitos-mitos ini.

Psikolog klinis di The Hanover Center, Dr. Roberta Babb, menjelaskan bahwa ini berkontribusi pada "perasaan malu, bersalah, frustrasi, sedih, dan cemas (dan lainnya)." "Semua perasaan ini mungkin secara sadar atau tidak sadar berkontribusi kepada keputusan mereka untuk tidak mengeksplorasi atau mengakses terapi, yang dapat membuat orang merasa hilang, tidak bahagia, dan tidak menjalankan hidup terbaik mereka," ucapnya.

Semua masalah dan kesusahan itu valid

Menurut Dr. Jenna, salah satu alasan paling umum mengapa orang memilih untuk tidak mencari bantuan adalah keyakinan bahwa “setiap orang pasti memiliki masalah dan kesusahan”. Hal ini menunjukkan bahwa, secara umum, kita memiliki pemahaman bahwa menjadi manusia dapat menjadi sulit bagi semua orang di berbagai titik dalam hidup kita, tetapi di samping itu terdapat keyakinan atau tekanan masyarakat bahwa kita juga harus dapat mengatasi masalah kami 'seperti orang lain'.

“Merasa seperti Anda harus mampu mengatasinya adalah salah satu dari banyak alasan mengapa orang menunda pergi ke terapi,” jelas dokter tersebut. “Banyak orang tidak menyadari dampak dari masalah mereka terhadap mereka atau orang-orang di sekitar mereka. Ini sering menjadi lebih jelas setelah masalah terangkat ke kepemikiran setelah ke terapi.

“Kepercayaan umumnya adalah bahwa perasaan ‘tidak bahagia’ atau ‘kecemasan’ yang bertingkat rendah adalah bagian penting hidup yang memang harus diterima. Itu tidak benar, dan terapis senang melihat klien mereka menjalani kehidupan yang lebih memuaskan.”

Tidak ada masalah yang terlalu kecil

Demikian pula, tampaknya kami terbiasa untuk terlalu keras pada diri kita sendiri, dan Dr. Jenna mengungkapkan bahwa ini adalah alasan umum lainnya banyak orang tidak mempertimbangkan terapi. “Anda tidak perlu diagnosis penyakit mental untuk mendapatkan manfaat dari terapi. Banyak yang percaya bahwa mereka pasti 'gila' atau benar-benar kewalahan untuk memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan. Semua perjuangan sepenuhnya valid, terapi tidak peduli seberapa besar atau kecilnya perasaan itu bagi Anda. Selain itu, sering kali ada lebih banyak masalah dan isu psikologis dari yang Anda sendiri sadari, dan sebuah sesi terapi akan membantu menyoroti hal itu.”

Keyakinan bahwa Anda harus mengalami sesuatu yang sangat serius dalam hidup Anda untuk 'layak' datang ke terapi sangat merusak, tidak benar dan, pada kenyataannya, ironis. Setiap orang mengalami kesulitan dalam hidup mereka, jadi mengapa kami tidak menganggapnya layak untuk ditangani?

Roberta berkata bahwa “terapi tidak selalu tentang pemecahan masalah. Ini juga tentang mengidentifikasikan, mengenali, mengeksplorasi, dan mendiskusikan kekuatan dan pencapaian seseorang, dan dengan demikian tidak ada yang tidak 'layak' untuk datang ke sebuah sesi terapi.”

Courtesy of Bazaar UK

Ia menambahkan, ”Bagi banyak orang yang tidak terbiasa dengan terapi, masalah yang ’layak’ adalah masalah yang menyebabkan penderitaan akut dan kronis. Namun, sering kali ada banyak faktor yang menyebabkan ketidakbahagiaan atau ketidakpuasan seseorang, atau mereka mungkin hanya memiliki rasa ingin tahu umum tentang pengalaman hidup mereka.”

Ada juga kurangnya pemahaman tentang apa sebenarnya sesi terapi itu sendiri, yang juga menyebabkan keraguan untuk mendaftar. “Terapi adalah kesempatan untuk memiliki ruang reguler, yang berdedikasi, dan terlindungi untuk berfokus pada mereka. Terapi juga tempat mereka mengeksplorasi, memikirkan, dan memahami diri mereka sendiri, keputusan, pola hubungan, dan pengalaman hidup mereka,” jelas Dr. Roberta. “Tidak ada masalah atau pengalaman yang tidak layak untuk didiskusi secara terapeutik. Apa pun yang dirasakan seseorang adalah penting bagi mereka layak untuk menjalani diskusi terapeutik, dan sebagai psikolog dan psikoterapis, saya tertarik pada semuanya.”

Terapi reaktif vs proaktif

Persepsi bahwa terapi digunakan sebagai penanganan terhadap krisis atau situasi serius dalam kehidupan seseorang tidak sepenuhnya akurat dalam kenyataan , dan ini menghentikan orang untuk menerima dan mencari treatment. Dr. Roberta menjelaskan bahwa “terapi sering dipandang sebagai tugas reaktif, sesuatu yang 'dilakukan' ketika seseorang mengalami masalah atau berada dalam krisis. Meskipun itu adalah salah satu fungsinya, terapi jauh lebih dari itu dan dapat bersifat preventif maupun reaktif.”

Ia menambahkan bahwa terapi adalah tentang kesehatan mental, fisik, relasional dan sosial, yang semua termasuk dinamis dan ada dalam sebuah kontinum. “Meskipun itu adalah bentuk pengobatan untuk beberapa kesulitan, pemikiran itu, sayangnya, adalah cara pandang yang reduksionis dan sempit. Terapi melibatkan hubungan dan saya memandang terapi sebagai kesempatan untuk berpikir dengan seseorang tentang sesuatu yang penting bagi merka, yang merupakan pengalaman yang jauh lebih dalam daripada sekedar sebuah sesi treatment.

Dr. Roberta percaya bahwa “terapi sangat berfungsi saat Anda tenang, penasaran, dan ingin tahu tentang hidup Anda, dan orang-orang tidak harus menderita dalam sebuah masalah atau merasakan stress berat untuk layak datang ke terapi dan mendapatkan manfaatnya.

BACA JUGA:

Morimoto Jakarta Hadirkan Pengalaman Kuliner Baru di Jakarta

Britney Spears Akan Merilis Buku Memori Berjudul "Tell-All"

(Penulis: Hannah Fox; Artikel ini disadur dari Bazaar UK; Alih bahasa: Vala Makki; Foto: Courtesy of Bazaar UK)