Pasar Secondhand Diprediksi akan Mengalahkan Sektor Fast Fashion di Tahun 2030

Sebuah laporan baru menunjukkan bahwa pasar penjualan barang bekas akan terus meledak.



Industri mode resmi bergerak ke arah yang jauh lebih berkelanjutan, sebuah laporan baru mengungkapkan. Menurut Thredup – yang merupakan toko online bekas yang berbasis di Amerika Serikat – dalam 10 tahun ke depan pasar penjualan barang pre-loved akan tumbuh jauh lebih cepat ketimbang pasar ritel tradisional dengan pakaian bekas yang diperkirakan akan menyentuh angka dua kali lebih besar dari fast fashion pada tahun 2030.

Menurut laporan global – yang dilakukan oleh Thredup dengan analisis yang dilakukan oleh firma riset pasar GlobalData – pasar secondhand tumbuh pada tingkat 11 kali lebih cepat ketimbang ritel tradisional dan seharusnya bernilai 84 miliar dolar pada tahun 2030, dengan fast fashion diperkirakan hanya akan bernilai sekitar 40 miliar dolar.

Lebih lanjut, data menunjukkan bahwa mode bekas juga tumbuh pada tingkat yang jauh lebih cepat daripada fashion berkelanjutan dengan semakin banyaknya konsumen yang beralih ke pembelian barang bekas, yang sebagian terjadi karena munculnya situs penjualan kembali yang lebih banyak dan lebih mudah digunakan, membuatnya lebih mudah dan lebih menarik bagi konsumen untuk baik menjual maupun membeli barang bekas.

Ini telah terjadi cukup dramatis selama 12 bulan terakhir. Thredup mengutip bahwa ada 118 juta konsumen telah mencoba menjual kembali untuk pertama kalinya di tahun 2021, angka ini melonjak drastis dibandingkan pertama kali pada tahun 2020 yaitu di angka 36,2 juta penjual.

"Mengganti kegiatan membeli pakaian baru berarti barang bekas memiliki kemampuan untuk mengubah mode," ungkap Karen Clark selaku wakil presiden komunikasi di ThredUp kepada sebuah situs media online.

Selain itu Karen juga menjelaskan bahwa meskipun generasi Milenial dan Gen Z bersikeras untuk membeli barang yang lebih berkelanjutan, penelitian menunjukkan adanya penurunan jumlah konsumen yang mengatakan bahwa mereka akan membeli pakaian baru yang 'berkelanjutan'. Ia percaya ini bukan hanya terjadi karena masalah harga, tetapi juga karena adanya praktik greenwashing (greenwashing adalah suatu strategi pemasaran dan komunikasi suatu perusahaan untuk memberikan citra yang ramah lingkungan, baik dari segi produk, nilai, maupun tujuan perusahaan tanpa benar-benar melakukan kegiatan yang berdampak bagi kelestarian lingkungan) dan kebingungan tentang label apa yang benar-benar 'berkelanjutan', sementara konsumen juga menemukan pakaian yang dipasarkan secara berkelanjutan kurang inklusif dan transparan ketimbang barang fashion bekas.

Laporan tersebut menunjukkan bahwa sektor ritel berkelanjutan memiliki jalan panjang untuk meyakinkan generasi muda untuk membeli produk mereka, tetapi pada akhirnya secara keseluruhan bahwa industri fashion menuju ke arah yang lebih positif karena pasar barang bekas akan terus diminati, sementara fast fashion akan mulai menurun.

(Penulis:Amy De Klerk; Artikel ini disadur dari Bazaar UK; Alih bahasa: Janice Mae; Foto: Courtesy of Bazaar UK)