Warisan Generasi X: Inspirasi Bagi Generasi Z

Dave Hendrik menanggapi fenomena bersosialisasi antar generasi, terutama generasi Z yang dinilai kurang mampu membawa diri.

Courtesy of Unsplash


Tak disangka, generasi X sudah menjadi generasi tertua di lingkungan pekerjaan. Lucu rasanya jika ternyata kita mulai bekerja dengan mereka yang seusia dengan anak kita di rumah. Bingung untuk mengambil jalan tengah, antara basa-basi untuk mencairkan suasana atau ingin sedikit berjarak agar rasa hormat itu tetap ada?

BACA JUGA: Teman Sejati Menjadi Sumber Kebahagiaan dan Umur Panjang

Para generasi Z pun juga merasakan hal yang sama ketika ditanyakan apa rasanya ketika gen X memberi tahu berapa umur mereka. “Bingung. Panggil ibu atau tante, ya?,” jawab mereka dengan nada canda tawa. “Rasanya tuh seperti saat sedang kumpul-kumpul dengan keluarga besar. Ngobrol dengan om, tante, kakaknya mama dan papa. Kesannya seperti, kami yang lebih tua, yang lebih berpengalaman dibanding kalian. Jadi, kita jadi merasa insecure lagi. Bingung harus gimana,” lanjutnya.

Salah satu artikel di media lifestyle mengulas tentang pembawaan diri Gen Z di tempat kerja. Tidak dapat dipungkiri, kepercayaan diri mereka patut diacungi jempol. Pembawaan diri Gen Z yang acuh tak acuh ini menjadi perbandingan dengan generasi terdahulu. Namun siapa sangka, sikap ini menjadi batu sandungan dalam dunia pekerjaan. Mereka dinilai tidak mampu membedakan cara berbicara serta tingkah laku dalam situasi profesional, yang terkadang di beberapa kantor masih menjunjung tinggi tradisi tata cara berkomunikasi secara formal.

Generasi muda di era ini juga mengedepankan sikap individualitasnya. Christopher G. Myers, Associate Professor di Johns Hopkins University - Carey Business School mengungkapkan, generasi ini ingin menjadi dirinya sendiri. Identitas personal dan pekerjaan harus selaras, tidak perlu berpura-pura.

Tak bisa disalahkan, media sosial merupakan pusat dari segala informasi Gen Z. Gaya berbicara dan pembawaan diri dari influencer di dalamnya menjadi pengaruh bagaimana cara mereka bersikap dalam kehidupan sehari-hari, komunikasi formal pun tidak lagi menjadi suatu keharusan. Hal ini menyebabkan adanya kecanggungan atau generation gap antara Gen Z dengan para generasi terdahulu yang usianya di atas mereka, sebab tak ada lagi panutan yang dapat dijadikan pedoman.

Para generasi terdahulu tersinggung jika dipanggil dengan sebutan tante, maupun ibu. Seolah malu jika menjadi tua. Padahal, ini merupakan suatu mandat bagi kita untuk memberikan contoh bagi penerus untuk menjadi acuan. Jika yang tua berperilaku seperti yang muda, kemana lagi sosok yang harus dijadikan contoh? Bimbing mereka bagaimana cara berkomunikasi yang baik dan perkaya kosakata para Gen Z.

Sepertiga Gen Z, berdasarkan survei Barclays pada tahun 2023, akui sudah meninggalkan cara bicara formal di lingkup pekerjaan. Padahal, hal ini tentu masih dibutuhkan di beberapa situasi dan kondisi formal. Di sinilah tugas para Bapak Ibu untuk menjadi contoh bagi mereka sang generasi muda. Perasaan canggung yang menyelimuti pada saat bersosialisasi dengan yang tua muncul karena para Gen Z sering kali merasa dikucilkan. Mari saling memeluk satu sama lain, perlakukanlah mereka sebagai rekan kerja dengan derajat yang sama.

Menjadi tua adalah suatu kehormatan yang dapat Anda banggakan.

BACA JUGA:

Tips Berkomunikasi Lintas Generasi dari Erwin Parengkuan

Mengenal Generasi Z: Mereka Si Generasi Segala Sarana Jenis Komunikasi

(Baca artikel "Suri Teladan Bapak dan Ibu" yang terbit di edisi cetak Harper's Bazaar Indonesia - April 2024; Ditulis oleh Dave Hendrick; Foto oleh Unsplash)