Menurut banyak orang, film A View to a Kill merupakan sekuel terburuk dari seri James Bond. Namun, film ini sukses menuai status ikonis di sejarah mode melalui sosok salah satu pemerannya, Grace Jones, yang menjadi Bond girl pertama yang ikut serta merancang kostum-kostumnya untuk penggarapan film tersebut.
Melalui bukunya, I’ll Never Write My Memoirs, Grace menjelaskan bahwa ia berhasil menerjemahkan gaya pribadinya ke dalam dunia sinematik Bond dengan pertolongan dari teman dan desainer, Azzedine Alaïa. Berbeda dari Bond girl lainnya yang kerap terlihat mengenakan swimsuit atau dress berpalet pastel, karakter Grace, May Day, lebih memilih gaun ketat memeluk tubuh yang juga dilengkapi dengan kerudung.
Azzedine memiliki kemahiran khusus dalam menciptakan gaun-gaun untuk wanita yang memberikan mereka rasa percaya diri dan kebebasan tak terbatas. Seperti halnya gaun-gaun dengan hood yang Grace Jones kenakan di berbagai macam acara. Berbeda dari Bond girl lainnya, May Day memiliki gaya berbusana yang lebih berani dan distingtif. Hal ini juga terasa melalui tingkah laku dan kepribadiannya saat berinteraksi dengan James Bond. Kendati karakter James Bond yang cenderung menguasai sosok wanita, May Day justru memiliki kemampuan untuk mempengaruhi James.
Saya yakin saya bukan satu-satunya yang akhir-akhir ini sangat terinspirasi oleh kostum dari film A View to a Kill. Saya rasa foto-foto Grace Jones mengenakan gaun dengan hood karya Alaïa telah menjadi inspirasi banyak pengarah gaya tersohor di Hollywood. Sebab nampaknya, terakhir-terakhir ini, sederet selebriti hanya ingin mengenakan gaun jika gaun tersebut memiliki hood. Hal ini terasa begitu seru dan menyenangkan bagi para peminat mode. Menonton selebriti beraksi di karpet merah bagaikan menyaksikan sebuah film tanpa suara. Sosok-sosok wanita dengan gaun-gaun hood ini menyuguhkan momen penuh drama yang tampaknya berhasil mencuri dan menjaga atensi para penonton.
Ketika Addison Rae mengenakan sebuah dress mini vintage dengan hood kreasi Gareth Pugh dari tahun 2012 yang ia peroleh dari LILY et Cie ke ajang CFDAs, nampaknya opini para netizen di Twitter yang cenderung negatif terhadap sosok TikToker satu ini mulai menghangat. Nyatanya, pemilihan busana yang tak terduga ini berhasil mencuri perhatian banyak pencinta mode, bahkan beberapa menjulukinya ikon mode masa depan. Di ajang WSJ Magazine 2022 Innovator Awards, ikon-ikon lawas di dunia mode seperti Kate Moss dan Amber Valletta mengenakan gaun-gaun dengan hood dari koleksi terbaru Saint Laurent yang dipadu dengan aksesori bernapas era ‘90-an. Gaun menerawang Kate menampilkan sepenggal celana dalam hitamnya, sedangkan Amber mempermanis penampilannya dengan aksesori kacamata hitam.
Pada kunjungan terakhirnya ke Qatar, Bella Hadid mengenakan dua gaun dengan hood. Yang pertama, sebuah gaun vintage asimetris berwarna biru navy karya Alaïa dari tahun 1986, kemudian gaun berwarna merah rancangan rumah mode Schiaparelli dari koleksi Spring 2023 dengan hood yang berlanjut ke pergelangan tangannya, menciptakan siluet lengan menggembung yang dramatis. Lewat unggahannya di Instagram, Bella menyatakan bahwa gaun Schiaparelli ini membuatnya merasa seperti sebuah hati yang berjalan.
Bagi sosok berdarah campuran Palestina ini, mengenakan gaun dengan hood ke ajang Fashion Trust Arabia Awards bukan sebatas mengikuti tren, melainkan sebuah pernyataan tentang identitasnya sebagai wanita berketurunan Timur Tengah. Bukan itu saja, akhir-akhir tahun ini Bella juga semakin berani menyuarakan opininya sebagai aktivis pro-Palestina. Lewat salah satu wawancara di awal tahun ini, Bella juga mengakui menyesali keputusannya untuk menjalani operasi plastik hidung pada usia 14 tahun. “Saya menyesal mengubah hidung leluhur saya. Seandainya tidak, saya rasa saya akan belajar untuk mencintainya.”
Alaïa dan Yves Saint Laurent juga gemar memberikan hormat terhadap budaya Timur Tengah lewat kreasinya. Keduanya dibesarkan di Afrika Utara. Azzedine di Tunisia, dan Yves di Algeria. Kedua desainer ini juga sangat terinspirasi oleh busana religius Muslim dari daerahnya masing-masing. Karya-karya mereka senantiasa memberikan gaun dengan hood definisi baru yang segar dan relevan.
Gaun dengan hood memiliki pergerakan dinamis yang berbeda dari gaun-gaun lainnya. Gaun strappy terbuka dan berpayet yang biasa terlihat di karpet merah dirancang untuk menampilkan keindahan tubuh wanita secara konvensional, namun seringkali dengan konstruksi yang tidak kondusif bagi wanita untuk merasa nyaman dan percaya diri. Maka itu, tampaknya sederet selebriti mulai menanggalkan gaun-gaun ini dan memilih gaun hood yang terasa lebih seksi, bahkan intim, walaupun dengan mayoritas kulit tubuh yang tertutup. Seperti Katie Holmes yang tampil seksi dan penuh percaya diri dengan gaun hood hitam karya Tom Ford ketika menghadiri show Tom Ford Spring 2023, dan Tessa Thompson yang dibalut dengan gaun hood merah oleh Elie Saab di karpet merah Venice Film Festival.
Gaun-gaun ikonis “capuche” dengan hood karya Yves Saint Laurent yang berjaya di tahun 1980-an memetik inspirasi dari sebuah kain ungu yang dikenakan oleh Martha Graham sebagai dress untuk sebuah film seni koreografi bertajuk Lamentation dari tahun 1930. Martha menampilkan koreografi tubuh yang dibalut dengan kain ini, menjelaskan bahwa Lamentation adalah sebuah proyek solo yang melukiskan tragedi yang melekat pada tubuh manusia serta kemampuannya untuk melalui momen-momen sulit namun universal di hidup setiap manusia seperti kematian dan berduka.
Apa yang Martha lihat sebagai ekspresi berduka, Yves tangkap sebagai kemampuan sebuah material untuk menyampaikan emosi. Direktur Kreatif Saint Laurent saat ini, Anthony Vaccarello, membangkitkan tema gaun dengan hood ini di koleksi Spring 2023 persembahannya. Desainer Halpern dan Alaïa pun turut menerjemahkan kembali siluet ini untuk koleksi terbaru mereka. Begitu pula dengan toko-toko vintage dan arsip yang turut menghadirkan siluet legendaris ini. Model Paloma Elsesser pun tampil penuh pernyataan dengan gaun hood Issey Miyake yang ia peroleh dari toko vintage Archive. Gaun emas ini memiliki ekor panjang yang dirancang untuk dikenakan sebagai hood.
Kembalinya gaun hood terasa relevan dengan zaman ini dimana orang gemar mengekspresikan diri lewat busana. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa ada kemiripan antara siluet modis ini dengan pakaian religius seperti hijab bagi kaum Muslim serta jubah biarawan. Desainer Yves Saint Laurent dan Alaïa merancang gaun-gaun ikonisnya dengan tujuan ingin memberikan wanita kebebasan bergerak dan berekspresi, namun kenyataannya, banyak wanita di Iran yang sedang berunjuk rasa demi kebebasan dari keharusan memakai penutup kepala. Hal ini terjadi akibat kematian Mahsa Amini, seorang perempuan yang meninggal saat ditahan oleh kepolisian karena mengenakan hijab dengan cara yang tidak sesuai dengan aturan. Kemudian di Prancis, para wanita Muslim telah berusaha selama bertahun-tahun untuk menentang pengesahan peraturan hukum yang melarang penggunaan penutup kepala di publik. Kebebasan berbusana di tahun 2022 terasa sangat berbeda dari dua dekade lalu. Sekelompok orang memiliki kebebasan tak terbatas dalam berbusana, namun tampaknya kelompok-kelompok tertentu tak kunjung tertekan opresi hukum.
Kendati ketertarikan pecinta mode pada gaun-gaun yang terlepas dari konotasi religius ini, perlu diingat bahwa kebebasan berbusana memiliki makna mendalam dan konotasi yang berlapis. Namun, tidak ada salahnya mengagumi kreasi-kreasi indah ini yang membalut sederet sosok wanita fenomenal, bahkan dapat mentransformasinya menjadi sebuah hati berjalan, ataupun Bond girl yang penuh percaya diri.
(Penulis: Tara Gonzalez; Artikel ini disadur dari Bazaar US; Alih bahasa: Hans Hambali; Foto: Courtesy of BAZAAR US)